23. Ruang musik

296 14 0
                                    

Gina membuntuti lutfan yang masuk kerumah orang tua lutfan, rumah nya gak jauh beda besarnya seperti rumah yang mereka berdua tempati. Sebenarnya orang tua lutfan kerja apa sih? Sampai-sampai semua fasilitas rumah serba mewah dan mahal, bahkan setiap sudut tak ada barang-barang yang tak bermerk. Semua bisa di bilang limitid edition.

"Aku mau ke kamarku dulu" ucap lutfan.

"Aku ikut" balas gina lalu berlari mengejar lutfan. Mana mungkin ia betah sendiri tanpa lutfan, apalagi ia tidak hafal setiap ruangan-ruangan yang ada di rumah ini.

Lutfan tak menjawab, ia tidak peduli gina mengikutinya. Sesampainya di kamar, lutfan merebahkan tubuhnya di kasur mengabaikan gina yang sedang berkeliling kamarnya. Bahkan kamar mandinya pun di tengok. Lutfan sempat heran, sebenarnya gina itu orangnya kepalang norak? Atau memang norak?.

Lutfan sudah hanyut dalam mimpinya, ia sangat lelah hari ini. Ia ingin tidur dan terbangun isya.

Gina melihat lutfan yang sedang tertidur sangat pulas, ia menjadi tak tega ingin membangunkannya. "Tadi bilang kesini karena kangen pembantunya, tapi sampai sini malah tidur" gumam gina sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Bosan sudah gina menunggu lutfan bangun. Sedari tadi ia hanya duduk di kursi belajar lutfan, padahal ia sudah sempat membaca buku yang tergeletak di mejanya sampai tamat. Namun lutfan belum bangun juga. Ingin membangunkannya? Tapi ia takut kena marah karena mengganggu tidurnya.

Gina keluar kamar, sekedar berkeliling ruangan, tidak jauh. Hanya di lantai 2 dari sekitaran kamar tersebut. Tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah ruangan yang bertuliskan 'ruang musik' . Seakan tertarik dengan kalimat itu, ia pun memasukinya tanpa ragu.

Gina mengedarkan pandangan dengan takjub, bahkan ia sempat menutup mulut saking kagumnya. Ternyata di dalam sana terdapat banyak sekali alat musik seperti gitar, Drum, piano, gitar listrik dan lainnya.

"Surga duniaku banget" batin gina memandang takjub.

Tanpa ragu ia mengambil gitar yang terlihat mahal itu, ia tau ini gitar mahal. Karena gina sempat searching internet harga gitar seperti ini. Dan saat ini ia berhasil memegangnya, walau lutfan pemilik aslinya.

Gina pun sebenernya punya gitar, namun gitar itu jauh berbeda dengan gitar milik lutfan. Ia hanya sekedar untuk latihan dan juga pengganti bosan saat ia libur bekerja.

Gina memetik senar gitar itu dengan lihai "senarnya gak kasar, gak kaya punya aku" ucap gina membanding-bandingkan.

Lutfan mencari keberadaan gina, ia sudah menyusuri setiap ruangan namun keberadaan anak itu belum di temukan. Selalu saja begitu, gina selalu susah di cari jika berada di rumahnya.

Lutfan menoleh ke arah ruangan musik yang seperti nya ada orang, ternyata gina sedang di dalam. Tanpa pikir panjang lutfan langsung memasuki ruangan tersebut dan menutup pintu. Gina masih belum menyadari. Rambut panjang nya menutupi kesadaran lutfan yang sudah berdiri di pintu yang kini sedang menatapnya.

Gina terlalu fokus pada lagu yang sedang ia nyanyikan. Lutfan sendiri tidak ingin mengganggu gadis itu, karena ia sendiri penasaran, gadis itu sudah berani memegang gitar kesayangannya. Gitarnya yang sangat mahal, bahkan temannya sendiri pun di larang menyentuhnnya.

sekian lamanya

ku melangkah lewati cerita

begitu jauh dan berwarna

namun tetap saja

tak ada yang sanggup

tandingimu tuk membuatku luluh

abadi dihati . .

kau yang tak pernah hiraukanku

tak pernah pedulikan

aku yang slalu . . kagumi dirimu . .

meski perih ku terima

meski sedih ku nikmati

tak mampu . . aku sedikitpun lupakanmu

meski aku takkan mungkin milikimu . .

satu do'aku . . suatu saat nanti

kau kan mencintaiku . .

Lutfan berdehem saat merasa tersindir dengan lagu yang gina bawakan. Permainan gitarnya cukup bagus, meski cara memetiknya terkadang ada yang kaku. Namun lutfan akui gina hebat.

Gina menoleh saat mendengar seseorang berdehem. Betapa kaget nya ia saat melihat lutfan yang sudah berdiri di pintu sambil melipat tangan.

Gina langsung mengembalikan gitar itu ke tempat semula. Lutfan berjalan mendekat, semakin mendekat, dan mendekat. Gina jadi takut di buat nya, hingga ia terpojokkan di tembok.

Gina tidak bisa lagi melarikan diri, saat kedua tangan lutfan sudah menempel di dinding agar ia tidak dapat kemana-mana. Sorotan mata lutfan seolah-olah berkata bahwa ia sedang marah

"Berani ya pegang-pegang barang punya orang" tantang lutfan dengan seringainya. Baru kali ini gina melihat raut wajah lutfan, bahkan kali ini lebih menakutkan di banding saat marah.

"Ma..maaf" balas gina gugup, bahkan saat ini tengah meremas celananya.

"Mu...mundur! Jangan mendekat" ucap gina memperingati, ia hanya takut lutfan bertindak lebih dan melukainya.

"Kenapa? Takut?" Tanya lutfan masih dengan seringainya.

"Ka..kamu yang kenapa?" Tanya gina ragu, padahal ia sudah tau di mana letak kesalahannya. Namun karena dirinya yang gerogi, mulutnya itu tak bisa di ajak diam untuk saat ini.

"Aku marah" bentak lutfan, gina memejamkan matanya menghindari tatapan maut lutfan. Lutfan tersenyum, melihat gina yang ketakutan. Menurutnya, gina lucu. Padahal, ia tidak berniat untuk apa-apa.

Lutfan mundur beberapa langkah. Gina membuka matanya, heran dengan tingkah cowok itu. Selalu susah di tebak!

"Maaf, sudah bentak kamu" ucap lutfan tulus, karena memang ia tidak berniat marah pada gadis itu.

Gina menautkan alisnya heran "gak marah? Terus tadi kenapa bentak aku?" Tanya gina tak terima. Jika begini terus, lama-lama ia bisa jantungan karena ulahnya.

"Aku cuma ngetes, seberapa takutnya kamu sama aku" jawab lutfan enteng, laku duduk di kursi yang tadi gina duduki saat ia memainkan gitar.

"Tapi kamu buat aku ketakutan" ucapnya lirih, ingin sekali menangis. Namun lagi-lagi ia tahan.

"Kalau mau nangis, nangis aja" ucap lutfan yang seakan tahu isi hati gina.

Gina diam, tak menjawab perkataan lutfan.




Bentar ah, skip dulu huehue

you are everythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang