part 46

96 6 6
                                    

Aku sekarang berada dalam salah satu kamar dirumah sakit. Dan sekarang seorang dokter sedang memeriksa keadaanku setelah dipanggil oleh abi. Aku menatap lurus kedepan, tak tahu sejak kapan aku sudah berbaring disini. Yang kurasa sekarang badanku masih sakit, dan aku semakin ingin bertemu mas arra.

"baik baik saja pak ini, makannya harus yang halus dulu, Masih gak kuat perutnya." jelas dokter.

"iya dok, makasih." jawab abi. Sang dokter mengangguk dan segera melangkah keluar.

Tinggallah aku dan kedua orang tuaku. Suasananya terasa canggung mengingat saat terakhir aku sadar. Umi mengecup pipiku dan mengusap ngusap kepalaku.

"kamu mau apa sayang?" tanya umi tersenyum. Perlahan kutatap umiku dan tersenyum.

"mas arra dimana umi?" tanyaku memberanikan diri. Abi menarik kursi dan duduk disebrang umi. Beliau usap usap tanganku.

"sekarang waktunya kamu bicarakan rumah tangga kamu bersama arrazi." jelas abi menatapku. "apapun akhirnya, abi gak bisa berbuat apa apa." lanjut abi. Beliau ambil hpku disaku dan diberikan kepadaku.

"abi sayang banget sama kamu sayang." ucap abi bangkit dan membungkukkan badannya mengecup keningku.

"umi sama abi keluar cari makan dulu. Kamu bicara berdua sama arrazi lewat telfon." kata umi kemudian mengecup keningku dan segera melangkah keluar bersama abi.

Sekarang tinggallah aku sendiri disini, menatap layar hp pemberian mas arra. Walpaper berandanya adalah foto kami saat aku menggandeng tangan mas arra saat menggantikannya ngucal diniah. Segera kubuka whats up dan menghubungi mas arra. Berdering, tapi tak kunjung diangkat. Baru panggilanku yang ketujuh diangkat oleh mas arra.

"assalamualaikum mas..." salamku buru buru. Aku sangat senang akhirnya diangkat oleh mas arra.

"Waalaikumsalam." jawab mas arra pelan.

"mas, maafin aku. Mas arra salah faham, aku dan alnord-"

"neng ulya." panggil mas arra menghentikan ucapanku. "gak perlu ada penjelasan, sejatinya kaca yang sudah pecah tak akan bisa kembali utuh." lanjut mas arra membuat sesuatu didadaku terasa ngilu. Rasanya de javu Dengan ucapan mas arra, dan apa maksud ungkapan tersebut.

"mas arra perlu mendengarkan penjelasanku."

"neng ulya." panggil mas arra lagi. "cukup neng, sudah cukup." lanjut mas arra yang membuat mataku terasa semakin panas. "dari pada begini, apakah gak sebaiknya kita akhiri saja semua ini?" tanya mas arra.

"maksud mas arra apa? Mas arra maafin akukan? Mas arra ingin hubungan kita baik baik sajakan?" tanyaku dengan harapan yang lebih. Mas arra tersediam sejenak disebrang sana, membuat aku semakin khawatir.

"mas arra, tolong dengar dulu penjelasanku..." rengekku dengan air mata yang mulai turun.

"maaf kan saya, neng. Dari pada seperti ini, saya dan neng ulya sama sama tersakiti. Apa nggak lebih baik kita akhiri hubungan ini? Kita jalan pada jalan masing masing?" jelas mas arra yang membuatku refleks langsung menggeleng gelengkan kepala.

"hiks... Hiks..., sampai kapanpun aku gak mau bercerai dari mas arra. Hiks... Hiks..." tangisku dengan sesenggukan yang menambah rasa sakit dihati. Kulepas selang infus ditanganku dan segera bangkit. "mas arra sekarang ada dimana? Hiks.... Aku kesana sekarang mas hiks..., kita bicarain ini baik hiks baik." ucapku berjalan menuju pintu, mengabaikan rasa sakit disekujur tubuhku dan pening dikepalaku.

"maaf neng, saya sudah kembali kemesir." jawab mas arra membuat tubuhku seketika terjatuh lemas sebelum tanganku meraih pintu. "maaf neng." ucap mas arra sebelum memutus sambungan telfon. Aku terdiam ditempat, air mataku terus mengalir dan sesenggukanku terdengar bersaut sautan.

si eneng brandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang