31. Bangkit

202 64 14
                                    

Sepulangnya Inggita, Isyana, dan Duta dari rumah Hana setelah melakukan berbagai eksperimen, kini menyisakan Kelvien dan sang empunya rumah yang tengah menyandarkan tubuh di sofa empuk ruang keluarga.

Senyum lebar gadis itu tidak kunjung memudar sejak dua jam yang lalu. Sementara Kelvien mulai merancang logo Good Things di Coral Draw.

"Kelv." Suara lirih Hana membuka percakapan tatkala hening telah lama menguasai keadaan. Dia mengerling lawan bicaranya sekilas.

"Hmm," respon singkat dari pemuda berkacamata itu membuat Hana sontak mendengus sebal.

"Ih, kamu, mah. Cuek amat." Merenggut bantal sofa, Hana segera melemparkan benda tersebut tepat ke lawan bicaranya sambil menggembungkan pipi.

Jika hanya berdua dengan Kelvien, sifat manja Hana selalu hadir. Sifat yang hanya ia tunjukan kepada pemuda itu seorang. Apalagi, setelah persahabatan mereka yang telah terjalin selama 13 tahun secara otomatis berhasil membuat Hana tak pernah absen bergantung kepada Kelvien dalam segala hal.

Seolah sudah cukup paham dengan perubahan sikap Hana, pemuda berkacamata itu meletakkan laptopnya ke meja sesaat kemudian mengarahkan seluruh atensinya kepada gadis berambut sebahu tersebut.

"Jadi?"

Hana tersenyum puas. Dia pun menautkan tatapan kepada pemuda berkacamata yang telah menemaninya hingga 13 tahun. "Mereka, tuh, baik banget, Kelv. Nolongin aku tulus tadi di sekolah."

Melupakan soal desain logonya sesaat, Kelvien menopang dagu meminta penjelasaan. Sebelum menceritakan seluruh kejadiannya, Hana menghela napas terlebih dahulu.

"Janji dulu ya nggak bakal panik?" Jemari kelingking Hana mengudara.

"Buruan, Han."

Menggeleng kuat, ia menegaskan. "Nggak mau. Janji dulu. Nggak bakal panik, kan?"

Mengalah, Kelvien pun mengangguk pasrah.

"Nggak bakal khawatir berlebihan?"

"Iya."

"Nggak jadi over protective?"

"Emangnnya, kenapa?" tanya Kelvien curiga seraya memicingkan mata.

"Tadi sewaktu ada match aku di bully sama Thiera and the genk. Mereka nggak suka liat aku di barisan tribun Andalas High School. Nggak pantes katanya."

Kedua mata Kelvien sontak terbeliak. Telapak tangannya terkepal kuat. Sementara rahangnya mengeras menahan ledakan emosi. "Kamu baik-baik aja, Han?" tanyanya, cemas.

Hana menggigit bibir bagian bawahnya, pikiran gadis berambut sebahu tersebut menerawang jauh pada kejadian di dekat gudang sekolah. "Kalau boleh jujur, awalnya aku nggak baik-baik aja. Mereka nampar aku beberapa kali, nyiram aku pake air comberan, dan coret-coret wajahku pake lipstik merah menyala."

Tanpa menunggu waktu lebih lama lagi, Kelvien segera mendekap Hana dalam pelukannya. Insting persahabatan untuk selalu melindungi gadis ringkih tersebut selalu terusik tatkala Hanasedang terluka. "Besok aku bakal temuin Thira," desis Kelvien sambil mengusap lembut puncak kepala Hana.

"Kelv ... aku belum selesei cerita, lho. Kamu nggak perlu khawatir. Udah janji, kan?" Hana menyeringai penuh makna. Seulas senyum miring terbit ketika menyadari tanggapan terlalu berlebihan lawan bicaranya.

Kelvien refleks melepaskan pelukannya dalam seperkian detik. Dahi pemuda tersebut berkerut dalam menatap Hana dengan sorot meminta penjelasaan.

"Tiba-tiba, dateng Inggita sama Isyana yang tanpa sengaja lewat di sekitar koridor deket gudang." Tersalip nada bangga bercampur bahagia saat Hana mulai menceritakan bagaimana aksi heroik Isyana dan Inggita yang menyelamatkan dirinya serta membawa ke tempat latihan taekwondo hingga bertemu Duta.

All the Bad ThingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang