part 16

140 8 0
                                    

hari hari selanjutnya mas arra semakin bersikap dingin dan cuek kepadaku. dia hanya menjawab pertanyaanku secukupnya, dia lebih sering berada dipondok putra dan dia sekarang lebih memilih jamaah dimasjid dari pada jamaah denganku. semua perubahannya itu membuatku lebih senang menghabiskan waktu diluar bersama alnord dari pada sendirian dirumah. dan sekarang aku telah siap untuk keluar bersama alnord.

"sayang." panggil umi masuk kamarku. "tolong gantiin umi menyimak santri hafalan ya. kepala umi pusing." pinta umi lembut sambil duduk didekatku. aku tersenyum dan segera menganggukkan kepala. kemudian umi mengecup keningku dan bangkit sambil mengusap puncak kepalaku.

"makasih ya sayang." ucap umi melangkah keluar kamarku.

kuhembuskan nafas lega, jadi hari ini aku harus membatalkan acaraku dengan alnord. aku memang kangen masa berbagi ilmu dengan para santri sih. terakhir aku mengajar itu, waktu aku menggantikan mas arra. setelah itu aku gak pernah lagi mengajar, padahal aku sangat suka bila masalah berbagi ilmu.

aku bangkit dan segera mengambil Qur'anku. sekarang aku harus memberi kabar kepada alnord agar dia tidak menugguku. jadi sekarang aku harus mencari mas arra untuk meminjam HPnya dan memberi pesan untuk alnord.

sekarang aku telah berdiri didepan pondok putra celingukan mencari mas arra. santri putra yang melihatku segera membantuku untuk mencari mas arra. tidak lama mas arra keluar dari sebuah kamar maling depan karena didorong oleh seseorang. ia sepertinya baru bangun tidur, wajahnya terlihat kesal, rambutnya berantakan, ia mengenakan kaos oblong dan sarung sebetis.

"mas arra." panggilku.

merasa dipanggil mas arra menoleh, kemudian ia segera menunduk mengetahui akulah yang memanggil. mas arra melangkah mendekatiku.

"mas arra, aku pinjem HP sebentar." pintaku. tanpa berkata apapun mas arra pergi mendekati kamar tempatnya keluar. aku menatap mas arra bingung.

"jupokno HPku!!!" teriak mas arra. tidak lama seorang memberikan HP kepada mas arra, setelah itu mas arra kembali mendekatiku dan memberikan HP nya. aku tersenyum menerimanya dan segera menulis pesan untuk alnord. setelah kukirim segera kuhapus agar mas arra tak mengetahui isi pesannya.

"makasih mas." ucapku mengembalikan HP mas arra. tanpa menjawab mas arra menerima dan segera melangkah pergi. kuhembuskan nafas merasa aneh dengan semua ini, rasanya ada yang mengganjal dihatiku karena sifat mas arra yang dingin. kugelengkan kepala dan melangkah pergi untuk menyimak santri tahfid.

"guoblok we gus!!!" bentak seseorang yang berhasil mengghentikan langkahku dan membuatku menoleh. sepertinya suara itu dari kamar yang baru dimasuki mas arra. aneh, dia mengumpat kepada siapa? masak iya kepada mas arra. kuangkat bahuku tak mau mengurus dan melanjutkan langkahku masuk menuju pondok putri. 

saat aku datang para santri langsung maju menyetorkan hafalannya. semua santri yang setoran di umi yang tak memiliki jadwal diniah. dan sepertinya semua yang setoran di umi sekarang adalah yang telah lulus diniah.

"neng ulya, kata gus arra mas ali pengen ngomong." kata seorang santri putri menyerahkan HP mas arra kepadaku. segera ku ambil dan memberi isyarat kepada santri yang sudah setoran untuk menyimak dulu.

"assalamualaikum." salamku lembut. karena baru pertama kali ini aku akn ngobrol dengan adik iparku.

"walaikum salam, ini mbak ulyakan. istrinya mas razi?" tanya ali.

"iya, kamu apa kabar? sehatkan?" tanyaku basa basi.

"sehat, mbak langsung aja ya. aku gak suka basa basi. pertama setelah pertemuanku dengan mas arra aku melihat mas arra menangis. memang kenapa mbak, tidak lama ini mas arra menagis?" tanya ali yang membuatku ikut bingung.

bagaimana mas arra menangis? apa kesedihan yang dirasakannya. apakah menikah denganku adlah kesedihan untuknya. bila difikir harusnya kulah yang menangis karena semua sikapnya selama ini yang diberikan padaku. tapi kenapa malah mas arra menangis?

"mbak ulya, mbak dengerin aku kan?" tanya ali menyadarkanku.

"iya, mbak dengerin kok."

"jadi sekarang aku mohon sama mbak ulya, mas razi itu satu satunya saudara yang aku punya. walaupun aku nakal dan brandal bertolak belakang dengan sifat mas razi tapi aku sayng banget sama mas razi begitupun mas razi." jelas ali.

"iya ali, mbak akan usahain." ucapku bangkit menjauh dari para santri. "mas mu juga sih, terlalu dingin dan tawadluk. padahalkan mbak udah jadi istrinya." gerutuku tak mau disalahkan.

"mas razi gak dingin kok mbak, kalo mas razi dingin berarti ada yang salah. coba mbak ulya bicarain." saran ali.

"iya, nanti mbak coba."

"satu lagi mbak, mas razi gak pernah sekalipun jelek jelekin mbak ulya didepan ali. mas razi selalu memuji mbak dengan mengatakan mbak baik, cantik, pinter pokoknya sempurna. terserah mbak ulya, tapi ucapan mbak ulya tadi ngebuat aku ragu dengan semua pujian mas razi." kata ali membuatku terkejut dan sedikit sakit hati. ternyata dia menilai sifatku dari ucapanku.

"iya al." jawabku malas melangkah keluar pondok putri, kulihat mas arra duduk jongkok menyandar tembok sambil melempar kerikil.

"aku emang begini mbak beda banget sama mas razi. mas razi santri dan aku cowok brandal yang gak tau sopan santun." jelas ali yang membuatku semakin kesal. menyadari kedatanganku mas arra segera bangkit.

"maafin mbak, ini mas razi mu." ucapku yang kemudian menyerahkan kembali HP kepada mas arra.

"bilangin ke ali, maaf." ucapku segera melangkah pergi untuk kembali menimak para santri.

saat hanya tersisa seorang yang maju bukannya aku senang tapi aku malah tambah kesal karena santri ini tak lancar. santri ini nampak sangat gugup, ia tundukkan kepalanya sampai aku tak bisa melihat wajahnya. kuambil kartu prestasinya dan ku baca namanya. aisyah naura kamil. terdengar suara deheman para santri yang telah selesai setoran duduk berjejer. aku melihat mereka yang tersenyum senggol senggolan sambil melihat kearah aisyah. kulihat aisyah yang tambah gugup dan tak bisa melanjutkan hafalannya.

"maaf neng ulya." ucap aisyah yang suaranya terdengar bergetar takut. tak tahu kenapa mendengar suaranya yang seperti menahan tangis membuat amarahku seketika hilang.

"kok gak lancar mbak aisyah?" tanyaku tersenyum. bukannya menjawab ia malah semakin menundukkan kepalanya.

"munglin grogi neng." jawab seorang santri tersenyum.

"grogi kenapa? tenang mbak, saya gak gigit kok." candaku yang tak melepas senyum sedikitpun. para santri semakin tersenyum dan senggol menyenggol pelan.

"grogi ketemu sama neng ulya." salh seorang menjawab lagi.

"grogi ketemu saya? kenapa kok bisa sampai grogi?" tanyaku tersenyum dan makin penasaran.

"bu_bu_bukan neng. ja_jangan didengerin." ucap aisyah semakin terlihat ketakutan.

"marru...." ucap beberapa santri lirih tapi masih sanggup kudengar dan membuat aisyah semakin terlihat takut. aku faham apa yang mereka maksud, pasti aisyah ini menyukai mas arra atau mas arra yang menyukai aisyah makanya santri santri bebisik maru. dan kutebak pastilah aisyah yang sangat menyukai mas arra karena dapat terlihat dari ketakutan dan kegugupannya saat ini.

"mbak aisyah..." panggilku memegang tangannya yang terasa sangat dingin, membuatku semakin yakin bila dia sangat suka dengan mas arra.

"ja_ja_jangan di_didengerin neng" ucap aisyah sangat gugup sampai suaranya terdengar agak parau. aku tersenyum, bisa bisanya ia segrogi ini berhadapan denganku. aku tak dapat membayangkan seberapa besar rasa sukanya kepada mas arra. aku jadi penasaran dengan wajahnya, tangankupun bergerak dan menarik dagunya agar wajahnya bisa kulihat.

aku terbelalak kaget menyadari aisyah sangat cantik. kulitnya putih, bulu matanya lentik, matanya lebar sangat sempurna. aku yakin semua laki laki bisa saja langsung jatuh cinta pandang pertama melihat aisyah.

"maafin saya neng." ucapnya kembali menunduk. membuat para santri menyorakinya.

kukedipkan mataku dan berusaha menelan ludahku. sebisa mungkin aku tersenyum walaupun sangat sulit.


si eneng brandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang