30. Sebuah Pertanyaan

2.3K 268 89
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

***

Melangkah pergi dan berharap luka di hati ikut terobati. Namun, sejauh apapun kita melangkah. Jika hati belum bisa mengikhlaskan, maka rasa itu akan tetap ikut bersama kepergian kita.

Pinta [Terakhir]
Rani Septiani

***

Kayla melangkah masuk ke dalam bandar udara dengan ditemani Tiara, Fadhlan, dan Zia. Dua hari yang lalu, Kayla menyampaikan niatnya yang ingin tinggal beberapa bulan di Surabaya. Orang tuanya pun memberi izin dan percaya bahwa Kayla bisa menjaga diri dengan baik walaupun berjauhan dengan orang tua dan keluarga. Sementara Zia sepertinya masih belum bisa melepas sang kakak untuk pergi, saat ini saja Zia terus saja menggandeng tangan Kayla seolah tidak ingin sang kakak pergi jauh.

Jika ditanya apakah Kayla memiliki keluarga yang tinggal di Surabaya? Maka jawabannya adalah tidak. Tetapi di Surabaya ia mengenal banyak sahabat pena yang sudah seperti keluarga baginya. Sebenarnya ada sedikit rasa takut dalam hati Kayla saat harus berjauhan dengan orang tua dan keluarga. Tetapi tekadnya sudah bulat.

"Hati-hati ya Teh. Jangan lupa shalat tepat waktu. Pokoknya ibadah harus nomor satu, sesibuk apapun Teteh." Nasihat Tiara pada putri sulungnya. Kayla tersenyum dan mengangguk, lalu memeluk sang Bunda.

"Jaga diri baik-baik, Teh. Jangan takut, karena Allah selalu bersama kita. Kalau Teteh butuh sesuatu telepon aja kita. Begitu sampai sana nanti video call ke kita." Fadhlan berucap dengan bijak. Kayla tersenyum dan memeluk sang Ayah.

Kini Kayla beralih menatap Zia yang sedari tadi menunduk, Kayla tahu bahwa Zia sedang menahan tangisan saat ini. "Jangan sedih gitu atuh, Teteh juga perginya cuma beberapa bulan aja. Nanti kalau udah selesai, Teteh bakalan balik lagi." Kayla memberi penjelasan pada Zia agar sang adik tidak terlalu merasa sedih.

"Teteh jangan telat makan. Sering-sering kabarin, Zia ya. Zia pasti bakalan kangen banget sama Teteh. Teteh janji ya ... jangan lama-lama." Zia berucap dengan air mata berlinang.

Kayla mengangguk dan langsung memeluk sang adik, tak lupa Kayla mencium kening adiknya itu.

Setelah berpamitan, Kayla mengambil koper dan mulai melangkah menjauh sembari melambaikan tangan. Sebulir air mata jatuh dari matanya. Sebenarnya berat bagi Kayla untuk berjauhan sejauh ini dari orang-orang yang ia sayangi. Karena bagi Kayla, orang tua dan adiknya adalah sumber semangatnya untuk terus melangkah dan berjuang.

Tanpa Kayla sadari seorang lelaki menggunakan masker juga kacamata hitam langsung berbalik badan saat tahu Kayla berjalan mendekat ke arahnya. Karena tidak ingin Kayla mengetahui keberadaannya, lelaki itu berjalan ke arah yang berlawanan sembari menundukkan kepalanya. Sementara Kayla terlalu fokus dengan keadaan hatinya, sehingga ia tidak menyadari gerak-gerik lelaki itu.

***

Setibanya di Surabaya, Kayla langsung menuju rumah kontrakkannya. Ia sengaja tidak kos melainkan mengontrak rumah. Agar ia bisa lebih nyaman dan merasa seperti berada di rumahnya sendiri. Kayla mengetahui rumah yang dikontrakkan ini melalui sahabat pena yang tinggal di Surabaya.

Tok tok tok

Kayla baru lima menit yang lalu tiba di kos-kosan ini. Dan sudah ada tamu pertama yang datang ke rumahnya. Ia langsung membuka pintu.

"Assalamualaikum. Kak Kayla," sapa Risa dan langsung memeluk Kayla.

"Waalaikumussalam, Risa. Kamu sendiri? Ayo masuk ke dalam." Kayla mengajak Risa masuk.

"Aku sama--"

"Risa ini makanannya ketinggalan," ucap seseorang di belakang Risa. Membuat kedua perempuan itu menoleh.

"Dokter Araz?" ucap Kayla sembari tersenyum.

"Mbak Kayla?" Araz terkejut. Pasalnya tadi Risa tidak memberi tahu akan bertemu dengan siapa. Risa hanya berkata akan bertemu dengan calon kakak iparnya. Dan Araz mengira Risa hanya bercanda, "Ini saya mau mengantar makanan yang Risa beli untuk Mbak katanya. Ketinggalan di mobil," jelas dokter Araz.

"Makasih, Mas aku yang paling ganteng dan baik hati," Risa berucap dengan gaya lebaynya. Membuat Araz menggelengkan kepala dan Kayla terkekeh.

"Saya titip Risa ya Mbak."

"Iya, Dokter."

Setelah berpamitan, Araz berlalu pergi. Ia akan mengisi seminar tentang kesehatan remaja yang diadakan oleh kampusnya dulu.

Selepas kepergian Araz. Kayla dan Risa masuk ke dalam rumah. Kayla mengajak Risa ke ruang makan. Karena ia belum sempat makan siang dan akan mengajak Risa untuk makan siang bersama.

"Kak Kay, suka nggak sama Mas Araz?" tanya Risa disela-sela makan siang.

"Uhuk ... uhuk."

"Kakak kenapa? Minum dulu Kak," kata Risa panik.

Setelah berhenti batuk, Kayla memikirkan jawaban untuk Risa, "Em ... suka gimana? Dokter Araz baik, jadi semua orang pasti suka."

"Ih, Kak Kay. Maksud Risa bukan suka itu. Aku nanya to the point deh. Kak Kay ada rasa nggak sama Mas Araz?" tanya Risa. Risa tidak pernah lelah untuk menjadikan Kayla sebagai kakak iparnya.

"Kamu ada-ada aja. Rasa kagum iya. Kakak kamu itu Dokter. Dan kakak kagum," jawab Kayla dengan tenang. Ia kembali menikmati makan siangnya. Sementara Risa masih belum puas dengan jawaban Kayla. Ia sangat penasaran sekali, apa Kayla menaruh rasa atau tidak dengan kakaknya. Kalau iya, maka dia akan langsung menyuruh Araz untuk melamar Kayla.

***

Setelah melaksanakan shalat Isya, Kayla duduk di tepi ranjang. Ia merasa seperti ada yang keluar dari kedua hidungnya. Kayla meraba bagian atas bibirnya dan ia melihat apa yang sebenarnya keluar dari hidungnya.

"Astaghfirullah," Kayla terkejut setelah melihat jari tangannya, ternyata darah.

"Aku mimisan?" Kayla bermonolog.

Ia segera mencuci tangan dan hidungnya. Ada sedikit rasa khawatir di dalam hati Kayla. Karena ini pertama kalinya Kayla mimisan. Tapi rasa khawatir itu tertutup oleh anggapan bahwa dirinya hanya kelelahan membereskan rumah.

***

Dinda duduk di balkon kamarnya. Ia tersenyum menatap bintang yang bersinar dengan indah. Ternyata penantiannya sejak SMA berbuah manis. Seseorang yang ia cintai, ternyata menyampaikan niat baik untuk melamarnya. Sebenarnya Dinda tidak menyangka kalau Fauzan menaruh rasa yang sama padanya. Padahal dulu saat SMA, rasa cintanya terpatahkan karena ia mengetahui berita kalau Fauzan menyukai salah satu siswi populer di sekolah mereka.

"Aku bahagia banget. Tapi aku juga penasaran sama perempuan yang Fauzan kenalin sama aku di taman pintar," Dinda bermonolog, "Kayla? Iya benar nama perempuan itu, Kayla.  Kenapa dia terlihat sedih ya saat Fauzan bilang kalau aku calon istrinya?"

Pertanyaan itu yang selalu mengusik Dinda, ia melihat tatapan berbeda dari Kayla untuk Fauzan. Apa iya dia menyukai Fauzan? Tapi Fauzan tampak biasa aja. Seperti tidak ada hubungan yang spesial diantara mereka. Batin Dinda.

***

Siapa ya lelaki yang menggunakan masker itu?

Tag me on instagram @ranisseptt_ if you share quotes from this story.

Jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan yang utama.

Pinta [Terakhir] | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang