part 20

192 9 2
                                    

pagi pagi setelah makan bersama, umi mulai memberiku arahan tentang semua tugasku untuk mengurus pondok putri membantu umi. puas mendengar umi menerangkan, akhirnya kami berjalan melihat lihat pondok putri. kemudian dilanjutkan perkenalan  jajaran pengurus pondok pesantren putri, dan pandanganku langsung tertuju pada aisyah. aku jadi teringat saat mas arra terang terangan menolak sentuhanku didepan aisyah.

"ini farah, ketua pondok." suara umi menyadarkanku dari lamunan. aku segera bersalaman dengan farah dan tersenyum. "kalo ini, roudhoh. wakil ketua." lanjut umi mengenalkan pengurus satu satu kepadaku. dan saat tepat disaat waktunya aisyah, aku terus menatapnya yang berjalan mendengkul menghampiriku sambil menundukkan kepalanya.

"kalo yang cantik ini, aisyah. dia pendidikan ketiga sekaligus yang mengurus semua kegiatan anak tahfid." terang umi. sejenak kubuang kekesalanku dan berusaha tersenyum. bahkan umiku saja mengakui kecantikan aisyah. aku memandang aisyah yang segera menganbil posisinya duduk didekat para pengurus yang sudah diperkenalkan umi. "kamu tau, sebenarnya dulu suami kamu mau nikah sama aisyah." bisik umi membuatku seketika memandang umi terkejut.

jadi aisyah adalah mantan calon istri mas arra?, kenapa aku baru tau sekarang. jangan jangan antara mereka masih saling mencintai, dan kenapa mas arra malah menikahiku dan meninggalkan aisyah. aku tahu, pasti ini karena abiku yang menjodohkanku dengan mas arra jadi mas arra tak berani menolak. sepertinya juga rasa cinta diantara mas arra dan aisyah masih ada, terbukti dengan penolakan mas arra yang dilakukan didepan aisyah dan juga saat aku mulai tak memaksanya untuk menjadi suami yang sesungguhnya. mas arra mulai bersikap dingin dan cuek kepadaku.

"yang pentingkan sekarang udah jadi suami kamu." umi menyentuh tanganku membuatku kembali tersadar. umi mengusap puncak kepalaku, dan sebisa mungkin aku tersenyum walaupun rasanya sekarang sangat pahit. aku tahu niat umi hanya bercanda, tapi menurutku itu tidak bahan candaan mengingat hubungan ku dan mas arra sekarang sangat tak jelas. jika selama ini mas arra menyayangi dan bersikap manis padaku mungkin candaan umi tak akan terasa sesakit ini.

disaat semua pengurus sudah selesai umi kenalkan, tiba tiba serang santri mendekat.

"maaf umi, gus arra sudah menunggu diluar." ucapnya sopan.

"suruh kesini."pinta umi.

kenapa mas arra kesini, apa yang umi inginkan dari mas arra sekarang. aku menunduk tak mood bertemu mas arra. hatiku sekarang rasanya benar benar aneh, dan mungkih inilah yang disebut cemburu.

"umi capek, sekarang kamu lihat lihat kelas diniah sama suamimu."

aku diam, melihat kelas diniah bersama mas arra?. pastinya akan menjadi hal yang sangat memosankan, apalagi moodku sekarang sangat jelek.mas arra berjalan mendengkul mendekat, kemudian ia segera mengecup punggung tangan umi. aku tetap diam menunduk tak ingin melihat mas arra, sampai umi menyenggolku. memberiku isyarah untuk melihat mas arra, kuangkat kepalaku dan menatap mas arra yang mengulurkan tangannya ke[adaku. segera kusambut dan kukecup punggung tangannya.

"temenin istrimu lihat kelas diniah." pinta umi."iya umi."kenapa umi menyuruh mas arra yang nemenin sih, kan masih banyak santri senior yang bisa nemenin aku. mas arra menggenggam tanganku membuatku reflek menatapnya. ia tersenyum menatapku."ayo." ajak mas arra yang seperti membiusku.hatiku terasa tenang dan damai. kekesalanku musnah seketika, aku segera mengangguk dan bangkit bersama mas arra. mas arra menggandengku berjalan keluar pondok putri menuju area diniah."maaf neng, saya udah lancang nggandeng neng ulya." pinta mas arra melepaskan nggandengannya ketika sudah masuk area diniah. bukan main terkejutnya aku karena menyadari mas arra hanyalah bersandiwara. hatiku terasa ngilu kembali dan candaan umi tentang aisyah terngiang ngiang ditelingaku."mari neng, saya tunjukkan kelas kelas diniahnya." ajak mas arra berjalan mendahuluiku. aku mengikuti mas arra dari belakang.aku mendengar semua penjelasan mas arra tentang diniah dengan malas. dari tadi aku hanya menatap punggung mas arra karena ia menjelaskan semua tanpa sekalipun memandangku, jangankan memandang. berjalan sejajar aja ia selalu menghindar. dan sampai tak terasa kami telah sampai dilantai tiga kelas paling pojok dan paling jauh."jadi, ada yang neng ulya masih tak faham?" tanya mas arra setelah puas menjelaskan semua. aku berjalan mendekati mas arra dan berdiri didepannya."mas arra pernah suka aisyah?" mas arra diam menunduk tak menjawab, persis seperti dugaanku. "kenapa mas arra gak jadi nikah sama aisyah? kan aisyah lebih cantik dari pada aku." lanjutku membuat mas arra terkejut dan perlahan menatapku."dari mana neng ulya tau kalo...""udah lah mas, jadi karena inikan mas arra gak pernah menganggap pernikahan kita ini terjadi?" kupotong ucapan mas arra karena kekesalan yang tiba tiba muncul. dia nyembunyiin ini semua dari aku berarti ia masih suka sama aisyah, kalo dia udah gak suka gak mungkin disembunyikan. hatiku terasa sangat ngilu mengingat semua ini. mas arra, alnord, aisyah, pernikahan ku."bukan, neng ulya salah faham." mas arra gugup."salah faham gimana, mas?" tanyaku mengangkat kepala menatap matanya yang bingung. "mas arra ini suamiku, bukan santri lagi." lanjutku menekan setiap ucapanku. mataku mulai berkaca kaca menahan kemarahan yang sudah siap meledak. "kenapa mas arra milih nikah sama aku kalo akhirnya kayak gini?" air mataku telah sukses menerobos pertahananku."tenang neng, neng ulya salah faham." mas arra mengusap bahuku mencoba menenangkanku. kutundukkan kepala menahan tangisku yang telah lancang keluar, lalu kubuang tangan mas arra dari bahuku dengan kasar."kenapa mas arra dulu gak nikah aja sama aisyah?!" aku agak meninggikan nada berbicaraku. "rasanya sakit mas!" lanjutku membentak."istighfar, neng. jangan terbawa emosi." pinta mas arra yang akan menggenggam tanganku. aku segera mundur menghindar dari tangan mas arra."aku malu mas. mas menghindar dari sentuhanku saat didepan aisyah." dan air mataku tak dapat kutahan lagi. dia sekarang telah berusaha membasahi pipiku dan menimbulakan sesenggukan kecil"neng ulya salah faham. ayo neng, kita masuk kamar bicarain ini baik baik." pinta mas arra menggenggam tanganku dan menatap mataku."lepasin!!!" bentakku menghempaskan tangan mas arra kasar. "ceraikan aku mas!!!" bentakku meminta hal terlarang dalam sebuah ikatan pernikahan. aku telah berada dipuncak kemarahan, aku tak peduli denga semua orang disekitarku. terlebih umi dan abiku, aku yakin mereka pasti juga ingin aku merasakan kebahagiaan. bukan terus terbelunggu dengan mas arra yang masih mencintai wanita lain. kutatap mas arra yang terdiam karena terkejut."sekarang ceraikan aku!!!" bentakku menarik kerah baju mas arra. dengan sigap mas arra menggenggam tanganku dan mencengkram lenganku."jangan bicara begitu neng, pernikahan bukanlah permainan." suara mas arra bergetar, aku tertunduk dengan tangis dan amarah yang telah menguasai tubuhku. semakin lama hatiku semakin terasa sakit bila terus bersama mas arra."mas arra sendiri yang ngebuat pernikahan ini mainan dari awal." sesenggukan ku mulai terdengar keras.mas arra menarik daguku dan menghapus air mataku walaupun tau kalo itu hanya sia sia. ekmudian ia kecup keningku lama, entah kenapa aku sedikit bisa merasa tenang. selanjutnya mas arra menarik tubuh lemahku kedalam pelukannya, lagi aku mendengar jantung mas arra yang berpacu cepat. sampai aku bingung, ada apa dengan dia yang jantungnya selalu berdetak cepat. atau ia memiliki riwayat penyakit jantung. mas arra mengusap ngusap puncak kepalaku sambil sesekali mengecupnya."maafin saya neng, saya selalu membuat neng ulya tersiksa." pinta mas arra yang hanya bisa kujawab dengan sesenggukan ku yang mulai terdengar lirih. mas arra melepaskan pelukannya menatap mataku dan menghapus air mataku dengan tangan gemetarnya."ayo kita pulang." ajaknya yang segera kujawab gelengan. bukannya membujukku lagi, mas arra malah tersenyum dan segera menggendongku. awalnya aku terkejut, tapi karena aku melihat tatapan tenang mas arra dan senyum tulus yang selalu membiusku akhirnya aku menurut saja digendongnya. lagian sekarang badanku rasanya lemas semua karena lelah menangis."saya gak bakal terima kalo ada yang bilang istri saya jelek apalagi kalah cantik dengan seseorang." gerutu mas arra mulai berjalan pulang sambil menggendongku. kutatap terus wajah mas arra yang matanya menatap lurus kedepan sambil mulutnya terus menyunggingkan senyum. perlahan kulingkarkan tanganku dilehernya sambil menatap matanya yang sesekali melirikku."neng ulya tau, saya sangat suka melihat senyum neng ulya." kata mas arra menuruni tangga dengan hati hati. "neng ulya lebih cantik dari siapapun didunia ini saat tersenyum." aku tersenyum mendengar penuturan mas arra. terus kupandang wajah mas arra sampai tak terasa kami telah sampi dibawah. mas arra berhenti sejenak dan memperbaiki posisi gendongannya."berat ya mas?" tanyaku kasihan melihat peluh keringat mas arra."lebih berat melihat istri saya menangis, padahal dari pagi yang saya tunggu itu senyum manisnya." jawab mas arra yang membuatku tersenyum lebar. dan aku tersadar, inilah pertama kali mas arra melontarkan kalimat gombalan kepadaku. pipiku mulai merona. kupererat pelukanku dileher mas arra. jantungku sekarang berpacu lebih cepat dari biasanya, sekarang menurutku mas arra mengambil alih pacuan jantungku.mas arra terus berjalan tak melepaskan sedikitpun senyum menawannya, dan kami akhirnya masuk rumah dan menuju kamar. perlahan mas arra menurunkan aku diatas ranjang, melepas peci dan ia segera berbaring miring menatapku. mas arra kembali membersihkan sisa sisa air mata dipipiku."aku lebih suka mas arra manggil aku tanpa embel embel neng." kurubah posisiku miring menatap mas arra. mas arra tersenyum."saya...""aku juga gak mau mas arra membahasakan, saya untuk diri mas arra kepadaku." potongku menatapnya. mas arra tersenyum lagi dan mengangguk faham. sejenak mas arra atur nafasnya."jadi neng, eh maksud saya, aduh..." mas arra menggaruk garuk tengkuknya aneh. aku tersenyum menatapnya yang masih nampak kesulitan dengan semua permintaanku. mas arra kembali menatapku"jadi kamu udah cinta aku?" tanya mas arra gugup. aku diam bingung harus menjawab apa. kulihat mas arra yang tersenyum gugup menatapku. tanganku bergerak pelan menyentuh pipi mas arra."pokoknya aku nyaman dan senang didekat mas arra. aku senang kalo mas arra perhatian sama aku, berani melihat aku dan tersenyum untukku." kutatap mata mas arra pasti. "dan aku sangat cemburu kalo melihat aisyah." lanjutku cenberut.mas arra tersenyum, ia kecup keningku kemudian segera menarik tubuhku kedalam pelukannya. tidak lama mas arra melepaskan pelukannya dan menatapku, kemudian tangannya bergerak melepas kerudungku dengan pelan. jantungku berdebar tak karuan, mungkin sekarang aku telah seprti patung karena beku dengan sikap mas arra yang tak tau kenap memporak randakan irama jantungku. mas arra menatapku tersenyum sambil membelai rambutku, danbaru kusadari inilah pertama kali mas arra berani menatapku sambil tersenyu. ini merupakan keajaiban yang aku tunggu selama ini."mas arra gak pengen ngomong sayang ke aku?" tanyaku.mas arra semakin tersenyum, kemudian ia kecup keningku dan memeluk tubuhku kembali sambil sesekali mengecup puncak kepalaku."cinta itu gak selalu harus diungkapkan. tapi cukup dirasakan. karena mulut bisa berbohong, sedangkan perasaan enggak." aku tersenyum memejamkan mata menikmati pelukan mas arra, menikmati bau harum tubuhnya dan suara pacu detak jantung nya. dan dari sini aku harus melupakan alnord semua tentang nya. aku harus membuka halaman baru.


si eneng brandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang