Lutfan Pov
Aku merasakan ada yang beda. Sejak kejadian itu, gina berubah 180°. Padahal ini sudah 2 Minggu waktu berlalu sejak kejadian itu. Aku gak nyangka, sosok yang aku anggap baik, tulus, dan penyabar itu berubah.
Bahkan selama kita di Surabaya, aku sama sekali tak melihat pancaran kebahagiaannya, dia mau ku ajak pergi berdua, keluar dan menemui berbagai tempat hiburan. Mungkin orang menyebutnya dengan kencan.
Namun aku sama sekali tidak melihat dirinya tersenyum tulus, yang terasa hanya hambar!. Dia hanya tersenyum palsu hanya untuk mengikuti perintahku, keinginanku, dan lagi lagi dia selalu menurut. bahkan sering kali dia menolak dengan alasan yang sama "aku gak suka holiday" dan lagi-lagi aku menghela napas, dia selalu menurut saat aku memaksanya, dan ia tersenyum, hanya untuk menutupi rasa kasihan nya pada ku.
Gina tetap baik! Ia menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri. Tak pernah sekalipun ia lalai dalam melakukannya. Membersihkan rumah, mengurusku dan mengurus segala kebutuhan ku. Dia tak pernah minta uang, jika tidak aku yang memberi nya. Sungguh aneh jika cewek tidak suka di beri uang, tapi gina spesial! Tidak matre seperti cewek-cewek lain.
Hanya saja sikapnya berubah, ia cuek, terkesan tidak peduli sekitar, dan lebih tertutup. Ia tidak lagi mengoceh ataupun bercerita tentang kehidupannya. Tentang masa lalu nya yang seru ataupun kelam. Bahkan aku tidak melihatnya seakrab dulu dengan Aldo. Ia duduk sendiri, menghindar segala perhatian Aldo. Ia lebih tertutup kali ini. Aku tau, gina memang tak punya satu pun teman, di sekolahnya. Dia juga tidak bermain handphone sejak aku mencopot SIM card nya, ia selalu menyibukkan diri dengan hal-hal positif yang masih bisa aku wajarin.
Tapi bahkan aku menyuruh nya untuk menjaga jarak dengan Aldo, dan gadis itu menurut. Aku kira, gina akan membantah seperti dulu. Tapi ternyata aku salah, dan semua itu membuatku semakin merasa bersalah.
Aku sadar kali ini aku benar-benar keterlaluan. Mungkin karena perlakuan ku yang sering kasar membuat gadis itu takut kepadaku. Bahkan hanya untuk sekedar menatap, tengkuknya harus ku tarik dulu, jika tidak, ia selalu menghindar lawan bicaranya, menghindar tatapanku.
"Na" panggilku, kali ini dia tengah membaca bukunya dengan ekspresi yang biasa. Tidak terlihat baik dan juga marah.
"Kamu kenapa?" Tanyaku hati-hati, kali ini aku ingin mengklarifikasi semuanya. Aku ingin dia menjadi sosok yang seperti dulu, bukan seperti sekarang yang kesan nya sama saja seperti mantanku sari.
Aku melihatnya diam dan menurunkan buku tanpa menoleh ke arah ku. Ia hanya menatap depan dengan pandangan kosong "memangnya aku kenapa?" Jawabnya dengan sebuah pertanyaan.
"Kamu beda na! Kamu berubah" ucapku dengan sedikit ngotot.
Kali ini ia menatap ku, menatap ku dengan tatapan yang tak bisa ku baca rautnya.
Tiba-tiba dia tersenyum, aku dibuat diam oleh senyumannya "kalau aku begitu di mata kamu, aku minta maaf" ucapnya. Lagi-lagi yang ia jawab selalu maaf. Eh ada deh yang lainnya, seperti heem, oke, iya, bukan, dan terimakasih. Ku rasa aku ingat itu karena sudah terlalu sering dia berkata itu selama 2 Minggu.
"Enggak na enggak! Bukan hanya aku yang ngerasa kamu itu berubah. Tapi sahabat kamu juga, Aldo!" Sanggah ku, kali ini aku ingin dia berkata jujur sejujur-jujurnya dengan perasaannya. Jika dia tak bahagia, maka aku akan melakukan apapun agar dirinya bisa kembali menjadi sosok gina yang dulu sekalipun dia menginginkan aku pergi dan menjauh dari hidupnya, aku rela!.
"Aku gak berubah! soal Aldo, aku hanya menjalankan perintahmu"
"Gak perlu berlebihan begitu, aku cuma suruh kamu jaga jarak. Bukan jauhin dia dan menghindar dari dia"
Kali ini aku melihatnya mendengus, ia terlihat sedang mencerna ucapannya ku.
"Aku cuma ngelakuin apa yang kamu minta, tapi kamu masih gak suka. Salah aku di mana? Kenapa aku selalu salah di mata kamu?" Tanya nya, tak ku sangka air matanya sudah menggumpal di matanya menunggu tumpah.
Sial!
Aku gak tega liatnya mau nangis, tapi aku juga gak bisa berdekatan sama dia, bahkan sekalipun hanya sekedar menenangkannya. Hanya kontak fisik tak sengaja saja, ia menepis nya dengan kasar. Ia seperti trauma dengan setiap sentuhanku. Aku jadi takut, gina sama sekali tidak ingin berkontak fisik denganku bahkan dengan orang lain juga."Na, Jangan nangis!"
Gina menghapus air matanya yang kian tumpah, aku mendekatinya. Tapi ia terlihat ketakutan, selalu begitu.
"Na, dengerin aku!" Ucapku sambil memegang pundaknya. Kali ini dia hanya memandangku, tak menolak perlakuanku. Namun aku tau perasaanya di landa kecemasan, mungkin ia takut aku berbuat kasar dan nekat lagi padanya seperti waktu itu.
"Jangan takut sama aku!" Ucapku mengingatkan, aku ingin dia sadar. Setiap perlakuan ku tidak selalu jahat.
Minggu
26 April 2020Semangat menjalankan ibadah puasanya semua 😘
Lakukan amalan yang kalian bisa, contohnya beri vote dan koment di bawah sini!
Yuk!
KAMU SEDANG MEMBACA
you are everything
أدب المراهقينIni rumit,tidak mudah memperjuangkan cinta seorang diri, apalagi aku wanita. bagaimana jika kamu jadi aku? di jadikan layaknya pembantu dirumah, dijadikan pelampiasan dirinya atas kebenciannya pada keluargaku. aku paham hadirku bencana bagi hidupmu...