BAGIAN 61📌

912 98 9
                                    

______

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

______

"Gimana? berhasil?" tanya sesorang, Zina mengangkat kepalanya ke atas, melihat siapa yang mengajaknya berbicara.

"Robin."

Dengan segera Zina memeluk Robin, dan Robin menepuk-nepuk pundak Zina. Dia harap Zina bisa sadar dengan keadaannya saat ini.

"Robin, gue kurang apa sih? hiks ... hiks ... apa yang lebih dari Garlien? hiks ... Gue benci Garlien, gue benci, gu-gue benci," kata Zina parau di dampingi tangisnya yang pecah dengan seketika.

" ... " Robin terdiam membiarkan Zina mengeluarkan segala macam kepedihannya.

"Gue kurang apa? hiks."

"Na, kan gue udah pernah bilang. Jangan deketin Vano kalo nggak mau terluka," kata Robin menasehati.

"Ta-tapi ... hiks hiks gu-gue hiks," Zina tak bisa melanjutkan kata-katanya lagi, dadanya begitu sesak untuk mengucapkan sepatah kata berikutnya.

Robin memegang kedua pundak Zina supaya dia bisa melihat wajah Zina walaupun dia sedang tertunduk.

"Angkat muka lo," perintah Robin dan Zina dengan perlahan mengangkat mukanya dan melihat wajah Robin yang terlihat serius.

"Kenapa? lo suka sama Vano? lo yakin itu bukan opsesi?" tanya Robin berturut-turut membuat Zina hanya bisa diam, mematung.

Apakah dia sungguh mencintai Vano atau hanyalah opsesi belaka?

Opsesi?

"Setau gue cinta itu bukan untuk di paksakan," lanjut Robin dan tetap membuat Zina terdiam, terperangah akan ucapan Robin.

"Kenapa lu nggak nurutin ucapan orang tua lu? itu mungkin akan lebih baik," kata Robin pelan.

Robin dan Zina bernasib sama.

Robot yang di kendalikan oleh orang tua mereka. Boneka yang di kuasai oleh orang tua mereka. Dan budak yang patuh oleh perintah orang tua mereka.

"Gue bukan robot!" bentak Zina.

"Kalo lu bukan robot berarti lu boneka, nyatanya sama aja kan?" ucap Robin santai, namun membuat Zina kembali menangis tersedu-sedu.

Menjadi mereka memang tidak mudah, selalu di kekang oleh orang tuanya sendiri, selalu di batasi oleh kedua orang yang mereka sayangi.

Jika anak lain bisa bermimpi, lain hal nya dengan Robin dan Zina. Mimpi pun mereka dilarang, karena bagi orang tuanya mimpi adalah upaya. Upaya untuk mewujudkan mimpinya dan itu tak di perbolehkan.

Orang tua mereka takut rencana yang sudah dipersiapkan secara matang akan di rusak akibat mimpi dari sang anak.

~|•|~

Setelah cukup lama Zina terpuruk di tepat yang tidak tepat, akhirnya Robin bisa membawa Zina pergi dari sana.

Awalnya Robin meminta Zina untuk pulang, namun dia menolak dan Robin tau alasannya, walaupun dia tak mengungkapkanya.

Garlievano | I✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang