part 27

109 6 0
                                    

perlahan ku buka mataku, tapi langsung tak jadi karena akepalaku terasa sangat pusing. sehingga aku reflek meringis menahan rasa pusing yang amat sangat.

"dek..." panggil suara yang sudah sangat familier ditelingaku. segera kubuka mataku perlahan.

"mbak farah." panggilku melihat wajah mbak farah yang sangat khawatir. aku berusaha bangkit, dan mbak farah segera membantuku untuk duduk menyandar. "minum dulu dek." mbak farah membantuku meminum segelas air putih yang baru saja diberikan oleh atika. sekarang dikamarku ada mbak farah, diva dan atika.

aku teringat terakhir kali aku sadarkan diri. segera kupandang tubuhku, bajuku yang sobek masih kukenakan memperlihatkan pakaian dalamku dan rambutku tergerai bebas. tanganku yang gemetar berusaha menutupi tubuhku. aku menunduk tak berani memandang siapapun, ini merupakan situasi hina yang kurasakan.

"dek..., maafin mbak farah. seharusnya mbak farah nemenin kamu terus." sesal mbak farah memegang pundakku.

hatiku rasanya sekarang hancur,  alnord pasti telah melakukan apa yang dia inginkan. kupejamkan mataku karena terasa sangat panas. rasanya dadaku sakit sekali memikirkan apa yang dilakukan alnord kepadaku. tangisku tak bisa dibendung lagi, ais mataku langsung turun dengan deras disertai sesenggukan yang memilukan. mbak farah segera menarikku kedalam pelukannya, ia usap usap punggungku.

"sabar dek, Allah sedang menguji kamu." tenang mbak farah.

sabar? aku tak tau apa sekarang aku bisa sabar atau tidak. lambat laun semua santri pasti akan tau juga siapa sebenarnya aku. dan aku tak bisa membayangkan kekecewaan mereka kepadaku. dan apa mas arra sekarang masih mau menerimaku setelah pelecehan yang dilakukan alnord kepadaku. padahal mas arra belum melakukan kepadaku, tapi mengapa alnord mendauluinya? aku tak ingin berpisah dari mas arra.

aku tak boleh begini, aku tak boleh terlihat lemah dihadapan semuanya. aku harus kuat, bahkan bila alnord telah membongkar semua ini. aku akan tetap mempertahankan mas arra, karena yang kuinginkan satu satunya sekarang adalah mas arra. 

"neng ulya mau makan?" tanya diva setelah tangisku mereda. kuhapus air mataku dan mengatur nafasku.

"malam ini temenin saya tidur disini ya." pintaku dengan suara parau.

"neng ulya tenang aja. Pondok dijaga ketat oleh para santri putra." kata atika.  Dijaga?

"maaf dek, pelakunya berhasil kabur. Kami semua kehilangan jejak." berita mbk farah yang seakan tahu kekhawatiranku.
Kuhembuskan nafasku, setidaknya rahasia ku belum terbongkar. Tapi aku takut, atas semua ancaman alnord.

"saya ingin kekamar mandi." ucapku segera bangkit dan berjalan masuk kamar mandi.

Kusenderkan tubuh lemasku ditembok dingin kamar mandi. Sekarang fikiranku benar benar kalut.  Aku ingin mas arra sekarang berada disisiku, tapi aku tidak yakin siap bertemu mas arra dengan keadaan seperti ini. Apa mas arra masih akan bisa menerimaku? Bahkan bila ia bisa menerimaku, masih pantaskah aku bersanding dengannya? Aku yang sangat jauh dari kata sempurna yang selalu ia lontarkan untuk memujiku.

Tubuhku semakin lemas memikirkan mas arra dan perlakuan cabul alnord, aku terduduk dibawah shower dan tanganku tak sengaja memutar kran sehingga air yang turun dari shower membasahiku, membuat dingin semakin kurasa. Kupeluk lututku karena aku merasa tak kuasa lagi menahan tangisku. Akhirnya tangisku turun kembali. Memang sia sia bila difikir sekarang aku baru menyesali, karena semua ini telah terjadi. Sekarang aku hanya perlu siap, siap dengan kejadian selanjutnya yang mungkin sama sekali tidak aku ingin. Rasanya aku sangat butuh mas arra sekarang, tapi aku juga tidak ingin bertemu. Aku malu, aku takut. Semakin lama tangisku semakin terisak, badanku semkin basah kuyub.

Brakkk!!!

Suara kencang pintu kamar mandi, aku benar benar tak minat untuk mendongakkan kepala sekedar melihat siapa yang berani membanting pintu. Badanku lemas dan tangisku tak kunjung ingin berhenti.
Tiba tiba sebuah pelukan kurasa, hangat. 

"maafin aku." suara nya terdengar serak dan aku tau dia adalah mas arra. Tubuhku terasa menegang, rasanya ingin membalas peelukannya tapi aku terlanjur jijik dengan diriku sendiri. "seharusnya aku selalu berada disamping kamu." lanjut mas arra semakin mengetatkan pelukannya.

"aku gak sempurna mas, aku gak sesempurna yang mas arra bayangkan." tangisku yang tak kuat melakukan apapun lagi. Mas arra semakin memelukku erat, memberi kedamain, menghangatkan tubuhku.

"aku gak perduli." kata mas arra mengusap kepalaku.

"tadi aku... "

"sstt... " henti mas arra. "jangan ungkit ungkit itu lagi, kalo hanya buat kamu sakit hati." lanjut mas arra. Kemudian mas arra mematikan kran, dan hatiku entah kenapa kembali tenang karena perkataan mas arra. Perlahan tanganku bergerak membalas pelukannya, menyandarkan keplaku di tubuhnya.

Yakin dengan diriku yang mulai tenang, mas arra mulai mengangkat tubuhku dibawa keluar kamar mandi. Sudah tak ada para santri putri yang menungguku, mas arra meletakkn tubuhku diatas ranjang.

"mas, nanti basah." ucapku parau, membuat mas arra kembali menggendongku.

"oh..., trus minta digendong terus?" tanya mas arra tersenyum. Aku ikut tersenyum sambil menyembunyikan wajah maluku didadanya.

"aku mau ganti baju aja." pintaku.

"ya udah." mas arramenurunkn akj dari gendongannya. Aku segera mengambil bajuku didalam lemari dan melangkah masuk kamar mandi.

"ul..." panggil mas arra menghentikan langkahku. "disini aja gantinya." ucapnya sambil mengedipkan mata mesum.

"dasar mesum." ucapku segera masuk kamar mandi dan pastinya menyembunyikan pipiku yang memanas, merona.

Aku sebenarnya tak mau menymbunyikan masalahku semua kepada mas arra. Tapi aku telalu takut bila mas arra tau, hubungan kami tak akan baik baik aja.

Ya Allah..., lindungilah keluarga kami. Tuntunlah langkahku, aku tak mau kehilangan mas arra. Aku menyadari mas arra lah yang sangat aku butuhkan. Aku rela tak punya apa apa, asalkan mas arra selalu disisiku. Menemaniku dan senantiasa memberi ketenangan hatiku.

si eneng brandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang