part 28

109 8 0
                                    

Sepasang tangan kekar memelukku erat, memberiku kehangatan. siapa lagi kalo bukan mas arra. tubuh kami telah tertutu selimut dengan sempurna, tapi mas arra tetap memelukku erat. sesekali ia berbisik tepat ditelingaku.

"ana ukhibbuki." bisiknya sambil mengusap rambutku. ini kata kata manis seharusnya dan aku seharusnya juga tersenyum bahagia sekarang mendengar kata itu. tapi situasi saat ini membuatku ingin menangis setiap mas arra melontarkan rasa cintanya kepadaku.

mas arra membuatku semakin teringat akan alnord, dan aku semakin membenci masa laluku. aku benci alnord, aku benci sikap brandalku, aku benci aku yang murahan. dimana harga diriku dulu, kenapa aku selemah ini berhadapan dengan nafsu dunia. kenapa imanku tak menghalangiku dulu, dan sekarang hanya tinggallah penyesalan yang kudapatkan. kenekatan alnord kepadaku, membuatku semakin merasa tak pantas bersanding dengan mas arra. tapi aku tak ingin jauh dari mas arra.

"ulya alkhowairizmi, aku berjanji akan selalu berada disampingmu. aku tak mau lagi melihat air mata keluar dari mata indahmu itu." kata mas arra mengusap rambutku.

dan pertahananku runtuh, air mataku mulai turun. tanpa mas arra sadari, semua kata manisnya membuatku semakin bersalah. aku merasa semakin terhina dan tak pantas dengannya. dadaku mulai bergetar menahan sesenggukanku yang memaksa bersuara.

"sayang..." panggil mas arra mendorong tubuhku pelan. "jangan nangis lagi." lanjut mas arra.

bukannya mereda, tangisku malah semakin meledak. sesenggukanku langsung keluar dan air mataku keluar tanpa terkontrol. hatiku rasanya sangat sakit melihat mas arra tetap baik kepadaku, ya memang dia belum mengetahui yang sebenarnya. tapi apakah bila setelah ia mengetahui semuanya, ia tetap menyayangiku seperti ini?

mas arra menarikku kedalam pelukannya kembali, ia mengusap usap punggungku mencoba menenangkanku.

"aku disini, aku bakal terus jagain kamu." bisik mas arra berusaha menengkanku. Aku semkin sesenggukan mendengar setiap kalimat manis mas arra, Ya Allah...  permudahlah semua urusanku dan lapangkanlah dadaku.

"jangan pernah tinggalin aku, mas." isakku sambil memeluk mas arra erat.  Aku tau sekarang aku egois, aku ingin mas arra. Dan aku gak mau ia tau kan cacatku, aku ingin dia hanya tau kesempurnaanku saja sampai dia tak punya alasan untuk menunggalkanku.  Pokoknya alnord tak boleh membuka mulut, bagaimanapun caranya alnord tak boleh mengatakan hubungan kami yang dulu.

"aku janji ul, aku akan selalu disamping kamu dan jaga kamu. Aku gak akan ninggalin kamu." tenang mas arra mengecup puncak kepalaku.
Perlahan tangisku reda, semakin kueratkan pelukanku sebagai tanda tak akan melepaskan mas arra yang diam diam telah menempati ruang dihatiku yang selama ini dipenuhi alnord.

#

Jam dinding telah menunjukkan pukul 7 pagi. Tapi aku masih nyaman berbaring diranjang ditemani mas arra yang dari tadi memainkan rambutku. Dan aku sibuk memainkan brewoknya. Memang dari pada rambut panjngnya, aku lebih suka dan tertarik dengan jambng mas arra yang dibiarkan tumbuh.

Sebenarnya aku tidak masalah bila ia memanjangkan jambang, toh itu adalah sebuah kesunnahan. Tapi kalo rambutnya yang dipanjangin, aku agal ilfeel.  Karena rambut panjang adalah ciri khas perempuan.

"ul, kamu udah cinta belum sama aku? " tanya mas arra menatapku. Aku terdiam, sebenarnya aku sudah tau jawabannya dan dapat menjawabnya langsung. Tapi kenaa rasa gengsiku sangat tinggi dan jantung ini tak bisa diajak kerja sama. Bawaannya gak bisa diam kalo udah serius gini sama suami tercintaku.

"ul... " panggil mas arra.

"nama aku ulya mas... "

"ya makannya aku panggil ul. Lagian kamu, aku tanya malah dikacangin." gerutu mas arra. Aku tersesnyum menatap mas arra lekat, ku usap pipinya pelan.

"aku juga gak tau mas. Cinta aja aku gak ngerti definisinya." jawabku menatapnya serius.  "pokonya yang sekarang aku rasain itu, aku nyaman dan tenang bila deket mas arra. Aku gak mau jauh dari mas arra, dan aku gak mau kehilangn mas arra." lanjutku yang entah sejak kapan jantungku berdebar lebih kencang membuatku sedikit gugup.

Mas arra tersenyum, ia usap pipiku dan ia juga semkin mendekatkan wajahnya dengan wajahku. Aku semakin gugup karena mas arra menghapus jarak dan saat aku telah merasakan nafasnya segera kupejamkan mataku. Sesuatu lembut mendarat dibibirku membuat sekujur tubuhku terasa merinding.

Brakkkk!!!

"ulya... " panggil seseorang membuat mas arra segera melepas ciumannya dan menjauh dari tubuhku. Kami melihat kearah pintu, abi dan umi berdiri khawatir menatapku membuatku yang awalnya mencebik kesal karena gangguan mereka malah memandang kedua orang tuaku berkaca kaca.

"sayang..., kamu baik baikkan?" tanya umi berlari dan segera memeluk tubuhku.

"umi... " parauku membalas pelukan umi. Abi duduk disebelah umi memandangku sambil mengusap kepalaku.

"maafin arra, abi umi. Seharusnya arra gak ninggalin ulya sendirian dirumah." sesal mas arra mebunduk.

"mas arra gak salah. Yang salah itu dia." isakku yang kembali menangis.

"udah, bukan saatnya saling menyalahkan. Ambil hikmahnya aja dari semua kejadian." ucap abi yang seperti biasanya sangat bijaksana.

Aku dan mas arra mengangguk. Umi?  Ya begitulah seorang perempuan. Umi menangis sambil memelukku, beliau bemar benar merasakan kesedihanku dan rasa sakitku.

"umi udah..." tenang abi ikut berpelukan denganku dan umi.

"seharusnya kemaren kita lansung pulang aja abi. Gak usah nginep. Kan bener firasat umi kemaren." isak umi.

"umi ini,  baru aja abi ngomong. Jangan nyalahin diri sendiri, diambil hikmahnya aja." nasehat abi.

Kulirik mas arra yang terdiam menatap kami tersenyum, kulurkan tanganku dan menggenggam tangan mas arra kemhdian tersenyum. Mas arra menatapku dan mengusap punggung tanganku dan kemudian dicium.

Abi melepas pelukan dan menatap mas arra tersenyum.

"sekarang kalian temuin polisi didepan. Mereka yang menyelidiki kasus kamu. Biar pelakunya cepet ditangkep." kata abi. Umipun segera melepas pelukan dan menghapus air mata. Kutatap mas arra takut.

"aku temenin." mas arra tersenyum sambil menggenggam tanganku. Umi dan abi bangkit turun dari tempat tidurku dan mas arra. Mas arra mengambil kerudungku dan dipasangkan. Kemuadian ia genggam tanganku dan segera turun dari kasur.  Aku turun dari kasur dan langsung memeluk lengan kekar mas arra.

Aku berjalan smbil terus berfikir apa yang harus kujelaskan kepada polisi. Tak mungkin aku berbicara jujur, tapi aku harus berbohong bagaimana. Bagaimanapun aku juga tak mau alnord tertangkap dan semua rahasiaku akan terbongkar.

"hai, sayang tenang aja. Polisi pasti bakal dapat pelakunya kok bila kamu menjelaskan semuanya." kata mas ara karena langkahku terhenti tepak didepn pintu.  Ku menoleh menatap mas arra, aku yakin wajahku sekarang ketakutan dan mas arra untung tak curiga.

"mas aku bahkan tak invat semuanya, aku gak sadarkan diri." ucapku.

"jelasin yang kamu tahu. Tenang aja, kalo polisinya galak, aku bakal galakn ganti." cand mas arra.

Aku tersenyum dan sedikit tenang. Kupeluk erat lengan mas arra dan kembali melangkah. Aku yakin semua akan terasa ringan bila aku lakukan dengan mas arra.

si eneng brandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang