25. Membawa Kabar Bahagia

2.3K 256 38
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

***

Jika ingin menjadi tinggi, cobalah dengan cara yang diridoi-Nya. Jangan dengan cara menjatuhkan dan menebar fitnah tentang orang lain. Mungkin jika itu berhasil, kamu hanya akan terlihat tinggi di mata manusia, tetapi tidak menurut Allah. Kamu sama saja seperti sedang menanam bom waktu yang kapan saja bisa menghancurkan dirimu sendiri.

Pinta [Terakhir]
Rani Septiani

***

Kayla dan Zia berjalan ke luar bandara, dan disaat yang bersamaan Fadhlan dan Tiara datang untuk menjemput mereka. Mereka bersalaman dan berpelukan seolah Kayla dan Zia sudah pergi berbulan-bulan. Kasih sayang dari orang tua memang tanpa batas, mereka lebih mementingkan kepentingan anak-anaknya dibandingkan kepentingan mereka sendiri.

"Bunda, Ayah. Zia bawa oleh-oleh banyak. Apalagi makanannya ... tadi ditambahin sama Dokter ganteng." Zia bercerita dengan sangat antusias sembari berjalan menuju mobil mereka terparkir.

"Dokter ganteng? Saha[1] Neng?" tanya Tiara pada anak bungsunya.

"Ituu ... sahabatnya Dokter Fauzan. Namanya Dokter Araz. Terus adiknya Dokter Araz tadi siapa ya namanya ... oh iya, Kak Risa. Baik bangetttt terus ramahhh banget." Zia kalau sudah menjelaskan memang selalu begitu. Penuh dengan drama. Tapi semua yang Zia ceritakan benar adanya. Dia tidak pernah mengurang-ngurangi atau melebih-lebihkan cerita. Walaupun gaya berceritanya terkesan sangat drama.

"Kenapa bisa ketemu sama kalian? Dia tinggal di Surabaya?" tanya Fadhlan sembari melirik pada Kayla.

"Iya, Yah. Mereka tinggal di Surabaya. Dan adiknya yang namanya Risa itu adalah pembaca novel-novel Teteh," jelas Kayla pada kedua orang tuanya.

"Jadi Teteh pilih Dokter Fauzan atau Dokter Araz?" tanya Zia lagi. Obrolan terus berlanjut hingga mereka tiba di dalam mobil.

"Kenapa jadi disuruh milih? Dilamar aja belum," jawab Kayla bermaksud untuk bercanda.

"Kata Teteh Dokter Fauzan ada niatan buat serius, tapi nunggu Teteh kerja dulu kan? Dibilangin aja Teh, kalau niat serius suruh ke rumah. Siapa tahu emang jodoh Teteh, lagian Teteh juga udah kerja sekarang," kata Tiara membuat Kayla terkejut kalau ternyata Fauzan memang benar-benar diberi lampu hijau.

"Iyaa bener, Teh. Lagian apa lagi yang mau Teteh tunggu? Udah saatnya sekarang Teteh nikah. Biar kalau ada acara di luar provinsi gini, nggak pergi sendiri. Bukan hanya itu, alasan yang paling bener untuk nikah itu niatkan karena Allah. Nikah juga ibadah, Teh." Fadhlan menjelaskan pada sang putri sulung.

"Kalau memang Ayah dan Bunda udah ngizinin Kayla untuk nikah. Nanti Kayla sampaikan ke Kak Fauzan ya," jawan Kayla dengan senyuman yang mengembang.

"Ciee yang sebentar lagi nggak jomlo," ledek Zia. Dan setelahnya mobil menjadi ribut karena tingkah adik kakak ini yang terus saja saling melemparkan candaan.

***

Kayla duduk di tepi kasur sembari tersenyum, rasanya ia tidak sabar menunggu hari minggu. Padahal besok baru hari Selasa. Ia tidak sabar karena ingin memberitahukan perihal kabar bahagia ini pada Fauzan sekaligus Kayla juga akan mengembalikan buku kedokteran yang ia pinjam. Karena semua yang akan ia tulis di dalam novel sudah ia pelajari. Tetapi novelnya belum selesai, baru setengahnya.

"Kasih tahu lewat chat? Atau telepon aja ya? Tapi nanti nggak surprise. Nunggu hari minggu aja kalau gitu, biar ngomong langsung. Aku penasaran gimana ekspresi Kak Fauzan. Penantiannya selama dua tahun lebih ini akan berakhir bahagia." Kayla bermonolog. Lalu ia berbaring di atas kasurnya.

Pinta [Terakhir] | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang