______
Vano sedang berkutik dengan soal matematika yang mematikan bagi orang yang tidak menyukainya. Namun bagi orang yang menyukai matematika akan serasa tantangan yang harus di selesaikan.
Tak lama Rivan datang dari luar kelas menuju meja Vano, ntah apa yang akan di lakukannya. Mungkin Rivan ingin merasakan bagaimana cueknya Vano. Bisa jadi.
"Heh Galpano! eh Galpino, pino? ice cream dong, ah jadi pingin," ujar Rivan sambil membayangkan pino ice cup, namun sesaat kemudian dia kembali ke dunianya.
"Lo di panggil guru noh kat—"
"Di?" tanya Vano sambil tetap mengerjakan soal matematikanya dengan serius.
"Di apa? di lap? di pel? diskon?" tanya Rivan pada Vano yang ngomongnya kelewat irit. Apakah dia tidak di ajari berbicara oleh orang tua nya?
"Dimana?"
"Ngomong dong dari tadi, kan jadinya gue keliatan kaya orang bodoh, ya walaupun emang bodoh sih, tapi nggak bodoh-bodoh amat kok, gue aja ma—"
"Di?"
"Lu mah ngomongnya dikit banget, padahal namanya panjang banget. Kontras tau nggak?! Gue banyak omong ya, maaf emang dari dulu gini. Kalo nggak ngomong kan kasian mulutnya, jadi nggak kerja ntar kalo nggak di gaji gimana? terus nggak ada pe—"
"Di?" ujar Vano sambil menutup bukunya dengan kasar lalu menatap manik mata Rivan.
"Santuy mas kalem, slow," ujar Rivan sambil menunjukan lima jarinya pada Vano, dan Vano menaikan satu alisnya pertanda minta penjelasan. "Di ruang pertemuan 1, tempatnya itu ada di se—"
Ucapan Rivan terhenti karena Vano pergi meninggalkannya, tanpa mengucapkan sepatah kata apa pun. Rivan hanya bisa sabar dengan mengelus dadanya, mengagap ini adalah ujian yang tidak di nilai di dunia, tapi berfungsi di akhirat nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garlievano | I✓
Teen FictionGarliena Gendies Gyanaputri : Manusia cantik, imut dan sifatnya sesuai mood. Dia tak pernah menyukai laki-laki kecuali laki-laki yang menolongnya dulu. Gue cuma suka sama dia, selamanya! Galvano Farrenza Faruq Al-Varo: Pencinta kesunyian, buku adala...