39. Kekacauan

168 54 16
                                    

Hari-hari berlalu begitu saja. Tak terasa sudah satu minggu Good Things dibuka. Namun, belum ada satu pun pengunjung yang bertandang.
Seakan tujuh hari sepi pengunjung belum berarti apa-apa, semesta menimpakan masalah baru bagi stand Good Things sore ini.

Kelima remaja itu sontak membelalakan mata sempurna tatkala mendapati lapak mereka berbeda dari biasanya. Ruko yang terpampang stand bertuliskan Good Things itu hancur dirobohkan. Balon warna-warni yang semula dijadikan hiasan untuk menarik pengunjung raib tak berjejak. Belum lagi, peralatan membuat boba milk tea yang juga dirusak oleh oknum tak bertanggung jawab.

Hana memekik kaget seraya membungkam mulutnya sendiri dengan telapak tangan. "Ini ... siapa yang ngancurin toko kita?"

Ia maju beberapa langkah, menatap stand Good Things yang berantakan layaknya dilanda badai topan. Netranya tiba-tiba memburam oleh luapan kristal bening. Ia yakin, sekali berkedip saja, air mata akan berbondong-bondong meluncur dari benteng pertahanannya.

Sementara itu, Isyana hanya mampu membeku di tempat. Perasaannya bergetar hebat. Wajahnya menampakkan raut syok berat. Padahal, baru kemarin malam mereka meninggalkan tempat ini. Kala itu, keadaan stan masih baik-baik saja. Lantas, kenapa sore harinya ketika ke sini lagi sudah sangat berantakan?

"Gue rasa ... ada yang sengaja ngancurin lapak Good Things," gumam Kelvien, intuitif. Sosok yang paling tenang di antara kelimanya itu melenggang menuju stand. Berjongkok, lalu mulai meneliti lebih dalam apa yang baru saja terjadi.

Inggita yang tak mampu membendung ledakan emosi, hanya bergeming di tempat seraya mengepalkan telapak tangan hingga buku-buku jarinya memutih. Ia menyorot tajam kekacauan di ruko sore ini.

"Guys! Ke sini, deh."

Di tengah keheningan yang merayap, Kelvien berseru. Ia menoleh, melayangkan kode kepada teman-temannya agar lebih mendekat. Tanpa diperintah dua kali, mereka beranjak dengan sorot meminta penjelasaan.

"Kenapa?" Duta yang sukses mengendalikan keterkejutan, bertanya spontan. Ia ikut berjongkok agar memudahkan posisinya berbicara dengan Kelvien.

Sementara itu, Isyana, Hana, dan Inggita hanya menurut meski benaknya berkelana jauh memikirkan penyebab hancurnya stan sore ini secara misterius.

"Coba liat," ujar Kelvien, tanpa riak. Tangannya terulur menyerahkan secarik kertas bertulisan pesan singkat  yang tersembunyi di balik robohnya stan.

Alis mereka semua sontak bertaut. Terlonjak bukan main ternyata sang pelaku memberikan tanda-tanda keberadaannya.

"Bangsat," umpat Inggita, geram. Ia naik pitam. Berani-beraninya ada yang menghancurkan usahanya. Matanya menyorot tajam pada secarik kertas berisi pesan sang pelaku tersebut.

"Coba buka isinya," pinta Hana, dengan suara parau menahan tangis.

Isyana bungkam. Tak mau berkomentar. Otaknya memperlukan waktu sedikit lebih lama untuk memproses kekacauan sore ini.

"Pertama, tiba-tiba dia dateng ke stand Good Things buat ngancurin, tapi sebelum pergi sempet ngasih tanda-tanda dulu. Jadi, semakin jelas kalo lapak kita rusak bukan karena terpaan angin puting beliung atau apa pun lah, tapi karena ada yang sengaja ngancurin."

Kesimpulan yang ditarik Kelvien memancing senyum keki keempat remaja lainnya. Mereka ikut berjongkok, memandang lurus secarik kertas berisi pesan singkat sang pelaku.

Benak Duta seketika dirudung perasaan was-was. Satu nama sang pelaku tiba-tiba terlintas di pikirannya. Menciptakan opini samar jika memang ia menghancurkan stan Good Things bukan tanpa maksud. Dengan gerakan cepat, ia lantas mengambil alih secarik surat tersebut dari tangan Kelvien.

All the Bad ThingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang