part 38

90 7 2
                                    

Hari hari mulai kulewati tanpa mas arra. Banyak perbedaan dan itu semakin membuatku merasa kehilangan sosok mas arra, walaupun sebenarnya mas arra tak pernah meninggalkanku.

"dek..., nglamun aja kerjaan kamu." tegur mbk farah berbisik tak ingin ada yang tau.

"he he he...." tawaku sambil menggaruk tengkuk.

"gak usah mikirin arazi terlalu, dia tetep buat kamu. Aisyah gak bakal bisa nggoyahin iman arazi." bisik mbak farah lagi mencoba menenangkanku. Aku tersenyum mengangguk.

"neng ulya, sekarang coba ganti neng ulya." pinta roudhoh.

aku sekarang memang lebih sering menghabiskan waktu didalam pondok putri, malah sering kali aku tidur dikamar mbak farah. Dan itu membuatku bisa sangat akrab sampai seperti teman pondok dengan para santri abiku. Dan sekarang dapat kalian lihat, aku sedang bercanda tawa dengan mereka dengan menyebutkan hal yang paling konyol yang pernah dilakukan dipondok.

"ehm..." aku berguman mencari hal terkonyol yang kulakukan.

"bohong sama sahabat aku." ceritaku.

Dan.... Krik krik! Tak ada satupun yang tertawa bahkan ekspresi mereka cenderung datar bingung. Aku tersenyum kikuk sambil menggaruk garuk tengkukku ikut bingung.

"ha ha ha..." tawa mbak farah yang terdengar cukup garing dan hambar. Tapi tawa itu pula yang mengundang gelak tawa santri lain. Aku meringis ikut tertawa kecil.

"ha ha, lucu banget sih adekku." canda mbak farah menepuk nepuk pundakku.

"neng ulya bisa saja, kalo itu saya juga pernah berkali kali." kata chumairo' yang langsung mendapat tatapan tajam dari teman temannya. Aku tersenyum melihat pemandangan tersebut. Chumairo'yang sadar akan pandangan teman temannya langsung menutup mulut seakan baru tersadar akan kesalahn ucapannya.

"maksudnya, bohong dalam rangka bercanda. Buat lucu lucuan." jelas Chumairo' menghindari amukan masal dari teman temannya.

"kalo kamu bukan teman yang selalu bikin aku ketawa, udah aku telen sekarang juga." tegas diva geram.

Chumairo' tersenyum sambil mengangkat jari telunjuk dan kelingkingnya.

"udah deh, semuanya juga pernah bohong kali. Jadi gak perlu saling menyalahkan." ingat roudhoh menengahi sebelum percecokan berangsung lagi.

"neng ulya..." panggil yeha yang kepalanya melongok masuk kamar mbak farah and the genk. Lebih tepatnya kamar pengusus. Semua menoleh menatap yeha, begitupun aku.

"kenapa?" tanyaku tersenyum.

"neng, saya mau minta tolong ajarin pelajaran nahwu boleh?" tanya nya yang angsung mendapat tatapan sinis dari semua anggota kamar. Aku menundukkan kepala, selalu saja begini. Bukannya sombong dan pamer, para santri kalo aku sudah berada dipondok maka mereka akan terus coba mendekatiku untuk sekadar mengobrol dan bercanda tawa. Dan sekarang ini, perang antara pengurus dan yeha pasti akan terjadi.

"kamu gak liat neng ulya lagi apa?" tanya Chumairo' datar.

"saya kan hanya minta tolong, itupun kalo neng ulya setuju." elak yeha yang seperti tak ada takut takutnya dengan segerombolan pengurus didepannya. Hampir mirip dengan risa.

"yeha, sedikit sopan kamu gak bisa? Dek ulya sekarang itu masih kumpul sama kami, kamu bisa minta ajarin kalo waktunya belajar. Oke." saran farah tak menghilangkan senyumnya.

"tapi bu farah, saya udah penasaran banget." yeha masih saja berani membalas membuat pandangan sinis semakin tak bisa hilang.

"heh yeha, kamu punya sopan santun gak sih?" sekarang diva ikut bangkit tak terima.

"maaf mbak, tapi dari pada bercanda kan lebih baik berbagi ilmu, biar waktu kita gak sia sia." timpal yeha yang Belun betjuang keberaniannya.

"yeha, Kami ini disini semua pengusus loh. Ustadzah malahan, jadi kamu bisa tidak sedikit sopan. Saya gak minta kamu sopan dengan saya, tapi Seenggaknya kamu mengamalkan pelajaran yang sudah kamu fahami dipondok." jelas mbak farah lembut. Yrha diam kemudian memandangku yang menatap mereka sambil memegang kepalaku.

"lak gak enek neng ulya neng kene, wes tak bully kon." kata Chumairo' menatap sinis yeha. Yeha tak menanggapi, tapi dia masih terus mamandangku seperti meminta untuk menuruti permintaannya.

"gak usah nyawangi neng ulya melas ngono." sinis diva.

"sudah sudah..." hentiku sudah tak tahan lagi. "yeha, saya akan menemui di baduk kamar kamu. Sekarang kamu pergi dulu." lanjutku berbicara lembut sambil menyunggingkat senyum manis buatnya. Yeha mengangguk tersenyum dan segera melangkah pergi.

"dek, orang seperti itu sebenernya gak pantes loh dihalusin. Tapi kenapa kamu selalu minta mbak untuk selalu halusin dia?" tanya mbak farah.

"iya neng, gak semua itu harus dihalusin. Kadang kita perlu keras biar orang dapet pelajaran berharga." kata atika memberi saran.

"iya mbak. Maaf, mas arra juga bilang gitu ke aku. Tapi aku gak bisa aja buat orang lain sedih." aku menunduk merasa bersalah. Aku jadi ingat mas arra karena nasehat nasehat mereka. Aku merindukannya, sangat.

Mbak farah menarikku kedalam pelukannya. Ia menhusap ngusap punggungku dan tak tau mengapa karena sikap hangat mbak farah tangisku langsung pecah. Sesenggukanku menyusul tak tertahan, melihat itu semua mendekat dan ikut memelukku.

"maaf neng, kita hanya menasehati. Bukan maksud memojokin neng ulya." kata roudhoh.

"aku kangen mas arra mbak." tangisku membiarkan semua memelukku.

"gimana kalo sekarang kita vc an sama arra?" saran mbak farah.

"jangan, aku malu dan takut bikin mas arra khawatir kalo lihat aku nangis." tolakku sambil menghapus air mata. Semua melepas pelukannya dan tersenyum.

"ya udah mbah farah, kita aja yang telfon. Sekalian nggodain gus arra, istrinya gak mau sih." goda chumairo' yang langsung diangguki oleh yang lain.

"jangan..." keluhku masih sibuk menghapus air mata.

"kenapa? Kan ada rezeki jangan sia sia in." timpal roudhoh.

"udah cukup ya aku cuma cemburu sama aisyah. Mbak mbak inibjangan ikut ikut buat aku cemburu." gerutuku merebut hp dari tangan mbak farah. Ya, mbak farah memng diizinkan memakai hp karena dia kuliah sekarang.

Semua tertawa mendengar gerutuanku.

"lucunya bikin neng sendiri ngambek, dan itu karena cemburu lagi." kekeh diva. Aku makin cemberut mencari kontak mas arra setelah kuhubungi tak dijawab dn tak berdering.

"mungkin sibuk kali dek." kata mbk farah.

"ya udah deh, ku nemuin yeha aja. Dari pada disini dibikin panas sama mbak mbak nyebelin." gerutuku bangkot berjalan keluar. Sebelum aku benar benar keluar, kubalikkan badan dan menjulurkan lidah mengejak. Tapi itu malah mengundang gelak tawa dari mereka semua.

si eneng brandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang