8. Sempurna

92 14 4
                                    

"Karena dengan kekuranganmu itu kau sempurna. Kau sempurna di mataku."


Suasana kelas sepi karena sedang waktunya istirahat. Semua lebih memilih ke kantin untuk mengisi perutnya.

"Al, lo liat Arga nggak?" Alya menoleh, melihat siapa yang berbicara.

"Napa lo nanya ke gue?" Alya kembali menyuapi mulutnya dengan sesendok soto yang ada di depanya.

"Ya kali aja tau." Arsya kini duduk di depan Alya, lalu mengambil ponsel di saku bajunya.

"Tadi nganterin sohib gue kayanya." Arsya yang tadi menatap ponsel kini melotot.

"Yang bener?! Aurora?" Alya mengangguk pelan.

"Gilaa! Sampe sekarang nggak balik lagi tu bocah."

"Crewet banget si lo! Sahabat lagi pdkt bukanya di dukung." Alya memutar bola matanya malas.

"Ya gue cuma takut dia kek dulu lagi, susah kalo udah liat dia kek gitu." Arsya kembali mengotak-atik ponselnya lalu menempelkan ke telinganya.

"Serah deh."

Suasana kian hening, Arsya masih setia menunggu jawaban dari seseorang yang ditelfonya. Sedangkan Alya sudah selesai dengan sotonya dan kini memainkan ponselnya. Keduanya sibuk dengan kepentingan masing-masing.

"Woyy! Gue gabung yak!" kedatangan Marcell membuat keduanya kaget, hampir saja ponsel mereka terjatuh gara-gara ulahnya.

"Marcell!!!" teriak keduanya kompak, yang diteriaki hanya tertawa kecil sambil meletakkan bakso miliknya di meja dan duduk di samping Arsya.

"Hampura mang, teh," ringisnya, dilihatnya wajah sebal dari dua orang temannya itu membuat dirinya tertawa.

"Bodo amat! Gue mau balik kelas," ucap Arsya lalu beranjak pergi.

"Gue juga!" Alya pun beranjak pergi menyusul Arsya, meninggalkan satu insan yang terdiam tak berkutik.

"Salah apa aku ya Tuhan? Kenapa Marcell dicampakkan seperti ini?!" ia menyuapi mulutnya dengan bakso dengan kasar sampai mulutnya penuh.

*****

Aurora menikmati udara dinginnya kota Bandung sore ini di balkon yang ada di kamarnya. Memandang lurus ke depan dengan terus bertanya-tanya, otaknya tak mampu berpikir jernih sekarang.

Sejak kejadian tadi pagi, bukan hanya tubuhnya yang tak baik, namun hati dan pikiranya juga tak sedang baik-baik saja.

Ia terus bertanya-tanya dalam hatinya akan sosok cowok yang menolongnya dan mengantarnya pulang. Bahkan ia berhasil memenuhi memori otak Aurora dan bersarang di dalam hatinya hari ini.

Aurora memejamkan matanya sejenak lalu tersenyum, memandang rumah besar di samping rumahnya lalu beranjak pergi ke dalam karena di dengarnya ada yang memanggil.

"Ra, kamu nggak pa-pa kan?" Wulan, mamanya masuk ke dalam kamar Aurora untuk menengok gadisnya itu. Namun Aurora ambruk di depan mamanya.

"Ra, Ra. Bangun!" Wulan panik, untung Wijaya sudah sampai di rumah dan segera membawa Aurora ke rumah sakit.

Semua akan baik-baik saja 'kan? Aku kuat.

AURORA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang