part 10

174 10 1
                                    

satu minggu sudah pernikahanku dan mas arra berjalan. dan sampai saat ini tak ada yang mengesankan dari hubungan kami. gregetan, marah, kesal, pokoknya sangat mengurs emosi. menikah dengan seorag santri dari orang tua sendiri sangat menyebalkan, aku tidak bisa membayangkan, kalo pernikahanku seperti ini. sekarang didunia ini orang yang seperti mas arra itu sangatlah tidak mungkin. bagaimana bisa dia tak berani memandangku, menyentuhku, berbicara kepadaku, apalagi menjalankan kewajibannya sebaai suami.

aku adalah seorang wanita bagaimanapun. walaupun aku adalah seorang gadis yang masih berumur 16 tahun tapi aku adalah seorang istri, ini sangat membingungkan dan menyebalakan. awas aja, kita lihat siapa yang menang dalam pertempuran yang kamu mulai sendiri mas.

"neng ulya, besok neng ulya ikut saya dateng kepengajian akbar desa sebelahya." ucap mas arra yang hanya kubalas dengan tatapan kesal.

aku bangkit dan melangkah mendekati mas arra, mas arra tetap diam sambil seperti biasa, menundukkan kepala tak berani memandangku. aku sendiri tak tau sebenarnya ia tak berani memandangku karena aku sangat jelek atau sangat cantik. setelah aku berdiri didekatnya aku segera duduk dipangkuannya, dan langsung mengusap usap brewoknya yang mulai menebal itu. mas arra diam tak memberi reaksi sedikitpun. tak mau kelamaan segera kudaratkan ciumanku tepat dibibirnya, dan mas arra tetap diam membeku seperti patung. semakin kuperdalam sampai aku bisa merasakan kopi yang baru saja diminumnya. tetap tak ada respon sampai aku merasa dongkol sendiri.

segera kulepas ciumanku dan berlari menghempaskan tubuhku diatas kasur. hatiku rasanya hancur, benar benar hancur. dia memang tidak menolakku. tapi tak memberi respon apapun cukup bagiku mengetahui dia tak menginginkanku, dan cukup baginya bisa memporak randakan harga diriku. aku bagai wanita penggoda yang tak dianggap sama sekali.

aku menangis sendiri, mas arra sama sekali tak berminat mendatangiku dan menenangkanku. ia hanya diam bahkan memanggilpun tak dilakukannya. Ya Allah ini merupakan cobaan yang terbesar kuhadapi. semakin kupejamkan mata ini, membuang sakit hati yang semakin menempel dihatiku.

***

arrazi nuril fattah

kupegang bibirku masih tak percaya dengan apa yang baru saja dilakukan oleh istriku. dia melakukannya dulu, padahal kukira dia sama sekali tak menginginkan aku. tapi sekarang apa yang kulakukan. aku bangkit memandang tubh neng ulya yang punggungnya masihh terlihat bergetar. sungguh aku merasa bersalah, tapi apa yang ahrus kulakuakan?, bila sekarang kuhampiri dan kutenangkan apa dia akan tenang, atau semakin kesal. atau apa aku harus memberinya waktu sedikit untuk menumpahkan tangisnya, agar dia bisa lega dan besok akn ku perbaiki semuanya.

ku ambil kertas kosong dan menulis sesuatu diatasnya.

"neng ulya, saya jama'ah di masjid. bila neg ulya mau jama'ah juga silahkan nyusul."

tulisku segera menempelkan dilemari dan melangkah keluar masuk pondok putra, suasana masih ada yang ramai. biasalah kang kang santri cangkruan, aku datang kekamar riski, sahabatku.

"loh, kon lapo rene?" tanya rizki binung melihatku.

"aku tidur disini ya malam ini."

"lha lapo? bojomu piye?" ia bingung. "kon manten enyar loh, opo maneh bojomu ayu." lanjut riski. aku sejenak tersenyum teringat dulu waktu pertama kali dia tahu aku disuruh menikah dengan neng ulya dan saat dia mengetahui foto masa kecil neng ulya. ia tak henti hentinya mencaciku karena menerima neng ulya yang dalm foto masa kecilnya kelihatan jelek, kecil, hitam, dan dekil.

si eneng brandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang