Sebenarnya, jika mengingat perkataan Inggita, ia sedikit takut untuk melewati Jalan Delima. Tetapi, mau bagaimana lagi. Isyana enggan mengambil risiko melalui jalan raya yang otomatis membuatnya semakin lama tiba di rumah. Jika saja dirinya mengendarai sepeda motor ketika berangkat ke sekolah, sudah dipastikan gadis tersebut akan mengambil rute melewati jalan raya. Akan tetapi, masalah ekonomi keluarga yang memburuk membuat Isyana harus bersabar ketika berangkat dan pulang sekolah hanya dengan berjalan kaki.
Bagi Isyana, selama ini tidak ada masalah. Toh, rumah dan sekolahnya hanya berjarak 500 meter.
Namun, sejak Inggita memberitahukan jika hari ini ada tawuran STM 05 melawan SMA Tarumanegara, perasaannya menjadi was-was. Benaknya dilingkupi perasaan janggal.
Ingatan Isyana tiba-tiba dilempar ketika hari ketiga orientasi. Kala itu, dirinya melihat anak kelas XII berusaha mencongkel teralis jendela kelas. Membayangkan ia akan terjebak di tengah tawuran lalu terkena teralis itu saja batinnya bergidik ngeri.
"Positif thinking, Syan. Jalan buruan dan segera tinggalin Jalan Delima," celetuk Isyana menenangkan diri sendiri. Meski tak dapat dipungkiri, keringat dingin mengucur deras dari dahi gadis berkucir kuda tersebut.
Isyana bukanlah Inggita yang memiliki kemampuan beladiri. Ia sadar akan hal itu. Bagaimana jika dirinya menjadi objek salah sasaran di tawuran?
Habis sudah nasibnya sekarang.
"WOY, AWAS!"
Isyana terlonjak. Lamunannya buyar seketika. Sebuah pecahan kaca nyaris saja menghantam wajahnya jika tidak ada seseorang yang mengingatkan.
Masih dengan perasaan terkejut, gadis berkucir kuda itu syok berat menatap botol pecahan alkohol di dekat sepatunya.
"Lo yang ngelempar gue?" desisnya tajam kepada pemuda berseragam kuning pucat di hadapannya.
"Bukan. Sumpah. Tapi---"
Belum sempat pemuda itu menyelesaikan kalimatnya, sebuah lemparan botol kaca untuk yang kedua kali kembali melayang. Isyana dengan cepat menghindar. Adrenalinnya dipompa puluhan kali hebat.
"Jangan lari lo, brengsek!" Teriakan murka dari segerombolan orang tak jauh dari tempat mereka berdiri menyeruak nyaring.
"Nanti gue jelasin," sahut pemuda di hadapannya seraya menarik lengan gadis tersebut berlari mencari perlindungan.
"Mau ngapain, sih," protes Isyana penasaran ketika dirinya dibawa berlari menuju sebuah bangunan kosong tak jauh dari lokasi kejadian.
"Nggak ada waktu buat jelasin," seru lawan bicaranya masih mengeratkan tarikan pada pergelangan tangan Isyana.
Isyana memberontak. Gadis berkucir kuda itu menghentikan langkah dengan mata memicing tajam. Pemuda asing di hadapannya tersebut perlu diwaspadai meskipun ia baru saja menyelamatkannya dari pecahan botol.
"Argh." Pemuda berseragam kuning pucat itu mengacak rambutnya frustrasi. "Dengerin gue, di depan sana ada tawuran STM 05 sama Tarumanegara. Ngerti lo?"
"Woi, jangan kabur lo!" Teriakan beringas dari segerombolan siswa kembali menyelinap. Tetapi, kali ini semakin jelas. Derap langkah yang bergesekan dengan aspal terdengar kian mendekat.
"Tunggu apalagi, ayo sembunyi. Lo mau mati bego?" Gemas dengan Isyana yang tak kunjung peka, pemuda berambut acak-acakan itu segera membawa gadis tersebut memasuki area rumah tua. Mereka berdua bersembunyi di balik pagar berkarat yang dikelilingi tanaman rambat.
Gerombolan siswa berseragam putih abu-abu dengan badge sekolah SMA Tarumanegara datang membawa senjata tajam. Mulai dari parang, celurit, gir sepeda, pecahan botol alkohol, balok kayu, dan patahan teralis yang kemarin sempat Isyana lihat. Tanpa sadar, gadis itu menahan napas.

KAMU SEDANG MEMBACA
All the Bad Things
Novela Juvenil[COMPLETE] Dalam hidup, selalu ada yang namanya jatuh, bangun, bangkit, patah, hilang, luka, tumbuh, kecewa, bahagia, dan gagal. Tiap-tiap insan akan mengalami fase tersebut. Tinggal bagaimana cara mereka untuk tetap bertahan. Sebab, memang begitu m...