46. Epilog

5.8K 361 279
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

***

Tak selamanya hal yang terlihat menyakitkan itu menyimpan kesedihan. Begitupun dengan hal yang terlihat membahagiakan, tak selamanya itu benar-benar bahagia.

Pinta [Terakhir]
Rani Septiani

***

Jangan lupa untuk membaca surah Al-Kahfi dan perbanyak membaca shalawat yaa.

***

Tiga bulan sudah berlalu. Araz lebih memilih tetap tinggal di rumahnya. Walau kadang sesekali Adit menemani di sini. Araz lebih suka menyendiri, mengenang kebersamaannya dengan Kayla. Seulas senyum terukir dari bibir Araz. Tetapi sorot matanya tak bisa berbohong. Ia merasa teramat sakit dan sesak. Perempuan yang ia perjuangkan kini sudah benar-benar pergi dari hidupnya. Bahkan saat itu Araz merasa itu adalah mimpi buruk dalam hidupnya. Tetapi seiring berjalannya waktu. Araz sadar, ia harus ikhlas melepas kepergian Kayla. Perempuan itu akan tetap ada di hati dan juga pikirannya.

Araz berjalan menuju kamarnya bersama Kayla, dulu Kayla selalu menyambut kedatangannya. Membuat segala beban dan rasa lelah itu menguap begitu saja. Kini sudah tidak ada senyuman manis juga canda tawa itu. Hanya kenangan yang kini Araz genggam. Araz membuka lemari dan mengeluarkan kotak beludru itu. Cicin berlian yang sempat tersemat di jari manis Kayla itu kini ada padanya.
Tak akan ia berikan pada siapapun. Karena cincin ini milik kekasih halal yang teramat ia cintai.

***

Lelaki bertubuh jangkung, bermasker hitam, juga berkacamata hitam itu tampak mengitari pemakaman. Membaca setiap nama yang tertulis di batu nisan. Hingga pandangannya tertuju pada nisan yang bertuliskan 'Raisya Kayla Nurjannah'. Tubuhnya merosot begitu sampai di samping makam Kayla.

"Kayla?" lirihnya.

"Kenapa kamu pergi, Kay? Kamu marah karena aku pergi secara tiba-tiba dan sekarang kamu mau membalas aku Kay?" tanyanya dengan suara bergetar.

"Maafin aku, Kay. Aku banyak salah. Bahkan aku belum sempat minta maaf secara langsung. Tapi sekarang kamu udah pergi. Andai aku bisa memutar waktu. Aku nggak akan pergi tanpa pamit. Aku menyesal, Kayla."

Perlahan air matanya terjatuh. Dadanya terasa sangat sesak. Bahkan ia tidak percaya saat Rere mengabari kalau Kayla sudah tiada. Fauzan menyesali semua tindakannya. Tapi semua itu sudah tidak ada artinya lagi. Karena Kayla juga tidak akan kembali. Fauzan berjanji dalam dirinya, tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.

"Kay ... aku udah baca semua novel kamu. Ternyata benar, kamu itu emang hebat, Kay. Aku bahkan telat menyadari makna tersirat dalam novel yang kamu tulis." Fauzan menarik napas, seolah dadanya dihimpit ribuan ton batu. "Aku pamit, Kay. Terima kasih sudah hadir dalam hidupku. Aku akan selalu mendo'akanmu, Kay."

***

Araz menjabat tangan lelaki paruh baya itu. Lelaki itu adalah produser yang akan mengadaptasi novel Kayla untuk menjadi film. Tidak tanggung-tanggung, bahkan ada 3 novel yang akan diangkat menjadi film layar lebar.

"Saya pernah bertemu dengan almarhumah saat ada acara kepenulisan di Jakarta. Mungkin saat dia masih kuliah. Dia begitu ramah pada semua orang. Padahal saya tahu dia saat itu sangat lelah, tetapi senyum dan keramahannya tidak luntur. Setelah acara selesai, para pembaca datang dan menghampiri dia. Mereka tidak terlihat seperti seorang penulis dan pembaca. Tetapi seperti keluarga yang sudah sangat akrab sekali. Semoga dia mendapat tempat terbaik di sisi Allah. Aamiin." Begitu kata produser itu menilai Kayla. 

Pinta [Terakhir] | TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang