"Daripada lo mencari pekerjaan, mending lo membuka lapangan pekerjaan."
Perkataan Duta sontak memicu tanda tanya besar di benak Inggita dan Isyana. Dahi kedua gadis tersebut bergelombang sementara tatapan matanya meminta penjelasaan.
"Maksud lo gimana?" sahut Isyana, bingung.
"Hah? Jadi bikin usaha, gitu?" Kali ini, Inggita menyoal. Terselip tanda tanya dalam kalimatnya.
Seulas senyum penuh makna terukir di bibir pemuda berahang tegas tersebut. Kepalanya mengangguk antusias. Matanya berbinar cerah. "Tepat sekali, Inggita Liana!" Duta menjentikkan jemari bersemangat di depan wajah gadis itu. "Kita bikin usaha. Kita. Lo, gue, Isyan. Dari situ, ntar bisa dapet duit. Lo nggak perlu sendiri."
"HAH?" seru Inggita dan Isyana secara bersamaan.
"Kenapa?" Sekarang, ganti Duta yang menautkan alis.
Isyana berujar gamang, "Gue nggak ada jiwa-jiwa pengusaha, wirausahawaan, atau apalah itu," keluh gadis itu sedikit meragu.
"Lo nggak perlu cemas, Syan. Ada gue. Kita teamwork." Duta berusaha meyakinkan Isyana dengan tersenyum sumringah hingga memperlihatkan deretan gigi putihnya.
"Terus kalo lo, Git, kenapa?" Kepala pemuda tersebut beralih menatap Inggita."Umm ... gue...."
"Gita, jangan pikir gue nggak tahu, ya, waktu SMP kerjaan lo bikin snap WA isinya jualan semua. Lo punya olshop 'kan dulu?"
Inggita menyengir lebar, tetapi membenarkan. "Ember, waktu SMP punya olshop. Tapi, Ta, bikin olshop sama nanti kita membuka usaha bakal beda. Olshop mah gampang tinggal repost-repost doang dari suplier. Nggak perlu tatap muka terus-terusan."
"Sama aja, elah, namanya juga berwirausaha," timpal Duta dengan semangat menggebu. "Lo punya potensi di bidang itu. Tapi, lo nggak pernah sadar. Lo belum pernah mengenali diri lo seutuhnya."
Inggita bergeming. Menelaah kembali penuturan Duta. Sedari kecil, gadis tersebut sedikit tertarik dengan dunia bisnis akibat pengaruh kedua orangtuanya yang notabene pengusaha barang pecah belah. Namun, dulu sebelum bisnis mereka bangkrut.
Akan tetapi, karena satu dua alasan Inggita tak pernah mendalami hal tersebut. Lalu, saat ini Duta mengajaknya untuk mendirikan usaha.
Mampukah ia?
Berbekal pengalaman dari kedua orangtuanya dalam berwirausaha, Inggita mengangguk walau skeptis. "Oke. Gue mau."
"Nah. Gitu, dong." Senyum Duta merekah kian lebar, ekor matanya melirik Isyana meminta keputusan. "Gimana, Syan?"
Setelah berdebat dengan pikiran serta batinnya sendiri, Isyana mengangguk. "Iya. Gue ikut."
Duta seketika berselebrasi penuh kemenangan. Pemuda tersebut tak jera menunjukkan dereten gigi putihnya kepada kedua lawan bicaranya. "Nanti, laba-nya kita bagi tiga. Buat gue, Gita, sama Isyan."
"Eh tapi...," sela Inggit secara mendadak. "Kita emangnya mau buka usaha apa dulu?" Gadis berambut pendek itu duduk menopang dagu sembari mencari sebuah ilham.
Duta bergumam sebentar, "Bener juga." Pikirannya kemudian mulai berkelana jauh mencari ide berwirausaha yang tepat.
"Jangan yang susah-susah, ya, kita masih SMA," celetuk Isyana sambil memutar otak.
Suasana hening terjadi cukup lama. Ketiga anak manusia itu sibuk dengan pikiran masing-masing. Hingga suara bariton dari seseorang memecah kesunyian kala itu. "Udah, deh, dipikirin ntar. Kalo kalian punya ide, usul, ya."

KAMU SEDANG MEMBACA
All the Bad Things
Fiksi Remaja[COMPLETE] Dalam hidup, selalu ada yang namanya jatuh, bangun, bangkit, patah, hilang, luka, tumbuh, kecewa, bahagia, dan gagal. Tiap-tiap insan akan mengalami fase tersebut. Tinggal bagaimana cara mereka untuk tetap bertahan. Sebab, memang begitu m...