19. Tawaran Menjadi Kakak Ipar

2.6K 302 92
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

***

Aku tidak pernah menyangka dengan skenario dari-Nya yang membawa kita untuk bertemu lagi. Dengan alasan yang belum aku ketahui saat ini.

Pinta [Terakhir]
Rani Septiani

***

Setelah melaksanakan shalat Ashar di Masjid terdekat bersama gadis tadi yang belum Kayla ketahui namanya. Mereka berdua keluar dari Masjid dengan beriringan. Kayla duduk di tangga Masjid sembari memasang sepatu kesayangannya. Sementara gadis tadi berdiri di depan Kayla menunggu Kayla memasang sepatu. Sesekali mereka melemparkan candaan. Padahal baru kali ini mereka bertemu, tetapi tidak ada rasa canggung sedikit pun.

"Sudah selesai Dik?" tanya seorang lelaki.

"Belum, Mas." Adik yang berdiri di depan Kayla memberi jawaban.

Kayla merasa penasaran dan mendongakkan kepalanya, "Dokter Araz?" Kayla membeo dengan wajah terkejut.

"Mbak?" ucap Araz bersamaan.

"Mas sama Kak Kayla udah saling kenal ya?" tanya gadis di depan Kayla yang sudah sedikit bergeser.

Gadis itu menepuk dahi, "Oh iya, aku belum memperkenalkan diri. Kak Kayla kenalin aku Risa. Dan ini Kakak aku namanya Mas Araz," sambung Risa.

"Risa?" Kayla membeo berusaha mengingat sesuatu, kini Kayla sudah berdiri, "Aku ingat, kita pernah saling berkirim DM di instagram ya?" tanya Kayla dan Risa menganggukkan kepalanya.

"Iya salam kenal Risa dan Dokter Araz," lanjut Kayla sementara Araz hanya tersenyum kikuk sembari menganggukkan kepalanya.

"Mas ini Kak Kayla penulis favorit yang sering aku ceritain. Aku mau ngobrol sama Kak Kayla dulu ta soalnya tadi telat datang gara-gara Mas Araz tadi lama banget," kata Risa setelah hening beberapa saat karena tiba-tiba suasana menjadi canggung.

"Kalau begitu ngobrolnya di kafe saja. Bagaimana Mbak Kayla? Soalnya Risa tadi siang hanya makan sedikit," jelas Araz sembari mengusap pucuk kepala sang adik.

Kayla tampak berpikir, pasalnya mereka baru mengenal dan Kayla bukan tipe orang yang bisa langsung menyetujui jika diajak makan atau jalan bersama orang yang baru dikenalnya. Apalagi ia seorang diri. Kayla tidak bermaksud untuk suudzon, ia hanya lebih berhati-hati.

Tampaknya Araz mengerti kegelisahan Kayla, "Kita makan di kafe seberang jalan ini. Mbak jangan khawatir. Saya bukan orang jahat," kata Araz meyakinkan.

"Bukan ... bukan begitu. Aku tahu kalian orang baik. Hanya saja, aku sebagai seorang perempuan apalagi seorang diri hanya ingin lebih berhati-hati," jelas Kayla agar tidak menyinggung kakak beradik di hadapannya ini.

Risa terkekeh, "Baru kali ini ada yang takut sama Mas Araz. Biasanya cewek-cewek itu malah pada ngajak jalan duluan. Kak Kayla emang beda. Jadi kakak ipar aku aja yuk?" ajak Risa seenaknya.

Mengajak menjadi kakak ipar seperti mengajak beli permen saja. Pikir Araz.

"Risa," tegur Araz. Yang ditegur hanya nyengir tanpa merasa bersalah. Sementara Kayla hanya tersenyum.

***

Mereka duduk di kursi yang berada di sudut ruangan. Beruntung kafe ini tidak terlalu ramai, sehingga tidak menyebabkan suara bising yang berlebihan. Mereka memesan makan, lalu menikmati hidangan dalam diam. Selain karena itu sudah menjadi kebiasaan mereka saat makan. Mereka juga terhanyut dalam pikiran masing-masing. Terutama bagi Kayla, ia tidak menyangka kalau Risa adalah adik dari Dokter Araz.

"Maaf, Dokter Araz. Aku nggak bermaksud untuk ikut campur atau masuk terlalu jauh dalam urusan keluarga Dokter. Tetapi setelah aku membaca DM dari Risa. Melihat sikap Risa. Aku merasa sangat perlu untuk terlibat. Aku hanya berharap setelah mengetahui titik permasalahannya bisa menemukan solusi yang terbaik. Jadi aku meminta izin disini bukan sebagai penulis yang selalu Risa kagum-kagumkan. Melainkan sebagai sesama perempuan, sekaligus sebagai seorang yang memang memahami situasi dan kondisi," jelas Kayla setelah mereka selesai makan.

Araz mengangguk paham, "Maaf, maksud dari memahami situasi dan kondisi itu bagaimana?" tanya Araz tidak paham.

"Kak Kayla ini lulusan jurusan psikologi, Mas." Kali ini Risa yang menjawab.

"Baiklah kalau Mbak ternyata memang seorang yang lulusan dari jurusan psikologi. Saya memberi izin. Saya percayakan sama Mbak Kayla. Saya juga berharap kalau persoalan ini tidak tersebar. Karena biar bagaimana pun, ini sebenarnya persoalan keluarga. Tetapi karena saya sangat menyayangi Risa dan berharap semuanya bisa baik-baik saja maka saya izinkan," jelas Araz.

"Jadi itu, orang tua aku pengen aku masuk jurusan kedokteran, Kak. Sedangkan aku itu sejak sekolah nggak terlalu paham dengan mata pelajaran yang berhubungan dengan IPA. Walaupun aku jurusan IPA. Itupun masuk jurusan IPA dipaksa sama Papa. Les sana sini. Harus jadi juara kelas. Sekolah, ekstrakurikuler, les itu full dari senin sampai sabtu," jelas Risa dengan mata berkaca-kaca, ia menarik napas berat dan melanjutkan, "Karena aku mau buat Papa dan Mama bangga. Aku nurut aja. Aku kira dengan aku nurut saat SMA masuk jurusan IPA. Papa nggak akan maksa aku buat masuk kedokteran. Ternyata Papa tetap maksa. Aku nggak mau Kak masuk kedokteran. Bukan karena benci. Tapi karena aku tahu betul kalau kemampuan aku bukan dalam bidang kedokteran. Ngeliat Papa, Mama, Mas Araz jadi Dokter buat aku paham bahwa tanggung jawab mereka berat. Kalau aku salah-salah menangani pasien. Nyawa orang lain yang akan jadi taruhannya." Risa terisak setelah menjelaskan.

Kayla memeluk Risa, tidak menyangkan gadis yang selama ini selalu memancarkan kebahagiaan dengan senyuman cerianya begitu menyimpan luka dan beban dalam hidupnya. Kayla mengusap air mata di kedua pipi Risa. Araz mendorong tisu yang ada di atas meja agar mudah dijangkau oleh kedua perempuan yang duduk tepat di hadapannya.

"Aku itu suka sama bidang literasi. Aku pengen kuliah masuk jurusan sastra indonesia, Kak. Aku udah jelasin ke Papa dan Mama dengan cara yang disarankan, Kakak. Tapi mereka tetap nggak mau ngerti," lanjut Risa.

"Kamu hebat Risa. Menjadi anak yang berbakti dengan menuruti dan membuat bangga orang tua. Kakak bangga sama kamu. Kakak juga tahu kamu sekarang ingin membuat mereka bangga dengan pilihan kamu. Dan orang tua kamu juga bersikap seperti itu alasan pertama mereka juga pasti untuk kebaikan kamu. Yang terkadang alasan ini yang belum mampu kita pahami. Boleh kakak bertemu orang tua kamu?" tanya Kayla sembari melirik Araz.

"Bagaimana Dokter? Apakah boleh? Aku nggak akan masuk terlalu jauh dalam permasalahan ini. Aku hanya berusaha dengan mencoba berbicara secara langsung. Hanya sekali bertemu dengan orang tua kalian. Dan, itupun jika diizinkan. Jika nggak diizinkan, aku nggak akan memaksa karena itu hak kalian." Kayla berusaha memberi pengertian kenapa ia ingin bertemu dengan orang tua Araz dan Risa.

***

Kira-kira Kayla bakalan ketemu nggak ya sama orang tua Dokter Araz dan Risa?

#DiRumahAja

Jangan lupa vote dan komen yaa :)

Tag me on instagram @ranisseptt_ if you share quotes from this story.

Jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan yang utama.

Pinta [Terakhir] | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang