31. Cara Terbaik Melepasnya

2.3K 282 195
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

***

Mengikhlaskan menjadi pilihan. Menutup rapat segala kenangan. Tanpa benci dan dendam. Karena sejatinya segala hal terjadi agar bisa kita jadikan pembelajaran untuk kedepannnya.

Pinta [Terakhir]
Rani Septiani

***

Setelah mandi dan sarapan, Kayla mengambil laptop di kamarnya dan berjalan menuju taman belakang rumahnya. Ia duduk di gazebo dan mulai melakukan aktivitasnya. Banyak Kayla dengar tetangga sekitar rumah orang tuanya yang menyayangkan keputusan Kayla berhenti bekerja. Dengan alasan kalau banyak sekali orang yang menginginkan posisi Kayla. Yang lebih menusuk hati, mereka mengatakan kalau Kayla tidak pandai bersyukur. Sudah dapat kerjaan enak, malah berhenti. Dan apa tanggapan Kayla? Ia hanya tersenyum. Senyum yang begitu tulus, bukan senyum meremehkan.

Bagi Kayla setiap orang berhak menentukan pilihannya sendiri, yang terpenting keputusan yang diambil itu tidak melanggar apa yang sudah ditetapkan oleh-Nya. Dan, jangan lupa untuk selalu meminta petunjuk dan melibatkan Allah dalam mengambil keputusan itu. Agar nantinya kita tidak menyesali keputusan yang sudah kita ambil.

Perihal Kayla keluar dari pekerjaannya atas dasar pertimbangan dan tidak asal main keluar saja. Bukan hanya karena ingin melupakan Fauzan, tapi Kayla merasa bahwa ia merasa kinerjanya juga agak menurun karena tidak fokus. Sebenarnya Kayla bisa saja terus lanjut bekerja. Tapi ia tidak mau menjadi beban untuk kantor dengan kinerjanya yang kurang maksimal.

Untuk soal tentangga yang menyayangkan ia berhenti karena sudah cape-cape kuliah. Menurut Kayla, semua ini tidak ada yang sia-sia. Ilmu yang ia dapatkan saat kuliah bisa ia terapkan untum diri sendiri. Bisa ia bagikan melalui setiap novel yang ia tulis. Bisa ia bagikan melalui sosial media. Tidak ada yang sia-sia kan?

Rezeki itu sudah diatur oleh Allah. Tugas kita adalah menjemput rezeki itu dengan jalan yang diridhoi-Nya. Lantas, dimana letak Kayla tidak bersyukur? Ia tetap bekerja sebagai seorang penulis. Ilmu yang ia dapatkan semasa kuliah juga tetap ia bagikan agar bermanfaat. Ya, walaupun bukan dengan bekerja dibidang yang sesuai dengan jurusannya saat kuliah. Tetapi, yang terpenting kan ilmu yang dimilikinya tetap bisa bermanfaat bagi semua orang.

Seperti itulah, setiap orang memiliki cara pandang yang berbeda-beda. Tidak mengapa, asalkan jangan jadikan itu sebagai pemicu perselisihan. Karena hidup ini kita yang menjalankan. Dan, yang perlu kita ingat segala sesuatu yang kita kerjakan akan dimintai pertanggung jawaban kelak.

Saat membuka folder novel terbarunya, Kayla tidak sengaja mengklik folder novel yang belum selesai. Kayla jadi teringat lagi dengan Fauzan.

"Terima kasih, kak ... karena sudah pernah hadir walau hanya untuk sementara. Aku bahagia pernah mengenal kak Fauzan. Meskipun ada luka yang tertinggal di hati. Aku jadikan semua ini sebagai pembelajaran untuk kedepannya. Semoga kakak bahagia bersama dia ... pilihan kakak," Kayla berhenti sejenak. Menarik napas dan mengembuskannya, "Aku akan simpan file novel ini di tempat yang nggak mudah aku temukan. Sama seperti aku yang sedang berusaha mengikhlaskan kakak. Tanpa benci, tanpa melupakan. Cukup aku simpan rapat tanpa perlu dikenang. Aku sudahi novel ini, karena sumber inspirasiku sudah pergi tanpa pamit dan membawa semua cerita yang akan aku tuangkan ke dalam tulisan. Maaf, aku nggak bisa menyelesaikan novel ini." Kayla bermonolog lalu memindahkan file novel itu. Cara terbaik untuk melepas seseorang yang pernah kita cintai adalah dengan mengikhlaskan bukan dengan melupakan. Jika mengikhlaskan maka kita sudah benar-benar melepaskannya. Tapi kalau hanya sekadar dilupakan nantinya kita bisa kembali teringat dan itu hanya akan membuka luka lama.

***

Lelaki berkulit putih dan bergigi kelinci itu sedang berjemur di belakang rumah barunya. Wajahnya yang baby face, sering membuat orang lain yang baru mengenalnya mengira ia adalah seorang ABG. Padahal ia sudah menjadi seorang dokter umum saat ini. Senyumnya masih tetap sama, mampu membius dan membuat kaum hawa jatuh hati padanya. Tutur katanya yang sopan, juga perangai yang baik. Dan jangan lupakan, kalau ia sangat mudah bergaul dengan siapa saja.

Drrrttt drrrttt drrrtt

Ia menatap layar ponsel yang menyala, tertulis nama seorang perempuan yang akan menjadi calon istrinya. Lelaki itu menarik napas dan mengembuskannya sebelum memgangkat telepon itu.

"Assalamualaikum, Dinda." Fauzan berkata setelah menempelkan benda pipih itu ke telinga kanannya.

"Waalaikumussalam, Mas Fauzan." Sebenarnya Dinda dan Fauzan iti seumuran, dulu Dinda memanggil tanpa panggilan Mas. Namun, kini status mereka bukan teman. Melainkan sepasang calon suami istri, sehingga membuat Dinda harus membiasakan menggunakan panggilan itu.

Fauzan tersenyum samar saat mendengar panggilan baru Dinda untuknya, "Ada apa, Din?"

"Aku mau nanya sesuatu. Tapi ... Mas jangan marah," Dinda memberi jeda sebelum melanjutkan pertanyaannya, "Aku mau nanya soal perempuan yang bernama ... Kayla."

Sudah Fauzan duga, cepat atau lambat Dinda akan menyakan perihal ini. Mudah saja Fauzan memberikan jawaban karena memang diantara dirinya dan Kayla tidak memiliki hubungan apapun, "Iya kenapa dengan Kayla, Din?"

"Mas ada hubungan apa sama Kayla? Apa dia pernah menjadi orang yang spesial di hati Mas Fauzan?" tanya Dinda sedikit ragu.

Fauzan terkekeh, "Pertanyaan kamu itu ada-ada aja. Mas nggak ada hubungan apa-apa dengan Kayla. Kami hanya sebatas narasumber dan penulis. Kayla itu penulis novel dan sering bertanya mengenai dunia kedoktersan sama Mas. Dan nggak ada yang spesial diantara Mas dan Kayla."

Mengingat Kayla, Fauzan jadi teringat kalau kemarin ia bertemu dengan perempuan itu bandar udara. Fauzan enggan bertegur sapa. Dan memilih menghindar. Lagi pula, diantara mereka sudah tidak ada keperluan apapun. Jadi untuk apa lagi berkomunikasi? Fauzan tidak ingin membuat Dinda cemburu. Begitu pikir Fauzan.

"Oh gitu. Aku udah lega sekarang. Mas baik-baik ya di sana. Jaga kesehatan dan jaga hati. Ingat, ada aku disini." Dinda menutup mulutnya setelah mengatakan itu karena merasa malu dengan ucapannya.

"Iyaa calon istri yang baik hati. Kamu juga," ujar Fauzan. Membuat kedua pipi Dinda bersemu merah.

Obrolan di telepon berakhir, dengan Fauzan sedikit memberi gombalan sebelum telepon ditutup. Begitulah, Fauzan. Sepertinya menggombal adalah salah satu hobi barunya. Tanpa peduli, apa akibat dari ucapannya itu. Tidakkah Fauzan tahu, ucapannya bisa membuat orang lain merasa baper dan tersakiti?

***

Kalian ada yang greget nggak sama Dinda dan Fauzan? 😆
Atau kalian setuju dengan pasangan ini? 😅

Tag me on instagram @ranisseptt_ if you share quotes from this story.

Jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan yang utama.

Pinta [Terakhir] | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang