6. Bertemu Risa

3.7K 328 16
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

***

Kita harus selalu berusaha untuk mengucapkan hal-hal yang baik. Agar saat ucapan itu terkabul, kita tidak menyesal dengan apa yang pernah kita ucapkan karena itu ucapan yang baik. Dan, bila belum terkabul kita harus tetap bersabar karena Allah Maha Mengetahui sedangkan kita sebagai hamba tidak mengetahui.

~Pinta [Terakhir]~
Rani Septiani

***

Di dalam kafe mewah dengan area hijau memesona yang bernama Domicile Kitchen Lounge, Araz sedang duduk berhadapan dengan Risa. Setelah aksi ngambek yang dilakukan Risa karena sudah menunggu Araz selama dua puluh menit di sini, akhirnya ia tidak marah lagi karena dijanjikan untuk membeli semua makanan kesukaannya oleh Araz.

"Itu kardus apa?" tanya Araz saat menyadari Risa membawa sebuah kardus berukuran cukup besar.

"Oh ini...semua novel yang udah berkali-kali aku baca. Mau aku sumbangin semua soalnya sekarang aku udah pindah haluan baca novelnya," jawab Risa santai.

"Pindah haluan? Jangan aneh-aneh, emang kamu baca novel genre apa sekarang?"

Araz memang sangat protektif terhadap adik kesayangannya ini. Araz tahu betul kalau Risa sangat menyukai novel bergenre teenfiction. Berbanding terbalik dengan Araz yang tidak suka membaca novel. Araz lebih tertarik membaca Sirah Nabawiyah, kesehatan atau buku nonfiksi lainnya.

"Eitss...jangan suudzon. Aku itu sekarang suka sama genre religi yang ada romance-nya juga. Kemarin aku lagi jalan-jalan ke gramedia sama teman-teman terus aku nemu novel genre itu di deretan best seller terus aku iseng baca blurb belakang novelnya. Dan Mas tahu? Aku langsung jatuh cinta sama tulisan yang dirangkai penulisnya. Indah bangetttt," jelas Risa dengan mata berbinar membuat Araz menggelengkan kepala. Sepertinya saat ini Araz harus bersyukur karena Risa menyukai genre religi, setidaknya Risa akan mendapatkan berbagai pelajaran berharga dari novel yang dibaca Risa. Itu yang Araz tahu mengenai novel religi karena saat kuliah dulu ia memiliki teman yang sangat menyukai novel bergenre religi dan temannya selalu memberi tahu Araz mengenai hal-hal bermanfaat yang ia dapatkan setelah membaca novel itu.

"Mas tahu kamu memang tertarik dengan dunia kepenulisan dan Mas hargai itu. Cari bacaan itu yang bermanfaat biar kamu bisa mengambil manfaat setelah membaca novel itu. Dan, Mas senang kalau kamu sekarang suka baca yang genre religi. Nanti kardusnya biar Mas yang bawa dan Mas yang anter untuk disumbangin," ucap Araz sembari terseyum ke adiknya itu.

"Wahh..makasih Masku yang paling ganteng," kata Risa sembari terkekeh.

"Mas, coba cari calon istri itu yang seorang penulis novel religi. Biar aku bisa belajar nulis novel dari dia," lanjutnya malah mengajak Araz untuk bernegosiasi tentang calon istri Araz.

"Kamu kira calon istri bisa dipilih kayak gitu? Lagian kamu itu ada-ada saja. Usaha sendiri sana," nasihat Araz.

"Mas jangan salah. Aku itu bakalan usaha. Suatu saat nanti...akan ada novel bergenre religi dan di sampul novelnya akan terukir dengan jelas nama aku Marisa Rahma Alifah," harap Risa sembari membayangkan.

"Aamiin," jawab Araz.

Araz setuju dengan ungkapan 'ucapan adalah do'a' sehingga Araz selalu berusaha untuk selalu mengucapkan hal-hal yang baik. Agar saat ucapan itu terkabul, Araz akan merasa sangat bahagia dan tidak menyesal dengan ucapannya karena itu ucapan yang baik. Dan, bila belum terkabul Araz harus tetap bersabar karena Allah Maha Mengetahui sedangkan kita sebagai hamba tidak mengetahui.

***

Pergi saat matahari terbit dan pulang saat matahari akan terbit lagi. Mungkin istilah pergi pagi pulang pagi itu kini dialami oleh Fauzan. Lelaki berparas tampan itu sesekali mengucek kedua matanya karena mengantuk, kulit putihnya pun terlihat pucat karena udara pagi yang terasa sangat dingin dan terasa menusuk kulitnya. Ia melangkahkan kaki panjangnya dengan gontai menuju kamarnya. Rasanya Fauzan membutuhkan usaha lebih untuk menapaki setiap anak tangga ini.

"Sudah pulang, nak?" tanya Dianah yang datang dari dapur.

"Iya, Bu. Aku mau langsung ke kamar, mau tidur ngantuk banget. Nanti aja makannya. Oh iya, nggak salaman dulu ya soalnya tenaga aku udah sisa dikit banget," ucap Fauzan karena ia tahu pasti Ibunya akan menawarkan sarapan. Dan, ia juga harus meminta maaf karena tidak menyalami wanita yang sangat ia sayangi itu karena ia sudah ditengah jalan menuju kamarnya.

"Iya, nak. Nanti Ibu bangunkan. Kamu ke rumah sakit lagi jam berapa?"

"Jam delapan sudah ada di rumah sakit lagi, Bu."

Itu artinya Fauzan hanya memiliki waktu tidur sekitar dua jam saja karena ini sudah pukul setengah enam. Tadi ia sudah melaksanakan shalat subuh di mushola yang ada di rumah sakit.

Seharusnya jam empat sore kemarin Fauzan sudah ada di rumah, tetapi ia tetap berada di rumah sakit hingga subuh tadi karena temannya yang bertugas malam izin mendampingi istrinya yang melahirkan. Fauzan tidak mungkin menolak, apalagi alasan temannya izin itu ingin mendampingi istri tercintanya untuk melahirkan anak pertama mereka.

Sesampainya di kamar ia bergegas untuk mandi padahal ia sudah ingin membaringkan tubuhnya yang terasa sangat pegal ini. Ia menghabiskan waktu selama sepuluh menit untuk mandi dan berpakaian. Padahal biasanya Fauzan menghabiskan waktu paling cepat sekitar dua puluh menit sepertinya mandinya kali ini lebih kilat.

Ia langsung membaringkan tubuhnya dan terlelap. Padahal Fauzan ingin sekali menghubungi gadis yang ditemuinya di rumah sakit tetapi rasa kantuk sudah tidak bisa diajak kompromi.

***

Tidak terasa hari ini sudah memasuki hari Senin, semua orang sibuk dengan aktivitasnya. Kayla keluar dari kelasnya setelah mengikuti kuliah pagi ini dari jam sembilan hingga jam sebelas.

"Kay?" panggil seseorang membuat orang yang bernama Kayla itu menoleh.

"Re? Ngapain kamu di sini? Nggak ada kelas pagi?" tanya Kayla.

"Aku kuliah pagi juga. Mata kuliah apa tadi?" tanya Rere penasaran karena Kayla tampak tenang-tenang saja, itu tandanya mata kuliah hari ini tidak sulit.

"Kode etik. Aku kira yang ada kode etik itu cuma dokter aja. Tetapi di psikologi juga ada ternyata. Kalo kamu mata kuliah apa?" tanya Kayla penasaran. Semenjak menulis novel yang tokohnya seorang dokter, Kayla jadi sangat tertarik dengan dunia kedokteran. Dulu, ia sempat ingin masuk kedokteran tetapi karena Kayla paham dengan batas kemampuannya sehingga ia memilih jurusan psikologi.

"Tadi mata kuliah kelainan sistem saraf pusat dan tepi," jawab Rere.

"Wahh, nanti jelasin ya. Kebetulan aku lagi mau nyari referensi buat itu," kata Kayla antusias.

"Boleh banget, tapi traktir makan ya," jawab Rere sembari terkekeh.

"Yee..mau kamu itu. Ya udah buat sahabat tersayang. Yuk makan dulu."

Mereka berdua berjalan beriringan menuju sepeda motor masing-masing untuk mencari tempat makan yang cocok. Pasti nanti di jalan mereka akan saling bertanya untuk makan di mana lalu akan menjawab 'terserah' dan berakhir berkeliling dan ujung-ujungnya mereka makan di tempat makan dekat kampus.

***

Ada yang nungguin cerita ini update?
Kalau ada kesalahan penyampaian tentang kedokteran tolong dikoreksi ya :)
Budayakan menyampaikan komentar dengan baik ya :)

Tag me on instagram @ranisseptt_ if you share quotes from this story.

Jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan yang utama.

Pinta [Terakhir] | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang