34. Bubur Spesial

2.5K 283 72
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

***

Aku menangkap tatapan dan perhatian yang terkesan berbeda darimu. Apakah benar kamu menaruh rasa? Atau hanya sebatas peduli pada sesama?

Pinta [Terakhir]
Rani Septiani

***

Sayup-sayup terdengar suara mengaji dari Masjid di dekat kontrakan Kayla. Kayla mengerjapkan matanya beberapa kali, ia mengingat hal yang terjadi kemarin sebelum ia tidur. Ia ingat, kemarin dirinya sakit. Alhamdulillah, sekarang ia sudah merasa jauh lebih baik. Tubuhnya pun sudah tidak menggigil. Hanya masih sedikit lemas saja.

Kayla bangun, bersiap untuk melaksanakan shalat subuh. Hari ini, ia akan istirahat saja. Padahal rencananya ada suatu tempat yang ingin Kayla kunjungi, tetapi ia tidak mau memaksakan diri yang nantinya bisa berakibat pada kesehatannya.

Kayla duduk di depan rumah sembari menyiram beberapa bunga yang sengaja ia tanam. Kayla terus saja berdzikir di dalam hati.

Tinnn

Kayla menoleh, mobil berwarna putih berhenti di depan rumahnya. Kayla mengingat-ngingat seperti pernah melihat mobil ini, tapi ia lupa dimana. Dan, Kayla juga bertanya-tanya, siapakah yang sudah bertamu pagi-pagi seperti ini? Kayla kembali fokus menyiram, ia mengira itu adalah orang yang numpang parkir saja. Atau sengaja menepikan mobil karena mengangkat telepon.

Kedua pintu mobil bagian depan terbuka, seorang lelaki turun dengan jas putih kebanggaannya sembari menjinjing sesuatu, diikuti oleh seorang perempuan yang memakai setelan casual.

"Assalamualaikum," ucap keduanya bersamaan.

Kayla menoleh, "Waalaikumussalam. Dokter Araz? Risa? Ayo masuk."

Mereka berdua berjalan beriringan menghampiri Kayla, "Saya ke sini karena mau memastikan keadaan Mbak Kayla," ujar Araz.

Risa mencium punggung tangan Kayla, lalu Kayla dan Araz menangkupkan tangan di depan dada.

"Alhamdulillah, saya sudah sehat, Dokter." Kayla menjawab sembari mengepalkan kedua tangan dan agak mengangkat tangannya, bermaksud memberi tahu kalau ia sudah jauh lebih baik.

"Alhamdulillah." Araz dan Risa menjawab bersamaan.

"Mari masuk dulu," ajak Kayla.

"Sebelumnya terima kasih, Mbak. Saya ke sini mau memastikan keadaan Mbak dan mengantar bubur ayam ini untuk sarapan Mbak Kayla." Araz memberi tahu, lalu menyerahkan bungkusan yang ia bawa.

Araz dan Risa pamit kepada Kayla. Sebelum pergi, Risa berbisik pada Kayla, "Mbak ini yang buat bubur ayamnya Mas Araz loh. Oh iya, aku itu sebenarnya kuliah jam sembilan, dan ini masih jam tujuh. Mas Araz maksa aku buat ikut sekalian, katanya nggak mau berduaan sama Mbak Kayla. Berduannya nanti aja kalau udah halal." Penjelasan Risa sontak membuat Kayla terkekeh, juga kedua pipinya merona. Benar-benar Risa ini, kalau Araz sampai tahu, bisa-bisa Araz sangat malu. Kalimat terakhir yang dikatakan Risa memang benar adanya begitu, tadi pagi saat Risa bertanya pada Araz kenapa dirinya harus ikut. Araz memang menjawab asal, berharap juga bisa menjadi do'a. Namun, Risa menjadi sangat antusias saat mendengar jawaban sang kakak.

***

Kayla merenung, sejujurnya ia merasa penasaran sebenarnya ia sakit apa. Apa benar hanya sakit biasa? Padahal selama ini Kayla sehat-sehat saja, Kayla juga jarang sakit. Kecuali jika ia memang kurang istirahat, kebanyakan begadang, dan banyak pikiran. Baru ia akan merasa tubuhnya sangat lelah, pusing, dan akhirnya demam.

Saat tiba di rumah sakit ternyata sedang jam istirahat, tidak pergi ke mushola tetapi ke kantin karena ia sedang datang bulan. Kayla mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya ke meja kantin. Tidak tahu kenapa, ada rasa cemas dan khawatir yang hinggap di hatinya.

Lalu, ada seorang lelaki menghampiri lengkap dengan snelli putih yang melekat pada tubuhnya, sehingga menambah kadar ketampanannya. Membuat siapa saja yang melihatnya akan jatuh hati, tetapi tidak dengan perempuan yang sedang duduk di kursi itu.

"Lagi nunggu seseorang?" tanya lelaki itu to the point membuat perempuan yang menggunakan pasmina berwarna peach itu tersadar dari lamunannya.

Deg

Kenapa dia ada di sini? Tanya Kayla di dalam hati.

"Iya. Nunggu seseorang untuk keperluan riset," jawab Kayla setenang mungkin dan diakhiri senyuman, berharap lelaki ini tidak curiga dengan kedatangannya.

"Meja yang lain penuh. Boleh saya duduk di sini?" tanya lelaki bersnelli itu. Yang tidak lain dan tidak bukan adalah Araz.

Ini jantung kenapa tidak bisa diajak kompromi. Kenapa harus palpitasi seperti ini? Bisa-bisa dia denger detak jantung saya. Pikir dokter muda itu. Ia berusaha setenang mungkin, agar perempuan yang duduk di depannya tidak mengetahui bahwa ia sedang salah tingkah.

"Iya silakan, Dokter." Kayla mempersilakan.

Kayla lupa kalau Araz adalah dokter di rumah sakit ini. Sepertinya Kayla harus mengurungkan niatnya untuk periksa di rumah sakit ini. Karena jika Kayla benar sakit, ia tidak ingin Araz tahu. Karena Kayla tidak ingin membuat orang sebaik Araz mengkhawatirkan dirinya. Perihal untuk keperluan riset memang benar adanya, Kayla tertarik untuk membuat cerita tentang seorang dokter spesialis mata.

***

Tag me on instagram @ranisseptt_ if you share quotes from this story.

Jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan yang utama.

Pinta [Terakhir] | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang