BAGIAN 46📌

1K 105 59
                                    

_______

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

_______

"Aku mau donorin darah buat Garlien dengan satu syarat ... "

Vano yang mendengar Zina akan mendonorkan darah buat Garlien dengan satu syarat segera berbalik badan, malas memenuhinya. Lagi pula dia masih bisa mencari pendonor lain.

Dan rencana Zina berantakan sudah, semoga saja Vano berbalik untuk meminta Zina mendonorkan darahnya buat Garlien. Semoga saja.

Vano melihat ponselnya tanpa sengaja dan ternyata ada yang menelephone dirinya. Vano segera mengangkat telephone itu, karena di situ tertera nama 'Alien' apakah dia sudah siuman?

"Hallo Garlien!" Kata Vano dengan rasa semangat yang sangat terlihat.

"Gue Lino."

Seketika Vano menutup matanya, mencoba mengurangi rasa kecewanya. Kenapa bukan Garlien yang menelephonenya? Vano kangen suara Garlien.

"Kenapa?" tanya Vano.

"Buruan cari pendonor darah buat Garlien! dia kritis! buru—"

Vano mematikan telephone dari Lino. Vano berbalik ke arah Zina, Vano akan melakukan apa pun supaya Garlien bisa sembuh. Apa pun!

Seketika Zina tersenyum saat Vano berbalik menghampiri dirinya. Apa yang di inginkannya akan terkabul, Zina teramat bahagia sekarang. Vano akan menjadi miliknya.

"Buruan!" Kata Vano kasar saat sudah lumayan dekat dengan Zina.

"Gendeng tangan aku dulu."

Vano menarik nafas dalam, dia harus bersabar. Vano segera menarik lengan Zina denga kasar, hingga membuat Zina meringis kesakitan dan meminta Vano untuk melepaskannya.

Tapi Vano tak menanggapinya, ia hanya ingin membawanya ke rumah sakit dengan segera. Secepat mungkin Garlien akan sembuh.

Di dalam perjalanan menuju rumah sakit yang dilakukan Zina adalah bermain ponsel. Terlihat dia sedang mengetik sesuatu, dan Vano tak peduli dengan urusannya.

Hingga saat sampai di rumah sakit, Vano kembali menarik Zina supaya lebih cepat dalam berjalan. Dia tak mau Garlien kenapa-napa gara-gara keleletan Zina.

Vano segera membawa Zina ke sebuah ruangan di rumah sakit. Kemudian ia pergi dari sana, dia akan menemui keluarga Garlien supaya tak usah cemas.

Benar saja saat Vano sampai di sana. Lino, Geno dan Gina segera menghampirinya dengan rasa berharap. Dan Vano tak mau mengecewakan mereka.

Vano hanya menjawab perkataan mata mereka dengan anggukan. Hal itu membuat Lino, Gina dan Geno bernafas lega. Garliennya bisa sembuh sekarang.

Mereka menunggu di sana. Vano menempelkan badannya di tembok rumah sakit, semua lebam di tubuhnya belum di obati, bahkan darahnya sudah ada yang mengering. Dia tak sempat melakukan itu semua.

Ada perawat yang memintanya supaya luka di badan Vano segera di obati. Namun Vano menolak, dia tak punya waktu untuk melakukan itu.

Vano memejamkan matanya, berharap semuanya akan berlalu dengan segera. Vano tak bisa melihat Garlien hanya diam di ranjang rumah sakit.

Hingga akhirnya Zina datang, membuat mereka semua terkejut. Dan dia tersenyum ke arah semua orang, kemudian ia melihat Vano, tapi Vano memalingkan wajahnya.

Zina tetap tersenyum kemudian mengahampiri Gina. Dia akan melakukan sesuatu yang sangat mengejutkan semua orang, termasuk Vano.

"Hallo Tante , aku Zina yang donorin darah buat Garlien."

Seketika Gina memeluknya erat. Dia sangat berterimakasih dengan Zina karena mau menolong Garlien. Gina juga menangis di pelukan Zina, dan tak lupa dengan perkataan terimakasih yang tak terhenti.

Berbeda dengan Geno yang hanya diam membisu. Dia tak terlalu suka dengan Zina, menurutnya dia tak sebaik itu. Dia berpikiran seperti itu karena Vano terlihat tak suka dengan gadis bernama Zina itu.

Begitu pula dengan Lino, dia juga tak menyukai gadis itu. Biasanya dia akan langsung menggoda cewek yang bening-bening. Tapi entah kenapa menurutnya Zina itu tak pantas mendapatkan perlakuan itu.

Belum lagi Lino akan bertobat. Dia tak akan memainkan wanita lagi, dia melakukan itu hanya sebagai pelampiasan saat Vriska tiba-tiba menghilang. Bagaimana pun juga Lino hanya mencintai Vriska.

Zina melepaskan pelukan Gina dengan perlahan kemudian kembali tersenyum ke arah Gina. Lalu ia berbalik dan melihat Geno dan Lino, seketika Zina tersenyum walaupun tak terbalas.

Membuat Zina merasa kesal, kalo bukan di depan Vano tak mungkin dia akan bersikap semanis ini. Dia mencoba untuk tidak terbawa emosi.

Zina akhirnya berjalan ke arah Vano dan ingin mengobati lukanya. Dari tadi Zina ingin mengobati luka Vano, namun takut dia ngamuk.

Tapi sekarang dia tak takut lagi, dia punya jurus rahasia yang akan membuat Vano menurut dengannya. Dan sebentar lagi akan di mulai.

"Kamu mukanya kenapa? kakinya juga, tangan juga. Kok luka semua?" tanya Zina sambil mencoba menyentuh Vano namun tak jadi saat Vano memelototinya.

"Bukan urusan lo!" bentak Vano kemudian pergi dari sana.

Dia muak jika melihat muka Zina, mukanya yang di buat polos padahal sangatlah licik. Vano juga jijik saat melihat dirinya mencoba mendekatinya. Intinya apa pun yang berhubungan dengan Zina, Vano tak suka.

Zina membiarkan Vano berjalan menjauhinya. Zina berbalik menghadap ke hadapan keluarga Garlien. Zina rasa Vano sudah sangat dekat dengan keluarga Garlien. Ternyata mereka sudah sedekat ini, but bodo amat!

"Oh iya, aku juga mau bilang kalo aku ini pacarnya Vano."

Seketika langkah Vano berhenti. Apa yang dia katakan, telinga Vano masih benar kan? kenapa dia bisa sehalu itu. Vano berbalik dan melihat akting Zina.

"Jangan halu," jawab Lino saat melihat tak ada orang yang buka suara.

Gina juga sempat terkejut dengan penuturan Zina. Namun mungkin Lino benar, dia tengah berhalusinasi tingkat tinggi. Tak mungkin Vano berpacaran dengan Zina.

"Beneran! baru aja tadi kita jadian. Nggak ada yang mau ngucapin selamat sama hubungan kami? atau kali—"

Perkataannya terhenti saat Vano menariknya paksa. Dia tak akan membiarkan keluarga Garlien bingung dengan wanita sinting ini. Dia membawa Zina keluar dari rumah sakit.

Setelah mereka sudah keluar dari rumah sakit, Vano segera melepasakan tangan yang ada di lengan Zina. Membuat dia terpental dan akhirnya terjatuh karena tak bisa menyeimbangkan tubuhnya.

"Maksut lu apa?!"

Zina tersenyum kemudian berdiri dan membersihkan tubuh yang tekena tanah. Juga merapikan penampilannya. Dia harus terlihat cantik di depan Vano.

Setelah dia merasa sudah rapi Zina berjalan ke arah Vano dengan senyum yang tak kunjung berhenti. Vano rasanya ingin meninju mukanya, namun dia wanita. Tak mungkin Vano melakukan itu pada seorang wanita.

"Kan aku bilang aku mau donorin darah buat Garlien dengan satu syarat ... " kata Zina sengaja di buat penasaran.

"Dan syaratnya kamu jadi pacar aku."

Setiap dia bicara, setiap itu juga kakinya terus melangkah mendekat ke arah Vano. Dan saat tangannya akan menyentuh muka Vano dengan segera Vano memalingkan wajahnya.

Zina tersenyum. "Tapi tenang aja aku baik kok, kamu akan mulai pacaran sama aku setelah Garlien sudah di pulangkan ke rumah."

Vano tetap saja diam dan memalingkan wajahnya. Dia tak bisa pacaran dengan wanita itu, namun bagaimana pun dia mengatakan untuk memenuhi syarat yang dia mau. Lagi pula Zina juga sudah mendonorkan darahnya buat Garlien.

"Oke aku pulang dulu pacar."

Garlievano | I✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang