part 32

91 6 0
                                    

jam dinding telah menunjukkan pukul 9 malam. tapi aku Dan risa masih tetap sibuk entah bercanda, belajar Nahwu Shorof ataupun fiqih. sampai sampai aku lupa bahwa aku adalah seorang istri. lengkap sehari aku menghabiskan waktu dengan Risa tanpa melirik Mas arah dan Sekarang Risa harus pulang ia telah dijemput oleh papanya yang mengendarai mobil Pajero hitam.

Mas arra sekarang sedang berbincang-bincang dengan papa risa, sedangkan aku menggandeng tangan risa di sebelah mobil Papa nya. Kami sama-sama cemberut tak mau berpisah. ya risa sekarang semakin dewasa dalam berpikir, dia adalah sahabatku yang seperti saudaraku, lebih tepatnya kakakku.

"Makasih ya sa, udah mau nyempetin waktu mampir ke rumah." ku tersenyum menatap risa.

"Iya, maaf ngerepotin" ucap rissa.

kamipun tersenyum dan segera berpelukan. rasanya Aku tak mau jauh darinya, tapi bagaimana lagi Dia harus melanjutkan mondok untuk mencari ilmu.

"Gue bakal kangen banget sama lo, ya." kata risa semakin memelukku erat.

"Aku juga pasti." balasku tersenyum.

"Ayo Sayang pulang, keburu kemalaman." ucap papa risa.

Risa segera melepas pelukanku, ia tatap aku dan mas arra bergantian.

"mas arra, Aku boleh minta satu permintaan?" tanya risa.

"Insya Allah kalau saya bisa." jawab mas arra tersenyum.

"Jangan pernah buat ulya nangis ya." pinta Risa yang hanya dibalas Senyum Dan anggukan oleh mas arra. sekali lagi aku dan Risa berpelukan sebelum ia masuk mobilnya.

Kutatap risa yang kini telah berada dalam mobil. kami saling melempar Senyum Dan Melambaikan tangan.

"Semoga Allah selalu melindungimu ris, orang baik seperti kamu patut dapat yang terbaik pula." ucapku membuat risa tersenyum dan mengangguk.

"makasih, Assalamualaikum." salam saat mesin mobil telah menyala.

"Waalaikumsalam." jawabku dan Mas arra. mobil Pajero hitam tersebut pun segera melaju menuju gerbang utama keluar dari halaman Pondok Abiku. kutatap terus mobil yang membawa sahabatku tersebut, sahabat yang telah bertekad menjadi sahabat dunia akhiratku. Kupeluk lengan masalah dan menyandarkan tubuhku.

"Dapat salam dari si Ana." teriak risa yang kepalanya keluar dari jendela mobil aku tersenyum dan mengangguk. mobil Risa pun hilang di pertigaan.

dasar Risa selalu tak pernah menambahi tambahan Mbak ataupun Bu untuk Buana, ketua pondokku. bukan bu ana saja sih, semua pengurus tak pernah ditambahin Mbak. karena di matanya semua semua pengurus itu salah dan termasuk aku saat aku masih menjabat ketua pendidikan.

dasar aneh, tiba-tiba mas arra melepas pelukanku dan berjalan dulu masuk rumah. aku menatap Mas Arra bingung, Ada apa dengan mas arra?  ku tatap tanganku, kenapa mas arra meninggalkanku dan masuk ke rumah tanpa menggandeng tanganku? membingungkan.

"Mas Ara...." teriakku segera berlari masuk rumah menyusul mas arra yang baru saja masuk kamar. langsung kupeluk tubuh mas arra dari belakang.

"jangan alay." ucap mas arra yang terdengar datar dan dingin. Perlahan kulepaskan pelukanku dan berdiri didepan mas arra menatap wajahnya.  Matanya tajam menatap lurus kedepan. Tatapannya tajam dan datar,  seperti waktu mas arra bersikap acuh padaku.

"mas..." panggilku memegang lengannya.

Mas arra diam, kemudian ia lepas tanganku. Tanpa menatapku sedikitpun ia melangkah melewatiku dan duduk disinggasananya. Ia ambil kitab kuningnya dan segera dibuka untuk muthola'ah.

si eneng brandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang