25. Futsal

192 65 14
                                    

Hari yang ditunggu-tunggu oleh klub futsal SMA Tarumanegara, kini dalam waktu kurun dari 24 jam akan terealisasikan. Pelaksanaan match futsal dilaksanakan pukul 10 pagi.

Semua murid tengah mempersiapkan diri berganti pakaian dengan baju hijau penanda suporter TARUMANIA. Jika pada hari-hari biasa jam 10 masih diisi dengan kegiatan pembelajaran, akan tetapi berbeda dengan hari ini. Adanya pertandingan futsal antar SMA swasta di Jakarta serta desakan suppprter TARUMANIA, membuat pihak sekolah harus memulangkan murid-muridnya di jam sembilan guna mempersiapkan diri.

Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi Isyana dan Inggita Kedua gadis tersebut justru masih mengenakan seragam pramuka SMA Tarumanegara enggan berganti pakaian.

Alih-alih antusias layaknya siswa lain, Inggita dan Isyana cenderung biasa saja seolah tidak terjadi apa-apa. Kedua gadis itu memilih menghabiskan waktu di kantin seraya melahap siomay bandung tanpa mengindahkan tanda tanya besar di kepala koor Tarumania yang sibuk wira-wiri menyiapkan koreo. Selain dongkol lantaran baru saja adu mulut dengan salah satu aliansi Lawan STM 05 yang menggangu Isyana saat dirinya tidak masuk, Inggita juga ogah-ogahan datang ke match futsal jika saja tidak ada paksaan.

"Eh. Hubungin, Duta, dong, Syan. Katanya, nanti pas gue tanding menaikkan tingkatan sabuk, dia mau dateng ke Dojang¹ buat usulin ide usaha," sahut Inggita di sela mengunyah siomay.

Isyana mengangguk. Tangan kanannya menuangkan beberapa sendok saus sambal ke piringnya. "Udah, kemarin. Duta jadi dateng, kok.",

"Bagus, deh, kalo---"

Ucapan Inggita sontak menggantung di udara tatkala sorot matanya bersirobok dengan tatapan penghakiman seorang pemuda berpakaian serba hijau yang sedang berdiri tepat di hadapannya.

"Kok, masih di sini?" tegur suara bariton tersebut terdengar dingin.

Inggita melengos. Selera makannya mendadak lenyap. "Yaelah, yang penting gue dateng ke match anak futsal, kan? Terus, di mana letak kesalahannya?" tantang gadis itu seraya mengangkat dagu penuh keangkuhan. Lagaknya seolah menantang.

"Kalian berdua segera ganti pakaian sesuai dresscode." Masih dengan nada bicara yang sama, pemuda tersebut menilik Inggita dan Isyana secara bergantian.

"Harus banget sekarang?" keluh Isyana, sangsi. Netranya menyorot tidak rela sepiring siomay bandung yang masih tersisa setengah.

"Sekarang! Cepet."

Inggita mendengus. "Bacot. Emangnya, lo siapa lo nyuruh-nyuruh gue? Kita, tuh, laper. Mangkannya ke kantin dulu buat makan. Emangnya lo mau gotong gue sama dia kalau semisal pingsan di Andalas High School gara-gara kelaperan?" Tetap pada pendirian, Inggita justru santai menyendokkan siomay ke mulut sambil sesekali menyeruput es teh manis. Tampak sama sekali tak memedulikan pemuda yang sedang naik pitam di hadapannya.

"Gue bilang sekarang, ya, sekarang," desis pemuda tersebut tak mau kalah. Kedua tangannya terkepal kuat menahan amarah. Sedangkan bibirnya komat-kamit bersumpah serapah.

Inggita yang mulai terusik, segera meletakkan garpu dan sendoknya begitu saja. Tatapan matanya kini beralih dari siomay menuju salah satu anggota Tarumania gusar.

"Lo siapa, sih? Orangtua gue? Wali kelas gue? Sahabat gue? Lo itu bukan siapa-siapa! Nggak usah sok-sok ngatur hidup orang dan main perintah." Tanpa rasa takut, Inggita meninggakan suara. Gadis berambut pendek itu mengulum senyum asimetris. "Denger baik-baik, ya, gue sama dia ke AHS apa nebeng  lo pada? Enggak, kan? Gue bawa sepeda motor sendiri. Terserah, gue, dong mau berangkat jam berapa aja?"

Tidak tahan menghadapi gadis keras kepala di hadapannya, pemuda berpakaian serba hijau refleks menggebrak meja kantin. "Lo kalo nggak niat ikutan lebih baik dari awal nggak usah ikut!"

All the Bad ThingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang