44. Sampai Jumpa

57 8 0
                                    

"Arghh!"

    Aurora masih memeluk erat Arga, ia tak berani membuka matanya. Baru ketika dirinya mendengar suara orang terjatuh, Aurora membuka matanya. Aurora amat sangat terkejut, kenapa bisa seperti ini?!

"Vero!" Vano beteriak.

Vano berlari ke arah Vero, ia langsung memindahkan kepala Vero ke pahanya. Semua yang awalnya gaduh mendadak senyap dan sunyi karena mendengar suara tembakan juga jatuhnya Vero dan Satria. Ternyata bukan Arga yang tertembak, namun Vero.

Sebelum tragedi ini terjadi, Vero sudah terlebih dahulu melihat Satria mengacungkan pistolnya ke arah Arga dan Aurora. Melihat keduanya dalam bahaya, Vero berlari ke arahnya sambil mengambil kujang yang ia taruh di saku celana.

Dan, saat Vero tiba tepat di satu garis lurus antara Satria, Arga, dan Aurora, dia melemparkan kujangnya. Kujang itu menancap di dada kanan Satria, cowok itu limbung namun pistol itu tetap menembakkan pelurunya dan mengenai tepat di bagian dada Vero. Dua cowok itu akhirnya sama-sama terjatuh.

"Bang, lo kenapa lakuin itu?" Arga berjongkok di samping Vero. Aurora pun hanya bisa menangis di sana.

    Vero masih terdiam, ia menutupi dada kirinya dengan tangan. Para inti Drakez sudah berada di sana semua ditambah lagi ada Randy dan anak-anak lain.

"Lo kan u-udah gu-e anggep adek gue sen-diri," ucap Vero terbata. Ia tersenyum ke arah Arga dan Aurora.

   Semua yang melihat itu sekuat tenaga menahan air matanya agar tak turun. Tapi nyatanya mereka lemah malam ini, Arga yang bisa dibilang anti menangis pun kini harus mengeluarkan air matanya. Ia memeluk setengah badan Aurora, membiarkan gadis itu menyembunyikan wajahnya di dada bidangnya.

"Kita ke rumah sakit sekarang, lo harus kuat." Vano hendak mengangkatnya, namun Vero menahannya.

   Vano menatap Vero tak mengerti, ada apa lagi? Namun detik berikutnya ia mengikuti arah jari telunjuk Vero. Kenapa Vero menunjuk Satria?Satria, cowok itu masih terkapar di sana dan belum dibawa ke rumah sakit, padahal kondisinya sudah tak sadarkan diri.

"Ambil ku-jang i-itu," ucap Vero lirih.

"Gue?" Dimas menunjuk dirinya.

Karena Vero mengangguk, itu tandanya memang dirinya yang harus mengambilnya. Dimas berjalan ke arah Satria, ia berjongkok sambil mengamati kujang yang menacap di dada kanan Satria. Ia menoleh ke arah teman-temannya, mereka tampak mengangguk.

Dimas mengambil napas panjang lalu mencabut kujang. Ia melirik Satria sekilas, cowok itu tak bergerak sedikit pun. Karena merasa ada yang aneh, ia menempelkan tangannya di leher Satria, ia terdiam cukup lama.

"Satria udah meninggal." Dimas menarik tangannya lalu berjalan menghampiri Vero.

"Dia beneran meninggal?" tanya Rio. Ini jelas kabar yang mengejutkan bagi mereka.

"Ini kujangnya, mau buat apa Bang?"

"Gue udah bunuh orang." Vero menatap kujang itu dengan tatapan kosong, ia tak menyangka ini akan terjadi.

"Gue nggak mau kujang ini ambil nyawa orang untuk kedua kalinya, kamu simpan ini ya, Ra." perlahan Vero memberikan kujang itu.

Aurora yang masih menangis belum juga menerima benda itu. "Terima Ra," pinta Vano.

Aurora menerimanya, ia menatap kujang itu dengan takut, "Kenapa dikasih ke aku, Bang?"

"Udah, simpan aja kujang itu." Vero tersenyum tipis.

"Gue harap kalian berdua bisa selalu bersama, biar gue bisa tenang." Vero menyatukan tangan Aurora dan Arga dalam satu genggaman.

"Kenapa lo ngomong gitu Bang? Lo kuat, lo bakal baik-baik aja," ucap Arga.

AURORA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang