3. Rintik Hujan

215 16 1
                                    

Mobil berhenti tepat di depan gerbang rumah, suara hujan yang mulai deras membangunkan Aurora dari tidurnya. Selama perjalanan tadi memang dia sudah mulai menguap dan akhirnya sampai tertidur.

"Neng kita pulang aja ya, udah sampe rumah juga, mungkin tu anak udah ambil jalan yang beda." Pak Jono mulai mengatur mobilnya lagi untuk masuk ke dalam.

"Iya, ini udah hampir maghrib juga." Aurora pun nampak merapikan bajunya dan mulai mengambil ponselnya yang ada di tas. Gerbang di buka dan merekapun masuk ke dalam.

Di luar masih hujan, Aurora bergegas masuk ke dalam rumah walaupun harus sedikit basah. Sebenarnya ia lebih menyukai hujan saat ini, tapi dia tak berlama-lama di luar, pasti mamanya akan marah jika dia diam mematung di luar kedinginan.

Papa dan mamanya memang sedang berada di ruang keluarga saat Aurora masuk. Ia hanya tersenyum tipis diikuti mata yang masih memandangnya tanpa berkedip sekalipun.

"Dari mana Ra? Jam segini kok baru pulang?" Mamanya pun sudah tak sabar lagi untuk menginterogasi anak gadisnya itu. Sedangkan yang ditanya malah menatap penuh arti papanya, memberi kode agar ia juga membantu menjelaskan.

"Mungkin tadi ada kendala di jalan Ma, tadi Pak Jono kan agak telat jemputnya, atau bisa jadi di sekolah dia sedang beradptasi dengan suasana sekitar atau malah ngobrol dengan teman barunya," ucap Wijaya ngasal, dia sudah paham betul dengan situasi ini, pasti ada sesuatu yang Aurora sembunyikan namun tak ingin membuat mamanya khawatir.

Suasana sempat hening sejenak dan tatapan tajam dari Wulan membuat bulu kuduk Wijaya berdiri, namun akhirnya dia kembali menatap Aurora yang tampak kedinginan, tepatnya itu pura-pura.

"Ya udah, kamu ganti baju dulu sana! Nanti ke sini lagi." Aurora kembali menatap papanya dan tersenyum lebar ketika mamanya mulai terfokus menonton televisi.

"Siap Ma!" Aurora segera melarikan dirinya dari tempat itu, membayangkan betapa crewet dan tatapan tajam mamanya saja sudah membuat ia bergidik ngeri, apalagi jika sampai terjadi.

Selesai mandi Aurora tak pergi ke bawah, bahkan ia lebih memilih untuk duduk sebentar di kasur empuknya sambil memainkan ponsel. Hingga akhirnya suara dering telfon terdengar, dan ternyata telfon dari Alya.

"Kirain apa, ternyata mau ngomong gitu doang?" Tanpa sadar dia telah memanyunkan bibirnya tanpa sepengetahuan Alya.

"Hehe, satu lagi. Nanti gue masukin di grub kelas ya? Biar yang lain juga lebih ngenal lo," cerocos Alya yang berada di jauh sana.

"Oke. Lanjut chat aja ya." Aurora mengakhiri telfon itu lebih dulu.

Ia meletakkan ponselnya di meja seperti biasa, dia berdiri merenung di dekat jendela sambil melihat turunya hujan yang tak kembali reda walaupun ini sudah malam. Aurora tak sengaja terpikir cowok tadi di sekolah barunya.

"Siapa dia sebenarnya?" ucapnya dalam hati sambil menikmati suara gemercik air hujan di luar.

*****

Saat ini Arga masih harus terganggu jam santainya karena ada dua manusia yang tak lain adalah Arsya dan Marcell sahabatnya. Mereka berdua berhasil membuat Arga harus kembali merapikan kamarnya yang berantakan karena ulah dua alien ini.

"Lo pada mau nginep di rumah gue? Jam segini belom pulang, diomelin emak habis lu pada." Arga mulai membuat ancaman namun kedua sahabatnya itu sangat pengertian sekali sehingga tak mendengarkan Arga yang sedang berbicara. Bahkan mungkin walaupun ada dinasaurus yang akan menerkam mereka dengan tiba-tiba tetap tak akan membuat mereka berpindah tempat duduk.

AURORA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang