part 34

102 5 2
                                    

Aku sudah siap mengantar mas arra kebandara. Saat tanganku akn membuka pintu, tiba tiba aku menghentikan aksiku mengingat aku akan bertemu adek iparku. Siapa lagi kalo bukan alnord. Sejenak kukuatlan hatiku dan mengatur strategi bila nanti harus menjelaskan kepada semua. Aku harus kuat, pokoknya aku harus bisa mempertahankan rumah tanggaku bebrsama mas arra. Perlahan kutarik nafas dan kuhembuskan, kemudian kuputar engsel pintu dan segera melangkah keluar walapun kakiku gemetaran. Kutundukkan kepala berjalan menuju mas arra.

"ini dia kakak ipar kamu." ucap abi tersenyum. Seketika langkahku terhenti, keringat dinginku keluar akibat aktivitas janntungku yang tak normal.

"ulya, lihat ali nih. Katanya kamu penasaran banget sama wajah adek kamu." kata umi.

Aku mencoba tersenyum walau sulit. Kemudian kucoba mengangkat kepala pelan. Melihat wajah yang mungkin saat ini sangat kutakuti. Mataku terbelalak, menyadari seorang yang duduk disamping mas arra bukanlah seorang yang sekarang difikiranku.

William ali murtadlo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

William ali murtadlo

Ya Allah..., cobaan apalagi yang kau berikan. Ini namanya bukan alnord, melainkan sobat karibnya, willy. Dia menatapku datar, aku segera menunduk.

"ulya, kok kayak kaget gitu. Dia ali, adik ipar kamu." tegur abi.

Aku kembali mengangkat kepala dan tersenyum. Kulangkahkan kakiku lebih dekat, aku tak boleh terlihat gugup dan semoga ali tak mengenaliku.

"assalamualaikum." sapaku menguluekan tangan.

"Waalaikimussalam." jawab ali hanya melirik tanganku. Aku tersenyum takut menurunkan tanganku. Kemudian ku segera duduk disamping mas arra.

"ali, gak boleh gitu. Ini mbakmu." tegur mas arra.

"gak gitu mas, aku heran aja. Kok mukanya kayak kaget campur ketakutan gitu loh." ucap ali yang lebih kukenal dengan nama willy.

Astaghfirullahaladzim, jadi aku salah sangka. Alnord bukanlah ali, melainkan willy itu ali. Jadi ancaman dia selama ini cuma kebohongan. Gimana ini, aku dihadapin dengan adek ipar yang memang kukenal. Tapi bukan sebagai ulya, perempuan sholeha. Melainkan sebagai lya, perempuan brandal pacar sahabatnya.

"gara gara dulu kamu marah marahin waktu ditelfon. Istri aku mungkin jadi takut sama kamu." bisik mas arra menabak. Willy mengangguk nggukkan kepala. Wajahnya sangat datar, berbeda sekali dengan yang biasa kutemui wakru brandal.

Aku yakin masalah ini akan semakin rumit, yang aku bisa sekarang hanya duduk diam mendengarkan percakapan orang orang disini. Rasanya tubuhku lemas karena ketakutan.

"ul..., kamu baik baikan? Kok tiba tiba mukamu pucet gitu?" tanya mas arra.
Aku tersenyum sambil mengusap usap punggung tangan mas arra yang menggenggam tanganku.

si eneng brandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang