part 7

179 7 0
                                    

mataku terasa panas, dan air mataku tiba tiba lolos begitu saja tanpa dikomando. ini sunggu kenyataan pahit yang harus kutelan. bukan sebuah jamu yang membuat badan semakin bugar. tapi aku tak tau ini apa, pahit dan semakin pahit atau akan berubah menjadi manis? berusaha ku hapus air mataku yang menyumber. tapi itu merupakan hal yang sia sia. kulihat sebuah kaki dipojok samping pintu, perlahan kuangkat kepalaku memastikan sosok itu.

aku kembali menunduk merasakan rasa pahit yang semakin melekat di kerongkonganku. ada apa dengan semua ini? kenapa ini begitu membingungkan, umurku belum sampai menginjak 17 tahun. tapi kenapa ini semua bisa kujalani?. rissa tak pernah salah menduga, ia seratus persen benar. surat prnikahan yang kupegang jatuh. aku gadis berusia 16 tahun sudah menikah dan membayangkan saja belumpernah kulakukan. sekarang aku malah menjalani.

"neng ulya jangan menangis, neng." seorang tiba tiba saja berlutut sambil menunduk didepanku. membuat tangiku semakin terdengar keras dan memilukan. ku pegang kepalaku yang tiba tiba terasa pusing. kurebahkan tubuhku diatas kasur dan membelakangi suamiku yang kalian pasti sudah menebak siapa dia. siapa lagi kalo bukan mas arra, sanntri yang selalu kupandang rendah itu sekarang adalan suamiku sendiri.

aku terus menangis menerima kenyataan ini. sampai tak terasa aku pun tertidur. memnag maha suci Allah, menciptakan rasa kantuk setip ada rasa sedih. agar kita tak semakin terlarut akan semua kesedihan yang ada.

alunan ayat ayat suci al-Qur'an begitu indah memenuhi kamar. suaranya begitu merdu membuat siapapun pasti terpesona akan keindahan suaranya. begitupun aku yang perlahan membuka mataku, ku edarkan pandanganku dan mendapati sosok pria duduk diatas sajadahnya sambil membaca Al Qur'an. perlahan senyumku hilang, kupegang kepalaku masih tak bisa menerima kenyataan pahit ini.

apakah ini yang kata kedua orang tua disebut dengan yang terbaik untukku? dengan menikahkan aku dengan mas arra diumur semuda ini?.tapi apalah dayaku, sekarang aku haruslah menerima kenyataaan bahwa mas arralah suamiku. dan aku harus melupakan semua masa laluku, alnord. mungkin inipun sebagian teguran dari Allah agar aku tak melulu melanjutan maksiatku.

aku bangkit memakai krudungku dan berusaha membuka pintu.

"maaf, neng. pintunya dikunci, baru boleh dibuka nanti waktu makan malam." kata mas arra yang menghentikan bacaan al Qur'annya. aku menunduk kembali duduk, tapi mas arra malah mendengkul mendekatiku sambil menyerahkan kunci kamar.

"kalo neng ulya pengen keluar mungkin gak papa, kok." kata mas arra meletakkan kunsi disampingku. perlahan kupandang mas arra bingung. mas arra malah segera menunduk menghindar dari tatapanku.

"abi nyuruhnya gimana?"

"gak boleh keluar sampai waktunya makan malam."

"trus???." mas arra hanya terdiam. "mas arra gak suka ada aku disini???" lanjutku bertanya. mas arra tiba tiba terlihat salah tingkah, berkali kali ia terlihat menggaruk tengkuknya bingung.

"bu-bu-bukan git-gitu neng. saya..." aku tersenyum mendengar suaranya yang terbata bata.

"mas sini. duduk diatas." pintaku menepuk tempat disampingku. mas arra menggeleng pelan.

"maaf neng. saya dibawah saja gak apa apa." mas arra masih saja menunduk.

"mas gak pernah ngresa ngucapin ijab qobul?"tanyaku, dia hanya terdiam. "ayolah mas, aku gak ma jadi istri durhaka." lanjutku menarik tangannya. awalnya dia hanya diam dan selanjutnya ia pasrah dan duduk didekatku. aku tersenyum, dan kalian bisa tebak selanjutnya. tak ada percakapan apapun. kami sama sama diam, bingng mencari pembahasan. kugaruk garuk ujung hidungku mencari pembahasan yang paling tepat.

si eneng brandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang