part 25

108 7 0
                                    


"aku ikut ya, mas." pintaku sambil mengemasi barang barang mas arra yang akan dibawa untuk mengantar santri lomba. mas arra tersenyum melirikku, ia bangkit dari kursinya dan duduk disampingku.

"kamu disini aja, jaga pondok." kata mas arra melingkarkan tangannya dibahuku.

"mas, kalo aku jaga pondok trus yang jaga aku siapa?" tanyaku menatap mas arra dengan mata penuh harapan. mas arra menarik tubuhku kedalam pelukannya, ia usap usap punggungku.

"Allah." jawab mas arra mengecup puncak kepalaku.

"aku takut dirumah sendirian, nanti kalo ada apa apa gimana?"

"masak kamu gak percaya sama Allah."

"ya percaya lah, mas. tapikan..."

"udah, jangan cengeng ah." kata mas arra semakin erat memelukku. kuhembuskan nafasku pelan, apa daya aku sebagai istri. aku hanya harus patuh. "kalo takut dirumah dipondok aja, ajak si farah nemenin." saran mas arra.

"iya." jawabku malas.

ku balas pelukan mas arra, kenapa disaat hubunganku dan mas arra membaik ada aja halangan. mas arra riwa riwi ngurus beasiswa, mas arra kecapekan, dan sekarang saat semua urusan beasiswa selesai, tinggal berangkatnya saja seminggu lagi. eh sekarang mas arra harus mengantar santri lomba, kan jadi berkurang waktu berduaan sebelum ditinggal 3 tahun. mana mas arra gk pulang sebelum sarjana. 

"aku sayang kamu, ul." bisik mas arra.

"makannya aku diajak ya." mohonku lagi.

"jangan didebatin lagi deh, ul."

"lagian..."

"ul..."

"iya mas, maaf." akhirku semakin erat memeluk tubuh mas arra.

"ul, kamu udah cinta sama aku belum sih?" tanya mas arra membuatku bingung untuk menjawab apa. kalo dibilang sudah cinta bisa sih, tapi sekarang aku sedang kesal dengan mas arra karena dia tak mau mengajakku.

"gak tau, masih proses mungkin." jawabku asal.

"ul,"

"mas, mas gak ada panggilan lain ya selain ul? kalo gak ada jangan ul, tapi ya aja. atau mas arra manggil aku sayang, gakpapa." gerutuku melepaskan pelukanku, membiarkan mas arra masih memelukku.

"emang kenapa?, ul kan juga bagus?" tanya mas arra melepas pelukannya dan menatap mataku yang kesal. apa apaan aku dipanggil ul, aneh banget dengernya. gak meching sama muka aku yang sangat cantik gini.

"manggil sayang aja kayak tadi pagi." gerutuku asal ceplos.

"ngarep banget ya aku panggil sayang?" mas arra menatapku curiga. aku terbelalak sambil mengucapkan istighfar. mulut mulut, gak tau sikon apa? tadi bilang masih proses suka, sekarang aku malah terang terangan minta dipanggil sayang.

"nggak tuh." ucapku salah tingkah. "kalo mas arra gak mau, panggil ya aja, asal jangan ul." lanjutku cemberut. mas arra tersenyum menatapku, tiba tiba sebuah kecupan sekilas mendarat dibibirku. reflek aku terbelalak kaget. 

aku langsung menatap mas arra tak percaya sambil memegangi bibirku. mas arra tersenyum, tangannya terulur memegang pelipisku. ia semakin mendekatkan wajahnya kewajahku, meniadakan jarak diantaranya. aku mulai memejamkan mata, tak kuat menahan gejolak jantungku yang selalu tak kena diajak kerja sama kalo mas arra bersikap romantis. lama tak ada apapun yang terjadi, akhirnya kuputuskan membuka mataku perlahan. langsung kudapatkan dua bola mata mas arra menatapku insten.

"sekarang aku udah harus berangkat, keburu kesorean." ucap mas arra melepaskan tangannya dari pelipisku. kemudian ia bangkit dan menutup tasnya. "ayo anterin aku keluar, sekalian ngatur santri." ajak mas arra menarik tanganku. 

si eneng brandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang