part 8

190 8 2
                                    

jam telah menunjukkan pukul 23.30, tapi mas arra tak kunjung bangkit dari kursinya untuk tidur. ia masih sibuk muthola'ah kitab kuningnya. padahal sedari tadi aku telah beruap berkali kali. dia seakan tak memiliki rasa kantuk sedikitpun, ini sudah hampir tengah malam. aku muroja'ah sedari tadipun percuma, gak masuk masuk dikarenakan aku mengantuk. mas arra bahkan masih sibuk dengan kitabnya, seakan kitab kuningnya lebih sedap dipandang dari pada aku.

kesal menunggu yang tak memiliki rasa peka sedikitpun, akupun segera bangkit melangkah mendekati mas arra. kuletakkan Qur'an diatas meja dan berdiri didekat mas arra. mas arra hanya diam seperti tak ada seorangpun didekatnya. ya Allah..., berilah kesabaran terhadap hamba...

"mas..." panggilku.

"iya, neng." jawab mas arra sangat sopan dan ia tetap menunduk, gaya tawadlu' khas seorang santri. membuatku agak risih, aku sekarng bukan saja nengnya. aku adalah istrinya. jadi seharusnya yang lebih sopan kepada nya itu aku, bukan malah dia yang berpangkat menjadi suami sahku.

"mas arra belum ngantuk ya?" tanyaku.

"kalo neng ulya sudah ngantuk, neng ulya tidur duluan saja. nanti saya menyusul."

aku mencebik kesal. astaghfirullah...., dari tadi aku menahan kantuk menunggu suamiku selesai dengan muthola'ahnya. tapi sekarang dia malah menyuruhku tidur duluan, membuat usaha menahan kantukku sia sia. padahal sekarang kalo difikir harusnya malam pertama. lagian sekarang itu hari kamis malam jum'at, apa mas arra lupa. atau dia tak memiliki keinginan sedikitpun untuk menyentuhku.

kulingkarkan tanganku di lehernya sambil meletakkan daguku di pundaknya. aku tak mau usaha menahan kantukku sia sia. tak peduli aku dianggap apa dimata mas arra, aku hanya menjalankan kewajibanku sebagai seorang istri.

"ayo dong mas..., ulya udah ngantuk banget." bisikku tepat ditelinganya.

mas arra segera melepas tanganku dan bangkit. ia terlihat sangat gugup melangkah dan duduk diatas ranjang. aku tersenyum karena mas arra akhirnya mengalah. kulangkahkan kaki dan segera duduk disamping mas arra. kulingkarkan tanganku memeluk lengan kekar mas arra sambil menyandarkan kepalaku di pundaknya.

"neng ulya, saya tidur dibawah saja ya." pinta mas arra yang membuatku spontan memandangnya bingung. apa yang barusan diminta mas arra?, ia tak ingin tidur satu ranjang denganku?, sebegitu tak ada rasa cintakah suamiku kepadaku sampai tidur seranjangpun enggan dilakukan.

"mas arra ngomong apaan sih?"gerutuku bingung.

"saya gak biasa tidur diatas kasur gini."

"kalo gitu aku juga ikut mas, tidur dibawah."

"loh, jangan neng. neng ulya tidur diatas saja."

"pokoknya kemana mas arra tidur. aku ikut."tegasku.

mas arra terdiam. membuatku lebih kesal, sebenarnya apasih yang ada difikiran suamiku?, sebenarnya ia bersyukur gak sih dapat istri kayak aku. apa aku bukan idamannya? tidak lama kemudian mas arra segera berbaring, awas aja. aku gak akan membuka krudung kalo gak mas arra sendiri yang meminta atau membuka.

aku ikut berbaring dan memeluk tubuh mas arra. keningku mengkerut menyadari sesuatu yang aneh. sekali lagi aku memas tikan, astaghfirullah..., detak jantung mas arra sangat cepat. segera kupandang mas arra, dia nampak telah memejamkan mata.

"mas arra baik baik saja?" tanyaku.

"tidur neng." suruh mas arra yang tak bergerak sedikit pun. aku mengangguk dan mempererat pelukanku, menjadikan mas arra sebagai gulingku. mungkin mas arra gugup karena tak pernah dipeluk oleh seorang wanitapun. dan sekarang mas arra malah bukan dipeluk saja, tapi tidur seranjang. aku tersenyum dan segera memejamkan mata unluk melangkah kejembatan mimpi yang indah.

#

kutepuk tepuk tempat disebelahku memcari keberadaan seorang yang menjadi gulingku. perlahan kubuka mata karena tak mendapati. kuuasap usap mataku sambil melirik jam dinding yang sekarang menunjukkan pukul 02.00 dini hari. ku cermati seluruh isi kamar mencari keberadaan mas arra. pandanganku berhenti tepat dikamar mandi yang tertutup dan terdenga suara percikan air.

padahal ini masih jam 02.00 dini hari, tapi mas arra telah mandi menantang dinginnya air pagi. terdengar suara pintu dibuka, aku segera berbaringkembali dan memejamkan mata. tapi aku agak sedikit membuka mata mengintip mas arra. nafasku terasa ingin berhenti, mas arra keluar kamar mandi hanya memakai boxer. dia bertelanjang dada dengan rambut dan tubuh yang masih basah.mas arra melangkah sambil bersenandung mendekati kaca. ia ambil sisir dan menyisiri rambutnya.

"subhanallah...., betapa tampan makhlukMu ini Ya Allah..." mas arra mengagumi parasnya sendiri membuatku ingin tertawa. setelah itu mas arra melaksanakan push up, sit up dan Squat jump. merasa cukup mas arra melangkah mendekati mejanya dan mengipasi tubuhnya sejenak. kemudian ia memakai sarung, baju koko serta songkoknya. dan seperti yang kutebak, ia menggelar sajadah dan segera melaksanakan sholat lail.

aku tersenyum. kusingkap selimut dan segera bangkit melangkah menuju kamar mandi untuk menyusul mas arra menemaninya melaksanakan sholat lail. ya Allah.., alhamdulillah engkau karuniakan kepadaku suami yang taat akan perintahMu dan senang melaksanakan sunnah rosulMu.

#

setelah usai melaksanakan jamaah sholat shubuh. mas arra membalik tubuhnya menghadapku.

" neng ulya mau atau tidak menggantikan saya ngucal kelah alfiyah 2?"tanya mas arra yang membuatku terkejut.

belum apa apa aku sudah disuruh mengulang kelas alfiah 2? gak ada tahapan, tapi aku langsung mengulang kelas diniah tingkat atas. bagai mana kalau yang ku ajar kelas santri putra?

"tenang aja neng, neng ulya mengucal kelas putri kok." tenang mas arra seakan tau kekhawatiran yang sedang aku fikirkan.

"tapi, apa semua santri gal sekolah?" tanyaku.

"sekolah, tapi nanti siang."

"aku takut gak bisa mas, emang mas arra dimana kok gk mas arra saja."

"saya menggantikan kelas abi, abi dan umi tindak an."

"tapi....,"

"neng ulya pasti bisa kok. saya yakin." yakin mas arra tersenyum.

dan entah mendapat sihir dari mana aku ikut tersenyum dan mengangguk, mengiyakan permintaan mas arra. seakan rasa takutku hilang semua berganti dengan ras percaya diri yang sangat tinggi. senyum mas arra tak seburuk dengan wajahnya yang menyeramkan.

si eneng brandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang