21. Gudang Belakang Sekolah

90 11 8
                                    

"Bang Vano!!!" dengan cepat Aurora memeluk erat Vano yang baru saja keluar dari dalam.

"Bang?"

"Aurora!" ia tak kalah senang dengan kedatangan gadis itu. Ia membalas pelukan Aurora, mereka berpelukan sangat erat, seperti sudah lama tak bertemu.

Arga? Dia masih terpaku di tempat, heran dengan keduanya. Menyadari itu, Vano meliriknya dengan senyum di sudut bibirnya. Membuat Arga harus mendekati keduanya.

"Mereka saling kenal?"

"Hemm, masih ada gue di sini," ucap Arga, ia sudah berada di dekat mereka dengan tatapan malas dan muka datar.

Keduanya pun melepas pelukan itu dan tersenyum kecil ke arah Arga. Sangat membingungkan bagi Arga karena mereka terlihat dekat.

"Bang Vano, Aurora nggak nyangka bisa ketemu di sini," ucap Aurora, ia tampak tak mempedulikan keadaan Arga ternyata.

"Iya Aurora, udah lama kita nggak ketemu. Kamunya sih malah ke Jakarta segala." Vano memberengut kesal.

"Jadi maksudnya Aurora pernah tinggal di Bandung sebelumnya gitu?" batin Arga.

"Hehe, Aurora kangen berat loh sama Bang Vano," ucap Aurora, ia melompat kecil untuk menyentuh rambut Vano. Vano terkekeh, tinggi Aurora hanya sepundak dengannya.

"Kamu pindah ke sini Ra? Udah kangen sama Bandung?" Vano sedikit membungkukkan badan agar Aurora bisa menyentuh rambutnya, Aurora sangat senang.

"Kangen Bandung?"

"Iya Bang, Papa ada tugas di sini, jadi ya kita ngikut tinggal di Bandung aja. Aurora juga kangen," jawabnya lagi, ia masih memainkan rambut Vano dengan senang, walau saat menyebut kata 'kangen' ekspresinya jadi sedih.

"Ke sini bareng siapa?" tanya Vano, ia berdiri tegak kembali.

"Gue nggak dianggep di sini?!"

"Ekhem khem khem!" Vano dan Aurora menoleh ke Arga yang pura-pura terbatuk.

"Sama lo Ga?" Vano terkekeh, Arga hanya mendengus kesal.

"Menurut lo?" Arga melipat tangan di depan dada.

"Ya kirain lo cuma numpang lewat di sini," jawab Vano.

"Jadi lo pikir gue diem di sini cuma numpang lewat? Ya kali aja orang lewat sampe nungguin lama, dikira kepo dong."

"Lo 'kan emang kepo, kaya monyetnya si dora." sungguh menyebalkan memang si Vano, tampangnya si kaya preman, tapi kalo udah ngomong nyebelin abis. Jadi pengen Arga penyek-penyek tu ketua.

"Serah lo!"

"Kalian satu sekolah?" tanya Vano sambil memandang Aurora dan Arga bergantian.

"Satu kelas malah," jawab Aurora cepat.

"Satu hati malah." Vano yang mendengarnya menoleh cepat ke Arga yang memainkan jemarinya.

"Begaya!" decih Vano.

"Bang, lo kok kenal sama Aurora sih?"

"La orang kita aja sepaha," jawab Vano, ia tersenyum kecil saat Arga berusaha mencerna perkataan Vano.

"Sepaha? Paan tuh? Ayam goreng?" tanya Arga tak mengerti. Aurora dan Vano malah tertawa.

"Ganteng-ganteng masih aja bego!" sindir Aurora.

"Sepupu Ga maksudnya, HAHAHA!" Vano membuat muka Arga memerah.

"Beneran? Nggak ngarang cerita 'kan lo?!" lagi, Vano mengangguk.

AURORA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang