39. Kabar untuk Araz

2.3K 291 184
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

***

Masa depan yang tidak pernah aku tahu akan seperti apa. Segala do'a-do'a baik selalu aku panjatkan, memohon agar semuanya baik-baik saja.

Pinta [Terakhir]
Rani Septiani

***

Setelah selesai mengemasi pakaian dan barang-barang, Kayla istirahat sejenak. Ternyata menyusun pakaian ke dalam koper saja sampai menguras tenaganya seperti ini. Ini pasti karena akhir-akhir ini Kayla tidak pernah berolahraga dan lebih sibuk berada di depan laptop dan ponsel pintarnya.

Kayla
Assalamualaikum, Dokter Araz. Tadi malam saya sudah menelpon orang tua saya. Memberi tahu niat baik Dokter Araz. Dan orang tua saya, mempersilakan Dokter Araz untuk langsung datang saja ke rumah untuk menemui orang tua saya.

Dokter Araz
Waalaikumussalam, Mbak Kayla. Alhamdulillah, terima kasih Mbak. Insyaa Allah, lusa itu hari Minggu. Saya akan berangkat ke Kalimantan Timur untuk menemui orang tua Mbak Kayla. Pesan ini tidak perlu Mbak Kayla balas. 🙏

Kayla tersenyum saat membaca chat dari Araz. Ternyata sebahagia ini rasanya saat tahu ada seorang lelaki baik-baik yang akan datang ke rumah untuk meminta izin melangkah ke jenjang yang lebih serius.

***

Setibanya di rumah, Kayla langsung istirahat di kamarnya karena sangat lelah setelah menempuh perjalanan udara lalu perjalanan darat dari bandara ke rumah orang tuanya.

Tok tok tok

"Teh, Zia masuk yaa," teriak Zia dari depan pintu kamar. Padahal Kayla baru saja ingin memejamkan kedua matanya.

"Iyaa masuk aja," jawab Kayla sedang suara paraunya. Kayla merasakan tubuhnya luar bisa lelah dan lemas. Baru kali ini ia merasa sangat lelah.

"Dokter ganteng yang sholeh itu ya Teh yang mau ke sini?" tanya Zia antusias setelah duduk di kasur Kayla.

"Iyaa nanti hari Minggu mau ke sini," jawab Kayla sembari tersenyum.

"Teteh kenapa pucet gitu? Matanya juga sayu. Teteh sakit ya? Teteh kelihatan lebih kurus juga sekarang," ungkap Zia bertubi-tubi membuat Kayla semakin mengembangkan senyuman. Ia tidak ingin membuat sang adik khawatir.

"Paling Teteh cuma kelelahan aja. Kamu jangan berlebihan," ujar Kayla berusaha meyakinkan. Zia hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Ya udah Teteh istirahat ya." Setelah mengatakan itu, Zia melenggang keluar kamar Kayla dengan senyum sumringah karena sebentar lagi akan memiliki seorang kakak ipar yang idaman sekali.

Sepertinya aku harus periksa ke dokter, batin Kayla.

***

Hari Minggu yang sangat membuat jantung Kayla berdetak di luar batas normal, apalagi penyebabnya kalau bukan karena kedatangan Araz ke rumahnya. Araz tadi menghubungi Ayahnya Kayla untuk memberi tahu kalau setengah jam lagi dia akan sampai.

Tok tok tok

"Assalamualaikum," ucap seseorang yang mengetuk pintu.

Zia berjalan cepat dari ruang keluarga untuk membukakan pintu, "Waalaikumussalam. Iyaa sebentar," ujar Zia dari belakang pintu.

Ceklek

"Dokter sholeh?" gumam Zia sembari tersenyum menampilkan deretan giginya.

Adit mengerutkan kening sejak kapan adiknya berganti nama jadi sholeh?

"Kamu udah ganti nama dari Araz jdi sholeh?" tanya Adit pada Araz membuat Zia dan Araz terkekeh.

"Hehe. Maaf, maksud Zia itu Dokter Araz yang sholeh. Ini disebelah Kakak Dokter siapa namanya Pak?" tanya Zia.

"Pak?" Adit membeo, "Emang muka aku kelihatan tua banget ya sampai dipanggil Pak? Berarti aku harus buru-buru nikah dan punya anak, biar orang kalau mau manggil Pak nggak akan aku permasalahkan." Adit berucap panjang lebar membuat Zia tertawa.

"Maaf atuh. Zia panggilnya siapa Kakak juga?"

"Nah itu baru panggilan yang cocok adik manis," jawab Adit membuat Araz menggelengkan kepala. Jangan bilang Kakaknya menyukai Zia.

"Okee Kakak manis," sahut Zia membuat senyum Adit kian sumringah.

"Siapa Neng?" tanya Bunda dari dalam rumah.

"Kakak Dokter sholeh sama Kakak manis, Bunda." Zia menepuk dahi, "Astaghfirullah, Zia sampai lupa. Silakan masuk Kakak Kakak."

Akhirnya kedua lelaki tampan itu masuk dan duduk di sofa ruang tamu setelah dipersilakan oleh Zia. Zia pamit untuk memanggil kedua orang tuanya dan sang kakak.

Setelah semuanya berkumpul, Adit membuka suara, "Sebelumnya saya mau mengucapkan terima kasih kepada Bapak dan Ibu karena sudah memberikan izin kepada kami untuk bersilaturahmi kemari. Saya Adit, Kakak dari Araz. Maksud kedatangan kami kemari bukan hanya sekadar itu berkunjung. Tetapi ingin menyampaikan niat baik adik saya pada Kayla," jelas Adit lalu ia melirik ke arah Kayla yang masih setia menunduk.

"Apa yang dikatakan Kakak saya tadi benar adanya. Saya kemari ingin meminta izin pada Bapak dan Ibu untuk mengajak Kayla pada jenjang pernikahan. Itupun bila Bapak dan Ibu memberi izin dan restu. Jika iya, nanti saya akan datang lagi kemari bersama orang tua saya untuk melangsungkan khitbah atau lamaran." Kini Araz yang melanjutkan.

Fadhlan tersenyum, "Saya hargai niat baik dari Nak Araz. Tetapi sebelum saya memberi jawaban, saya ingin mengajukan satu pertanyaan. Kenapa Nak Araz lebih memilih Kayla? Padahal banyak gadis lain di luar sana yang lebih baik dari anak kami."

Araz menarik napas merasa gugup, "Saya sudah meminta petunjuk kepada Allah dengan melaksanakan shalat istikharah. Dan Mbak Kayla adalah jawabannya. Mungkin memang banyak perempuan di luar sana yang lebih baik dari Mbak Kayla. Tetapi baru kali ini saya menemukan yang seperti Mbak Kayla. Akhlak yang baik, rendah hati, tutur kata yang baik, menjaga batasan dengan yang bukan mahram. Yang Insyaa Allah, Mbak Kayla bisa menjadi istri dan kelak ibu yang baik," jelas Araz panjang lebar. Dahinya sudah berkeringat dan itu membuat Zia terkekeh. Adit melirik Zia dan akhirnya ikut terkekeh. Ternyata jawaban Araz semakin membuat Kayla menunduk.

"MasyaAllah. Kayla adalah anak yang baik. Tidak pernah membantah orang tua sedikit pun. Saya hanya berharap, jika memang kamu benar jodoh Kayla. Tolong jangan buat dia bersedih. Jika kalian ada masalah, selesaikan baik-baik. Jangan pernah bentak dia karena seorang wanita itu bukan untuk dikasari, tetapi dibimbing dengan setulus hati. Insyaa Allah, saya menerima niat baik kamu. Tetapi semuanya saya serahkan pada Kayla. Bagaimana Teh?" tanya Fadlan sembari melirik putri sulungnya.

Tiara menyentuh punggung tangan Kayla karena anaknya itu masih diam, "Bismillah. Saya terima niat baik Dokter Araz."

"Alhamdulillah," ucap semua yang ada di ruangan itu.

Sementara di tempat lain, Rere sedang berusaha untuk ikhlas. Ternyata seperti ini rasa sakitnya. Rere jadi teringat dengan Kayla dulu yang berusaha mengikhlaskan Dokter Fauzan. Kini dirinya yang harus mengikhlaskan Dokter Araz. Ia berharap Kayla bahagia bersama Dokter Araz. Rere jadi penasaran kenapa Dokter Fauzan tidak pernh berkabar lagi dengan Kayla.

***

Ada yang kangen Pinta [Terakhir]?
Atau kangen sama Rani? 😆😂

Kalau cerita ini diterbitkan, temen-temen setuju nggak?
Kalau setuju, setelah cerita ini selesai jangan dihapus dulu ya dari perpustakaan temen-temen. Karena nanti akan saya informasikan di wattpad dan instagram. 😊

Tag me on instagram @ranisseptt_ if you share quotes from this story.

Jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan yang utama.

Pinta [Terakhir] | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang