Bismillahirrahmanirrahim
***
Akankah pertemuan ini menghantarkan kita pada kebersamaan? Atau justru membuka peluang perpisahan dan menjumpai kata bernama mengikhlaskan.
Pinta [Terakhir]
Rani Septiani***
Setibanya di Surabaya, Kayla langsung menuju kafe yang dimaksud Adit. Sebenarnya Kayla menolak untuk bertemu saat tahu hanya berdua, tetapi akhirnya Adit mengajak Risa. Sehingga Kayla bersedia untuk bertemu. Sebenarnya tubuhnya sangat lelah, tapi Adit berkata ia hanya akan berada di Surabaya hari ini mengingat pekerjaannya di kantor yang tidak sedikit. Dan Adit tidak bisa seenaknya mengambil cuti.
Hening tercipta diantara mereka bertiga, Adit memberi kode pada Risa untuk pindah meja. Karena ia tidak ingin membuat Risa ikut merasa sedih karena tahu Araz dan Kayla tidak mendapat restu orang tua mereka.
"Kak Kay, Mas Adit. Risa pindah meja ya mau nugas soalnya. Deket kok mejanya jadi tenang aja," ujar Risa sembari bangkit dan pindah meja. Ia mengeluarkan laptop karena memang akan mengerjakan tugas.
"Maaf, Kak. Sebenarnya ada apa Kakak ngajak aku ketemu di sini?" tanya Kayla. Jujur saat ini ia sangat ingin merebahkan tubuhnya. Rasanya rasa lelah ini sudah tidak bisa ditahan lagi.
"Soal kalian yang nggak dapat restu papa dan mama. Gue udah tahu dari Araz. Sebenarnya gue nggak berhak ikut campur. Tapi gue rasa, gue perlu bantuin kalian."
Kayla tampak berpikir, hingga sebuah ide muncul dalam benaknya, "Sebelumnya terima kasih, Kak. Tapi maaf, biarkan aku dan dokter Araz yang menyelesaikan ini. Aku nggak mau ngebuat hubungan Kakak dan orang tua Kakak semakin renggang gara-gara kami."
Adit tersenyum hambar, "Udah dari dulu hubungan kita renggang. Nggak ada anak yang mau durhaka sama orang tuanya. Begitu pun gue, tapi keadaan seolah maksa gue buat ada di posisi ini. Gue nggak mau ngambil resiko besar dengan jadi dokter tapi nggak tahu apa-apa. Itu sangat membahayakan pasien. Belum lagi kalau gue nggak lolos dapet gelar dokter. Gue cuma bakalan nambah malu mereka," jelas Adit sembari menerawang ke masa lalu.
Kayla tersenyum, setidaknya jika ia memang tidak mendapat restu dari orang tua Araz. Ia akan membantu membuat hubungan Adit dan orang tuanya seperti dulu.
"Kenapa Kakak nggak coba buat dateng dan minta maaf. Maksud aku gini, minta maaf kan nggak selalu karena kita salah. Bahkan orang yang nggak salah, tapi berani buat minta maaf duluan itu hebat banget menurut aku. Karena ngeliat keadaan Kakak sekarang yang udah sukses. Pasti orang tua Kakak akan ngerti dan nerima," Kayla berusaha membujuk.
"Percuma, Kay. Gue nggak mau ngulang luka yang sama. Kata-kata papa di masa lalu terlalu menyakitkan, bahkan gue nggak sanggup walau cuma sekadar mengingat."
"Nggak ada yang percuma, Kak. Selama kita mau mencoba. Meski harus tertusuk duri yang sangat menyakitkan. Tersayat pisau yang mengerikan. Atau menahan perih luka yang diberi garam. Walau harus membuka luka lama yang udah Kakak pendam," ucap Kayla sembari terkekeh.
Adit tertawa, "Serius deh. Gue tahu lo penulis. Tapi tolong jangan pakai perumpamaan yang sulit. Tapi untung gue paham apa yang lo maksud. Tapi kalimat perumpamaan yang lo gunain itu serem."
Kayla ikut terkekeh, ia sengaja menggunakan perumpaan tertusuk duri, tersayat pisau, dan ditaburi garam. Itu maksudnya adalah perkataan orang tua Adit yang mungkin bisa sangat menyakiti hatinya bahkan meninggalkan perih di hati. Itu hanya sekadar perumpamaan, bukan sungguhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pinta [Terakhir] | TAMAT
Spiritual[Spiritual - Romance] Lelaki berperangai baik telah berhasil menggetarkan hati perempuan muda yang memiliki senyum menawan itu. Apakah lelaki itu menaruh rasa yang sama padanya? Disaat yang bersamaan ternyata ada lelaki lain yang mengagumi sosok per...