13. Masalah

63 12 0
                                    

"Lo tau cerita hidup gue bukan berarti lo tau semuanya tentang gue dan diri gue yang sebenarnya."


"Woy bangun! Sekolah bego!" Ia mencoba memukul-mukul tangan Arsya agar bangun.

  Satu persatu dari keduanya kemudian terbangun dengan malas.

"Males gue sekolah segala, nanti gue ijin dah," ucapnya sambil mengusap-usap matanya yang belum terbuka sempurna.

"Bener tu, nanti gue ngomong ke Alya dah," lanjut Marcell.

"Mau jadi apa lo di masa depan kalo males-malesan kek gini?" Keduanya langsung menatap Arga keheranan. Iya pak Arga kaya nggak pernah lakuin aja.

"Kesambet apa lo Ga?" Kini Marcell mendepat sembari menempelkan tanganya di jidat Arga.

"Normal aja nih," ucapnya lagi, Arga melihatnya dengan malas.

"Efek benturan nih pasti," tambah Arsya.

"Etdah, gue normal kali. Minggu depan juga PAS, lo pada mau nilai jelek?" Arga melirik tajam keduanya.

"Serah lo deh, nanti kalo kita berangkat, lo sama siapa?"

"Ada noh suster cantik," jawab Arga.

"Didatengin suster ngesot tau rasa lo!" Cibir Marcell.

"Nyokap bokap nggak ke sini?" tanya Arsya.

"Nggak, ngaco aja lo Ar!" Arga tertawa pelan, sedangkan Arsya dan Marcell tersenyum kecut.

"Salah ngomong dah gue." Batin Arsya.

"Hemm, kita pulang dulu, lo baik-baik di sini, jan godain suster!" Kekehnya, mereka ber tos ala anak mereka sebelum berpisah.

  Setelah mereka pergi, suasana menjadi sepi, seperti suasana rumah sakit pada umumnya. Arga memainkan ponselnya sekarang, sekedar mengecek notifikasi.

Bang Vano
Gimana kondisi lo Ga?

Arga
Dah mendingan bang, besok juga gue pulang.

"Bosen bat gue di sini, ngapain ya?" Ia memutar-mutar ponselnya sembari memandang selang infus yang terpasang di tangan kirinya.

"Lemah banget si gue?!" Ia mengacak rambutnya kesal.

***

Sekarang saatnya jam istirahat, banyak kelas tampak sepi tanpa penghuni di dalamnya. Kebanyakan mereka lebih memilih meramaikan kantin untuk mengisi perut.

"Males bet gue sama Pak Ridwan!" kesalnya, ia duduk dengan kasar di bangku yang ada di pojok kantin.

"Turut bersuka cita ya Cell akan hati yang tersakiti," ucap Arsya sambil menepuk-nepuk bahu Marcell.

"Salah sendiri lo asal ceplas-ceplos aja," timbrung Alya yang datang dengan membawa nampan berisikan pesanan mereka.

"Gue ngomong sesuai fakta yang akurat dan terpercaya!"

"Serah lo deh Cell," ucap Arsya tak peduli.

"Diem aja nih Ra, napa lo?" senggol Alya.

AURORA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang