36. Diketahui Araz

2.5K 296 119
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

***

Jangan biarkan emosi menguasai diri. Karena diri kita sendiri yang akan merasa rugi akibat emosi yang tak terkendali. Redam emosi dengan beristighfar. Ingat, Allah selalu bersama orang-orang yang sabar.

Pinta [Terakhir]
Rani Septiani

***

Dengan tangan gemetar karena merasa syok ada darah yang keluar dari hidungnya. Kayla berusaha merogoh isi tasnya mencari tisu yang selalu ia bawa. Setelah menemukan tisu, Kayla segera mengusapkan darah di bawah hidungnya.

"Astaghfirullah, Mbak Kayla?" tegur seseorang membuat jantung Kayla terasa berhenti sekejap. Dengan sigap Kayla membersihkan darah yang tersisa dan memasukkan tisu itu ke dalam tasnya. Hijabnya ia gunakan untuk mengusap air mata.

"Iyaa Dokter Araz?" jawab Kayla dengan menunduk. Ia benapas lega saat darah di hidungnya sudah tidak keluar.

"Saya mau ngambil kunci mobil, ini ketinggalan di atas meja. Mbak Kayla kenapa duduk di tanah?" tanya Araz bingung. Akhirnya ia berjongkok dengan jarak yang agak jauh. Karena Risa menunggu di parkiran.

"S-saya ... saya baik-baik aja, Dokter." Kayla berkata cukup meyakinkan. Ia berusaha bangkit, tapi rasa sakit di pergelangan kakinya tidak bisa dibohongi. Baru hendak berdiri, Kayla sudah terjatuh lagi sembari meringis membuat Araz kian khawatir.

"Astaghfirullah. Sebentar Mbak." Setelah mengatakan itu Araz menelpon sang adik. Risa berlari menghampiri mereka dan membantu Kayla berdiri. Risa juga memapah Kayla agar bisa duduk di kursi taman. Araz berjaga-jaga dari belakang. Takut keduanya limbung, maka Araz dengan sigap akan menangkap mereka agar tidak terjatuh.

Araz berjalan setengah berlari menuju mobilnya untuk mengambil handuk kecil. Ia ingat kalau tadi ia membeli handuk kecil untuk ia bawa jogging. Setelah mengambil handuk, Araz menuju penjual jus di dekat taman. Araz membeli es batu di sana.

"Maaf ya Mbak. Ini saya obati seadanya. Maaf, sepatunya saya buka ya Mbak." Setelah mengatakan itu. Araz menaikkan kedua kaki Kayla ke atas kursi.

"Maaf ya Dokter, Risa. Saya jadi merepotkan kalian lagi." Kayla berkata sembari meringis.

Araz mengompres kaki Kayla dengan handuk dan es batu yang ia bawa tadi. Araz duduk di ujung kaki Kayla yang masih berada di atas kursi. Sementara Risa duduk di samping kanan Kayla, tetapi karena posisi Kayla menyamping ke arah kiri sehingga Risa tepat berada di belakang Kayla.

Araz membuka suara setelah selesai mengompres pergelangan kaki Kayla, "Kalau Mbak mau cerita sama saya boleh. Itupun kalau Mbak ... percaya sama saya," ucap Araz sembari menatap lurus ke depan.

Kayla mendongakkan kepala. Menatap Araz yang duduk di hadapannya lalu Kayla kembali menunduk dan menganggukkan kepalanya. Araz tahu itu.

"Risa, Mas sama Mbak Kayla mau berbicara berdua dulu. Kamu tunggu Mas di kursi itu biar kamu tetap bisa mengawasi kita," ujar Araz dan mendapat anggukan semangat dari Risa juga senyum jailnya. Araz tidak tahu saja, di dalam hati Risa. Ia sudah tidak sabar menantikan pernikahan keduanya. Dan Risa bisa menggendong keponakan yang pasti sangat lucu-lucu. Jika Araz tahu itu, Araz akan berkata 'Khayalan kamu kejauhan. Mas saja belum tahu ini diterima atau ditolak'. Risa terkekeh mengingat itu membuat Kayla dan Araz menoleh ke arahnya. Ia hanya nyengir.

Kayla hendak menurunkan kakinya karena merasa tidak sopan dengan lawan bicaranya. Namun dicegah oleh Araz, "Biarkan saja kakinya di atas kursi Mbak. Nanti kompresannya jatuh. Tidak apa-apa."

Setelah mengatakan itu, Araz pindah tempat duduk ke seberang meja. Membuat Kayla agak sedikit memutarkan bahunya ke arah kiri agar bisa berhadapan dengan Araz.

"Sebenarnya ..." Kayla hendak menjelaskan, tetapi ia kembali terdiam. Apa iya dia menceritakan tentang Rere pada Araz? Kalau begitu nanti Rere bukan mencintai Araz dalam diam lagi? Tapi Kayla benar-benar bingung saat ini. Kondisinya serba salah. Araz adalah orang yang dicintainya. Dan Rere adalah sahabat yang sudah seperti keluarga baginya.

Araz melirik Kayla sekilas, "Ceritakan saja. Siapa tahu saya bisa sedikit membantu."

Kayla mengangguk, "Sebenarnya saya juga mencintai Dokter. Tapi ... saya bingung. Disatu sisi saya ingin menerima Dokter, tapi disatu sisi saya tidak ingin menyakiti sahabat saya. Dia juga mencintai Dokter. Bahkan jauh sebelum saya menaruh rasa pada Dokter." Akhirnya Kayla menjelaskan semuanya.

Ada rasa bahagia menyeruak di dalam hati Araz, sebab seseorang yang dicintainya pun mencintainya. Tapi Araz memilih diam dan mendengarkan Kayla bercerita.

"Tadi dia datang ke sini karena ingin memberi saya kejutan. Tapi dia mendengar semua pembicaraan kita. Dan dia ... salah paham," lanjut Kayla. Air matanya kembali menetes. Ia mengenal Rere bukan sehari, dua hari, seminggu, sebulan, atau setahun. Tapi sudah bertahun-tahun. Mana mungkin ia tega menyakiti Rere. Tetapi Kayla juga tidak ingin melepaskan lelaki sebaik Araz.

Araz mengerti sekarang, pantas saja tadi Kayla memberi jawaban yang tidak pasti. Ternyata ini penyebabnya. Araz kagum pada Kayla, disaat seperti ini. Kayla masih memikirkan perasaan orang lain. Padahal Kayla bisa saja tadi memberikan jawaban iya pada Araz.

"Sebenarnya Mbak Kayla tidak sepenuhnya salah. Terkait hati bukankah tidak bisa dipaksakan? Lagian sebelum saya mutuskan untuk melamar Mbak Kayla, saya sudah melakukan shalat istikharah. Jodoh itu sudah diatur oleh Allah. Maka saya meminta petunjuk pada Allah," Araz menghentikan sebentar ucapannya, "Dan sahabat Mbak juga tidak sepenuhnya salah jika cemburu. Tetapi sikapnya yang berbuat kasar tidak bisa dibenarkan. Semarah apapun orang itu. Menyakiti orang lain itu dilarang."

"Mbak tadi didorong?" tebak Araz dan Kayla mengangguk dengan perasaan sedikit ragu.

"Siapa nama sahabat Mbak?" tanya Araz lagi.

"Rere," jawab Kayla singkat.

"Rere?" ulang Araz. Ia seperti mengingat nama ini. Dan, Araz ingat. Rere adalah perempuan yang mengajaknya berfoto. Perempuan yang dia follback di instagram. Perempuan yang selalu mengirimnya DM, tetapi selalu ia abaikan kalau hanya sekadar basa-basi.

"Mbak Kayla jangan khawatir. Biarkan Mbak Rere menenangkan pikirannya. Mungkin ia tadi sangat emosi. Nanti Mbak Kayla coba hubungi dia dan meminta maaf. Meminta maaf bukan selalu karena salah. Tetapi agar persahabatan Mbak dan Rere tetap baik-baik saja. Saya tidak ingin menjadi penyebab retaknya persahabatan kalian. Nanti akan coba saya bantu juga."

"Terima kasih ya Dokter. Sudah mau mendengarkan dan memberi solusi. Nanti akan saya coba saran dari Dokter." Kayla tersenyum setelah mengatakan itu.

Akhirnya Araz dan Risa mengantar Kayla pulang. Sebenarnya Kayla sudah menolak karena tidak ingin merepotkan. Tetapi penolakan Kayla tidak berhasil. Karena Araz dan Risa tidak akan membiarkan orang yang berarti dalam hidup mereka pulang seorang diri dengan kondisi kaki yang sakit seperti ini.

***

Tag me on instagram @ranisseptt_ if you share quotes from this story.

Jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan yang utama.
Semoga cerita ini bisa bermanfaat dan tidak melalaikan.

Pinta [Terakhir] | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang