part 19

142 6 0
                                    

dengan fikiran dan perasaan yang tak karuan kulangkahkan kakiku yang terasa berat masuk kedalam rumah. tapi betapa terkejutnya aku melihat mas arra menunduk takut dan abi didepannya terlihat sangat marah sedangkan umi berusaha meredam amarah abi. mengetahuiku semua langsung menoleh menatapku, yang semakin membingungkan abi menatapku tajam penuh amarah. tiba tiba nyaliku ciut dan aku diliputi rasa ketakutan.

"sabar bi..., istighfar." tenang umi mengusap lengan abi. mas arra kembali menunduk.

"ada apa bi?" tanyaku berjalan mendekati abi, walaupunn aku sangat takut dengan kemarahan abi sekarang. sekalipun aku tak pernah melihat abi semarah ini, jantungku berdebar kencang ketika aku telah berdiri tepat didepan abi. tiba tiba sebuah tamparan keras mendarat dipipiku, membuat rasa perih menjalar keseluruh tubuhku. kupegang pipiku sambil memandang abi ketakutan

"dari mana kamu!!!" bentak abi membuatku terkejut sampai serasa jantungku ingin meloncat keluar. mas arra langsung menarikku mundur dan berdiri didepanku. 

"maaf bi, ini salah arra. arra yang mengizinkan ulya keluar." mas arra membelaku. padahal akulah yang memaksa agar diizinkan untuk keluar, tapi kenapa mas arra tetap melindungiku? aku tiba tiba merasa sangat bersalah. abi menatap mas arra tajam, mas arra segera memeluk tubuhku dan mengusap kepalaku.

"ulya tanggung jawab saya abi, maafkan saya. bila abi ingin marah dan menampar ulya, lakukan saja pada saya. suaminya." ucap mas arra bergetar. aku benar benar tak percaya dengan semua yang dilakukan mas arra untukku. bahkan dia sekarang memelukku dengan sangat erat, dia jadikan tubuhnya tameng agar abi tak bisa meluapkan kemarahannya kepadaku. perlahan kubalas pelukan mas arra menumpahkan tangisku didada bidangnya.

perlahan abi melunak, umi terus mengusap lengan abi tak tega melihatku. abi segera melangkah pergi masuk kedalam kamar, sejenak umi melihat kami dan kemudian mengikuti abi masuk kedalam kamar. mas arra terus mengusap kepalaku mencoba memberiku ketenangan, tak lama kemudian mas arra melepas pelukannya dan menatapku khawatir. dengan tangan gemetarnya ia berusaha menghapus air mataku, aku meringis kaget saat mas arra tak sengaja memegang pipiku yang baru saja ditampar abi.

"maaf neng, neng ulya gak papa?" tanya mas arra kahawatir. perlahan aku tersenyum menggenggam tangan mas arra.

"makasih mas." ucapku menatap mata khawatir mas arra. aku tak menyangka mas arra begitu khawatir dan peduli kepadaku. kembali kupeluk tubuh mas arra, aku tak tau tapi aku begitu nyaman dan tenang bila berada didekat mas arra. 

"sekarang neng ulya masuk kamar dan istirahat, saya biar kepondok putra." kata mas arra melepaskan pelukanku sambil menundukkan kepala. belum sampai mas arra melangkahkan kaki pergi aku langsung menggenggam tangannya.

"mas arra gak mau nemenin aku istirahat?" 

"maaf, saya ada jadwal."

"tapi aku butuh mas arra."

aku memelas, memandang mas arra dengan mata berkaca kaca. perlahan mas arrapun mengangguk mebuat senyumku datang. segera kupeluk lengan mas arra dan menariknya masuk kedalam kamar. kami duduk dipinggir kasur, dan aku tiba tiba merasakan kecanggungan. 

"mas, ayo tidur."

"neng ulya saja yang tidur, saya temani disini." 

aku perlahan berbaring dan menatap mas arra.

"sini mas..." ku tepuk tepuk tempat disebelahku, mas arra menggeleng pelan. " tolong..." pintaku memelas. mas arra pun melepas songkoknya pelan dan segera berbaring didekatku, kutarik lengannya agar tubuhnya menghadapku. aku tersenyum menatap wajah mas arra yang nampak sangat lucu. kuusap usap pipinya dan turun menggenggam tangannya yang terasa dingin.

si eneng brandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang