part 21

167 9 0
                                    

aku berjalan malas masuk rumah, saat ini jam telah menunjukkan pukul 22.00. tapi aku baru saja selesai mengajar. dan sekarang entah mengapa rasanya aku sangat lapar, membuat kakiku langsung melangkah menuju dapur guna mencari sesuatu yang bisa dimakan. tapi langkahku terhenti melihat dan mendengar umi dan abi yang mengobrol didepan meja makan sambil sesekali menyebut namaku dan mas arra.

"apa gak sebaiknya ulya ikut arrazi aja kemesir?" tanya umi.

"gak usah, biar arrazi fokus sama kuliahnya dan ulya fokus sama pondok ini." sanggah abi.

aku terbelalak, mas arra akan kuliah dimesir? dan aku harus tetep tinggal disini? 

"apa abi yakin?" tanya umi yang agak ragu dan hanya dijawab anggukan oleh abi. kuurungkan niatku untuk mencari makan dan segera melangkah masuk kedalam kamar. 

kulihat mas arra yang telah tertidur pulas diatas ranjang. aku duduk didekatnya dan memperhatikan wajah tenangnya, apakah aku bisa tahan gak melihat wajah mas arra sehari saja. lagian mas arra kok gak pernah ngomong sama aku kalo ia ngambil beasiswa kuliah diluar negri. ingin sekali sekarang aku bertanya dan menyuruh mas arra menjelaskan tentang kuliahnya, tapi aku tak tega melihat wajahnya yang nampak nyaman karena telah tertidur lelap. aku berbaring didekat mas arra dan terus memperhatikan wajahnya sampai aku tak terasa aku ikut tertidur.

#

aku melipat mukenaku sambil menatap pundak mas arra kesal, bisa bisanya mas arra tak membicarakan masalah beasiswanya sama sekali kepadaku. aku malah mendengarnya dari abi dan umi. menyadari gelagat kekesalanku, mas arra melihatku takut.

"neng ulya...," panggil mas arra ragu.

"aku bukan neng kamu." ucapku kesal.

"ka_kamu marah?" tanyanya gugup.

"menurut mas?" tanyaku melepas mukena kesal. 

"emang aku buat salah apa?"

"apa yang belum mas arra kasih tahu aku, padahal itu hal yang penting banget." pancingku menatapnya yang menunduk takut.

"maksud kamu apa? aku gak faham." mas arra menggaruk garuk tengkuknya.

"mas punya beasiswa di kairo mesirkan?, dan mas menyembunyikan itu dari aku. padahal itu hal yang penting." kesalku.

perlahan mas arra melihatku yang masih menatapnya kesal. ia tersenyum kikuk sambil menggaruk garuk tengkuknya.

"baru aja diberi kabar kemaren sama campusnya."

"mas arra gak pengen ngajak aku?" tanyaku memelas.

"siapa yang ngurus pondok, siapa yang nemenin abi sama umi?" tanya mas arra menarikku kedalam pelukannya.

aku terdiam dalam pelukan mas arra, ternyata mas arra sama saja dengan umi dan abi. padahal aku pengen banget ikut dan nemenin mas arra. disaat kekesalanku ingin kuluapkan, tapi aku terurung karena lagi lagi mendengar detak jangtung mas arra yang berdetak cepat. aku sendiri bingung kenapa selalu aku mendengar jantung mas arra berdebar seperti ini. apa jangan jangan ia memiliki riwayat penyakit jantung, karena setahuku ini bukan detak jantung orang normal.

"mas arra punya riwayat penyakit jantung ya?" tanyaku hati hati.

"e-emang kenapa?" tanya mas arra gugup.

"detak jantung mas arra kok selalu cepat? padahal orang normal detaknya gak secepet ini." ucapku sambil menajamkan indra pendengaranku.

mas arra melepaskan pelukannya, menatapku dan tersenyum. aku memandangnya bingung. tapi ia malah mengecup keningku membuatku sejenak terdiam dengan keadaan jantung yang berpacu cepat.

"mana ada laki laki yang gak deredek kalo berada didekat wanita secantik dan sesempurna kamu." ucap mas arra mengusap pipiku. 

aku menunduk salah tingkah dengan gombalan mas arra. bisa saja dia menggombal, uhk.., aku selalu dibuatnya merasa paling cantik sejagat raya. ku pengang tangan mas arra dan mengusap ngusapnya, ia melihat tanganku dan tersenyum.

"mas arra sampai kapan kuliahnya? mas pasti bakal nyempetin pulang keindonesiakan?" tanyaku pelan sambil terus mengusap tangan mas arra.

"aku pasti bakal kangen banget sama kamu." kata mas arra menarik tanganku dan diletakkan di bahunya. ia menggeser tubuhnya lebih mendekat, kemuadian tangannya melingkar dipinggangku. aku terdiam kaku saat pandangan mata kami bertemu, mas arra semakin lama semakin mendekatkan wajahnya kewajahku. menghapus jarak, sampai aku bisa merasakan hangat nafasnya.

jantungku tak dapat dikendalikan, ia berdebar semakin keras. dengan gugup kulingkarkan tanganku dilehernya, kening dan hidung kami saling bersentuhan. kupejamkan mataku membiarkan mas arra melakukan keinginannya. mas arra memegang tengkukku, mendorongnya agar semakin mendekat dan saat aku bibir kami mulai bersentuhan.

"arrazi, ulya. kalian jadi-" ucap umi terhenti saat telah membuka pintu kamar kami.

mas arra segera melepas pelukannya dan mendorong tubuhku pelan. ia menunduk sambil menggaruk lehernya, sedangkan aku mendengus kesal. selalu ada halangan ketika aku berdua dengan mas arra.

"maaf, umi gak tau." ucap umi segera menutup pintu kamar kami.

"besok kalo kita berdua dikamar, dikunci aja ya mas pintunya." ucapku kesal.

mas arra menarik kepalaku dan segera mengecup pipiku. kemudian ia usap usap puncak kepalaku.

"jangan ngambek, jelek tau." kata mas arra.

"udah,udah, ayo kita kepasar. umi suruh kita belanja." ajak mas arra segera bangkit dan melepas baju kokonya.

aku ikut bangkit dan segera memakai kerudungku. kemudian aku segera mengikuti mas arra yang melangkah keluar kamar. aku agak berlari untuk mengejar langkah panjang mas arra. tapi saat baru saja membuka pintu, mas arra tiba tiba berhenti. membuat tubuhku menabrak punggungnya.

"mas arra modus banget sih, kalo pengen dipeluk itu ngomong." ucapku melingkarkan tangan diperutnya. bukannya menjawab mas arra malah menepuk tanganku pelan, seakan memberi tahuku sesuatu. aku segera mengintip dibalik tubuh mas arra, nampak aisyah sedang duduk dibawah.

"ada apa mabak?" tanyaku tanpa melepas pelukanku, ingin membuat aisyah cemburu. karena selama ini ialah yang selalu membakar ku dengan api cemburu.

"ini data yang diminta umi." ucap aisyah menyerahkan selembar kertas.

"aku manasin montor dulu." kata mas arra melepas pelukanku dan segera melangkah pergi. segera kuambil kertas dari tangan aisyah.

"ada apa ya?" tanya umi.

"oh, ini mi. mbak aisyah." ucapku menyerahkan kertas umi dan segera menyusul mas arra. mas arra telah berada didepan rumah sambil menaiki montor CB. aku tersenyum dan segera duduk dibelakang mas arra sambil melingkarkan tanganku di perutnya.

"kamu gak perlu cemburu sama siapapun, aku itu suami kamu. bukan suami orang lain." kata mas arra tidak lama setelah meninggalkan rumah.

"aisyah orangnya cantik mas, lagian sebelum disuruh abi menikah denganku, mas mau melamar aisyahkan?" 

"kamu itu, wanita paling cantik sejagat raya yang pernah mas temui. lagian istriku itu cuma kamu, ya kalo aisyah istriku. kamu patut cemburu." kata mas arra tersenyum.

"kalo itu bukan saja cemburu. tapi mas bakal kubunuh." ancamku.

"emang tega."

"demi kemaslahatan perasaan." ucapku sewot. mas arra menggeleng gelengkan kepala tersenyum. ku samdarkan kepala dan semakin mengeratkan pelukanku, mas arra hanya milikku dan gak akan pernah jadi milik orang lain. lagian aku sudah gak suka dengan alnord, aku akan memperbaiki diriku demi mas arra.

si eneng brandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang