part 33

79 5 0
                                    

Mas arra nampak malas mengemasi bajunya. Ia ambil beberapa kitab yang diperlukan kemudian ditaruh disampingku agar kutata di dalam kopernya. Jam dinding menunjukkan pukul delapan pagi dan aku duduk diatas ranjang dengan daster dan rambut yang masih dibungkus handuk. Karena aku baru saja selesai mandi besar, bersuci dari haid.

"ul, apa aku batalin aja ya." entah sudah berapa kali mas arra mengatakan kalimat tersebut dari tadi subuh. Ya, mas arra sekarang menyesal harus mengambil beasiswa jauh jauh dan meninggalkan aku.

"dari pada mas batalin, mending aku ikut mas aja kemesir." gerutuku yang capek mengingatkan mas arra dari tadi, kalo beasiswa ini bukn hanya untuk mas arra. Tapi ilmu yang didapat mas arra dinegri tetangga nanti juga pasti berguna bagiku, anak turun kami serta sntri santri abiku.

Sebenarnya aku senang senang saja mas arra gak jadi berangkat, tapikan percuma perjuangannya selma inibuntuk dapetin beasiswa tersebut. Eh, sekarang malah maen buang aja. Kan mubadzir, lagian bi juga gak setujubdengan keinginan mas arra tersebut.

"kalo kmu ikut, siapa yang disini sama umi dan abi?" tanya mas arra.

"ato aku kemesir, mas arra disini. Jagain umi sama abi?" tawarku kesal.

Mas arra menghembuskan nafasnya kasar. Ia bangkit dan duduk dibelakangku, tangan kekarnya memeluk tubuhku dari belakang dan dagunga diletakkan dibahuku. Aku tak merespon mas arra, membiarkan ia melakukan apapun sedangkan aku sibuk menata barang barangnya agar cukup masuk koper.

"ul, nanti ali ikut nganter." kata mas arra lirih. Tapi sukses membuatku terdiam larena terkejut. Sekarang aku harus bagaimana? Haruskah semua terbongkar secepat ini. Aku yakin, alnord memiliki niat licik kepadaku. Ia tidak ingin melihat aku dan mas arra bhagia. Dan aku tak siap kalo disaat waktu berharga buat mas arra maah nerima kenyataan pahitku. "sekalian, ali pengen kenalan sama kamu." lanjut mas arra menyadarkanku dari lamunan. Kembali kulanjutkan aktivitaku yang belum selesai.

Keadaan kamar hening, tapi bukan dengan hatiku yang sekarang berpekiran macam macam. Mengantisiasi bila alnord membongkar semuanya. Rasanya aku sekarang ingin menghilangkan alnord. Agar dia tak pernah muncul dihadapanku dn mas arra.

"aku cinta kamu, ul." ucap mas arra berbisik ditelingku.

"hm..., aku tau." jawabku singkat karena fikiranku masih dipenuhi sosok alnord. Aku sungguh tak siap bertemu dia sekarang.

"aku kira kamu bakal ngomong cinta balik ke aku." gerutu mas arra mempererat pelukannya.

Aku tersenyum sambil mengusap ngusap tangan mas arra. Ku tolehkan wajahku menatap mas arra dan segera mengecup pipinya. Setelah itu kuusap usap pipinya.

"mas jangan pernah lupain aku ya disana. Jangan ngelirik perempuan lain." kataku menatap matanya. Walaupun aku juga tak ikhlas melepas mas arra, tapi sebisa mungkin aku harus kuat dan terlihat ikhlas. Toh ini juga demi kebaikan semuanya.

"seharusnya aku yang ngomong gitu, sayang." mas arra greget denganku. Aku hanya tersenyum sambil menyenderkan tubuhku didada bidang mas arra, kupejamkan mataku. Menikamati pelukan hangat mas arra yang selalu bisa membuatku nyaman.

Mas arra dan aku sama sama terdiam,  membiarkan tubuh kami saling berpelukan dan mencari kenyamanan dalam dekapan masing masing.

"aku kemakan omonganku sendiri." ucap mas arra.

"maksud mas arra?" tanyaku yang tak mengerti kenapa tiba tiba mas arra bicara begitu kepadaku.

"dulu aku ngambil beasiswa ini karena aku mikir, hubungan kita gak bakal bisa membaik. Rasanya hambar dan aku gak yakin bila bisa berubah menjadi manis. Makannya aku yang capek mau menghindar dan kuliah dimesir." jelas mas arra.

Aku tersenyum simpul mengingat hubungan awalku dengan mas arra. Wajar mas arra mempunyi rencana seperti itu, mungkin jika aku diposisi mas arra akan melakukan hal yang sama. Ini semua salah kami yang tak bisa mengerti satu sama lain, mas arra yang terlalu tawadluk dan aku yang terseret nafsu.

"kamu ingat waktu dulu. Pertama kali kamu membiarkan ku tidur dibawah?" tanya mas arra dan aku hanya mengangguk. Siapa yang tak ingt kejadian itu, aku membiarkan mas arra karena aku juga capek selalu memaksanya untuk tidur satu ranjang denganku dan juga karena kehadiran alnord yang kembali masuk kedalam hidupku.

"sebenarnya waktu itu aku mau minta maaf dan berjanji menjadi suami yang baik, tapi kamu keburu ngira aku mau minta tidur dibawah." lanjut mas arra membuatku terkejut.

Aku menoleh menatap mas arra yang sekarang menundukkan kepalanya.  Bodoh aku, kenapa dulu aku memotong omongan mas arra. Kenapa aku tidak bisa sedikit bersabar agar semua gak jadi seburuk sekarang. Sungguh aku sangat merasa bersalah, kuangkat badanku dan berbalik. Kududuk dipangkuan mas arra dan segera memeluknya.

"maafin aku mas, aku sok tau banget." sesalku. Mas arra mengusap usap punggungku, kemudian ia dorong tubuhku pelan dan menatap mataku.

"yang berlalu biarlah berlalu, kita sekarang hanya perlu melihat kedepan. Bukan kebelakang." ucap mas arra tersenyum. Aku ikut tersenyum dan kemudian kami kembali saling berpelukan.

"tenang aja zi, masih ada abi sama umi yang jaga istri cengengmu itu." ucap umi yang telah berdiri didepan pintu menatap kami tersenyum. Mas arra yang terkejut segera bangkit membuat tubuhku jatuh dilantai.

"aduh..." rintihku kesakitan. Mas arra terbelalak dan segera membantuku berdiri sedangkan umi hanya melihat dan tersenyum saja.

"maaf." ucap mas arra.

"umi sama abi kebiasaan. Kalo masuk kamar ulya itu, diketok dulu pintunya." gerutuku cemberut sambil mengusap bokongku yang masih terasa sakit. "ulya bukan anak kecil lagi, ulya itu udah punya suami." lanjutku yang masih kesal. "masak um..." ucapanku terporong karena mas arra membekap mulutku.

"udah..., gak boleh gitu kalo bicara sama umi." bisik mas arra yang kemudian melepaskan bekapannya. Mas arra menunduk tak berani menatap umi, akupun ikut menunduk. Bulan tak berani, tapi masih kesal plus baru sajamendapat nasihat dari suami tersayang.

"iya, maaf. Umi dan abi itu ingetnya kamu masih kecil dan butuh ditegur biar gak ndekem dikamar terus." kata umi tersenyum. Aku tak menjawab, karena masih merasa kesal.

"ali udah dateng zi." berita umi membuatku terdiam membeku.

"iya umi, saya segera kedepan." ucap mas arra. Umi mengangguk dan segera pergi dari dalam kamarku dan menutup pintu.

"kamu siap siap. Aku tunggu didepan." kata mas arra mengusap puncak kepalaku dan segera menarik kopernya keluar kamar.

Aku terduduk lemas diatas ranjang. Bagaimana ini dengan nasibku hari ini?, aku sangat mencintai mas arra. Aduh..., bodohnya hambamu ini ya Allah... Kulepas handuk yang membungkus rambutku dan kulempar asal. Lepalaku sekarang rasanya tak dapat berfikir dengan tenang ditambah jantungku yang berdetak tak tau aturan.

si eneng brandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang