part 17

182 7 0
                                    

aku melangkah cepat berjalan menuju kamar. pikiranku masih penuh bayangan tentang aisyah, sungguh tak dapat diragukan lagi kecantikan milik aisyah. apa selama ini aisyah juga alasan mas arra tak menyukaiku?. astaghfirullah..., kenapa aku bisa sekhawatir ini memikirkan perasaan mas arra kepada aisyah. padahal aku ketika bersama alnord tak pernah memikirkan perasaan mas arra sedikitpun, ada apa ini denganku...

aku segera masuk kamar dengan perasaan yang tak menentu. aku terdiam terkejut malihat mas arra yang telah berada dalam kamar sedang rebahan diatas kasur. mengetahuiku mas arra segera bangkit dan pindah duduk dikursinya, kursi yang sudah seperti singgasana untuknya. aku duduk ditepi ranjang sambil terus memperhatikan mas arra yang mencari sebuah kitab. ketika sudah ketemu dia segera bangkit membawa kitab dan melangkah menuju pintu.

"mas arra." mas arra yang akan memutar engsel pintu berhenti tanpa membalikkan tubuhnya. "mas arra kenal dengan aisyah?" tanya ku. tak ada jawaban dari mas arra membuatku takut.

"yang mana?" tanyanya selang satu menit.

"yang setoran diumi." mas arra mengangguk membuatku tambah merasa sesuatu aneh menghantam hatiku. "menurut mas arra dia cantik gak?" tanyaku yang tak langsung mendapat jawaban dari mas arra. "mas..." tegurku.

"sudah kodratnya neng, setiap perempuan itu diciptakan memiliki paras cantik." jawab mas arra dan pastinya membuatku agak merasa kesal.

"aku sama aisyah cantikan mana?" aku ingin memastikan.

mas arra diam tak menjawab apapun. walau sudah kutegurpun ia tetap diam dan terus menunduk. kuputuskan bangkit dan melangkah mendekati mas arra, dengan diamnya ini aku cukup faham bahwa mungkin dia sebenarnya memiliki perasaan untuk aisyah.

"mas cinta sama aisyah?" tanyaku yang telah berdiri tepat dibelakangnya. mas arra tetap diam seperti enggan menjawab, membuat rasa aneh ini semakin menguasaiku. "mas." panggilku menyentuh pundaknya.

"neng ulya cinta sama saya?" tanya mas arra ganti, membuatku terdiam ganti tak bisa menjawab. 

"mas arra belum menjawaba satupun pertanyaanku." dalihku berusaha menghindari pertanyaan mas arra.

"maaf neng, tapi pertanyaan saya itu dari dulu belum neng ulya jawab." ucap mas arra segera membuka pintu dan berjalan pergi meninggalkanku sendirian dikamar. aku diam bingung harus bagaimana sekarang.

#

aku duduk disofa ruang tamu sambil menderes Qur'an, menguatkan hafalan sambil menunggu waktu isyak tiba. pintu rumah terbuka membuatku reflek menoleh, mas arra masuk dengan penampilan yang sangat lusuh. rambutnya berantakan, baosnya kucel, sarung dipakai dibawah lutut dan baju koko yang ditenteng. ia berjalan malas menuju kamar.

"mas arra." panggilku karena tak tau mengapa setiap ada mas arra aku selalu ingin memanggilnya. mas arra berhenti tanpa membalikkan tubuhnya menghadapku. "nanti kita sholat jamaah ya, sudah lama kita gak jamaah. mas selalu sholat dimasjid." lanjutku.

"maaf neng, saya sholat dimasjid saja." mas arra kembali melangkah.

"mas." panggilku segera bangkit dan melangkah cepat menghadang mas arra. "mas gak pengen istri mas dapet 27 derajat?" aku berdiri didepannya. melihat wajah dinginnya yang segera ditundukkan. ku genggam tangan mas arra sambil menarik dagunya agr aku dapat menatap wajahnya. kuusahakan memasang wajah semelas mungkin.

"maaf neng, neng ulya saja yang ikut jamaah dimasjid." jawab mas arra melepaskan tanganku dan menunduk kembali.

mataku terasa panas, dan aku merasa sakit hati karena mas arra menenolak permintaanku. aku tak tau sekarang sesulit apakah untuk mas arra sholat berjamaah denganku. apa mas arra marah kepadaku?. dadaku sekarang ikut bergetar terhanyut oleh perasaanku. dan setetes air mataku mulai turun. segera kupeluk tubuh mas arra dan menumoahkan tangisku didada bidangnya. aku ingin mas arra sekarang membalas pelukanku. aku tau aku tak suka dengan mas arra yang dulu, tapi aku lebih tak suka dengan mas arra yang sekarang. aku ingin mas arra yang dulu.

hampir dua bulan sudah pernikahan kami berjalan, tapi mas arra semakin menunjukkan sikap tak sukanya kepadaku. apakah memang semua ini harus berakhir, aku dan mas arra harus berpisah dan kami harus mencari kebahagiaan masing masing. aku dengan alnord, dan mas arra mungkin dengan aisyah. tapi kenapa aku sangat tidak iklas bila memikirkan perasaan mas arra untuk aisyah.

adzan isyak berkumandang, mas arra perlahan melepaskan pelukanku.kemudian ia hapus air mataku dengan tangannya yang gemetar. kutatap mata mas arra yang masih nampak dingin.

"jangan pernah menangis neng, air mata neng ulya terlalu berharga." ucapnya terdengar serak. kupegang tangan mas arra yang menghapus air mataku, kucium tangannya lama dengan hati yang ikhlas. dan tak tau kenapa tiba tiba hatiku rasanya damai sekali. mas arra tak memberikan reaksi apapun, dia hanya menundukkan kepala.

"umi sakit, abi menemani umi sholat. jadi saya yang menggantikan abi." jelas mas arra.

"biar santri senior saja yang mengimami." usulku tetap menggenggam tangan mas arra.

mas arra mengangkat kepalanya meandangku datar dan kemudian tersenyum simpul.

"maaf neng, gak bisa." jawab mas arra  melepas tanganku dan melangkah masuk kedalam kamar.

aku menghapus air mataku dan menghentakkan kaki ku kesal. padahal tadi aku sangat senang karena mas arra bilang bahwa air mataku terlalu berharga, tapi kenapa sekarang ia membuatku sakit hati kembali. aku melangkah kesal berjalan keluar rumah, tapi betapa terkejutnya aku melihat aisyah duduk dibawah menunduk. segera kuhapus sisa sisa air mataku dan mengatur nafas.

"ada apa mbak?" tanyaku.

"ini neng, umi minta data santri yang ingin mengikuti progam tahfidh." jawabnya lembut. kembali kuatur nafasku, karena sekarang aku merasakan rasa aneh ini lagi. entah apa ini yang sering disebut cemburu atau apa tapi aku merasakan ini ketika melihat aisyah. kuambil kertas yang diserahkan aisyah dan kubaca.

"mbak pendidikan?" tanyaku melihat tanda tangan dan nama terangnya.

"iya neng."

"mbak juga ustadzah diniah?" tanyaku yang masih penasaran dengan aisyah.

"iya neng, tapi masih tingkat awal."

aku mengangguk angguk, terdengar suara langkah kaki mendekat. reflek aku menoleh, mas arra melangkah mendekat. kulihat aisyah sebentar dan kemudian muncul ide dikepalaku. aku melangkah mendekati mas arra.

"mas arra." panggilku yang ingin menyentuh tangannya.

tapi tiba tiba mas arra segera menghindari tanganku dan mundur. mataku terbalalak benar benar terjekut, ini penolakan terang terangan yang dilakukan didepan santri. santri bukan sembarang santri, ini santri yang telah sukses membuatku cemburu. kutatap mas arra bingung dan tak percaya dengan apa yang dilakukannya barusan, bahkan sekalipun mas arra tak pernah menolak sentuhanku seperti ini. aku melirik aisyah malu, aisyah sekarang memandang kami bingung.

"neng ulya..." belum selesai mas arra berbicara aku segera berlari pergi masuk kedalam kamar.

kubiarkan mas arra bersama aisyah, aku sekarang diatas kasur memeluk guling sambil menumpahkan semua tangisku. aku kesal, malu dan marah karena sikap mas arra yang dilakukan didepan aisyah. engsel pintu kamar berputar, aku segera bangkit mendorong pintu dan menguncinya. aku tak mau mas arra masuk karena hatiku masih sangat sakit.

"neng ulya..." panggil mas arra sambil mengetuk pintu.

aku kembali duduk menuntaskan tangisku, kuabaikan panggilan mas arra. hanya setengah menit ia berusaha memanggilku dan setelah itu aku tak lagi mendengar suaranya. kurebahkan tubuhku diatas kasur dam menutup seluruh tubuhku dengan selimut.

si eneng brandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang