Dalam Bahasa Korea, Hana artinya satu. Mama dan papa mengingikan putri semata wayangnya tersebut menjadi yang nomer satu dalam segala hal kelak di masa depan. Maka dari itu, mereka tanpa ragu menamainya Hana Risjad.
Namun, alih-alih memenuhi ekspetasi kedua orangtuanya, Hana tak pernah mejadi yang orang pertama di setiap bidang. Ia payah sekali, omong-omong.
Nomer satu dan terdepan seolah tidak dapat ia jangkau karena keterbatasan intelegensi. Mungkin saja, nomer satu terbelakang, iya. Tetapi, bukan itu yang orangtuanya harapkan.Hana membasuh wajah dengan air yang mengalir dari kran wastafel. Bahu gadis tersebut naik-turun menahan amarah yang kian membuncah menyesaki dada. Ia seketika menengadah, menatap refleksi seorang gadis berambut sebahu yang tengah menatapnya dengan kedua mata sembap karena terlalu lama menangis.
"Coba aja aku pinter, nggak bakal aku ngeremehin orang lain yang nggak menguasai materi," gumam Hana sendu seraya menghela napas panjang.
"Orang nggak bisa, tuh, bukannya diajarin supaya ngerti, eh malah diledekin dan direndahin satu kelas."
Isaknya kembali pecah. Tangan gadis itu terulur untuk membungkam mulut dengan telapak tangan. Ia menangis dalam diam di kamar mandi sekolah. Hanya di kamar mandi ia mampu meneteskan air mata sepuasnya setelah menerima sindiran sarkatik orang-orang.
Mungkin, ini karma setimpal atas tindakannya satu bulan lalu yang memaksa mama dan papa agar mendaftarkan dirinya ke Andalas High School atas koneksi dan kompensasi yang keluarga Risjad miliki.
Hana mengutuk keputusan spontanitasnya kala itu.
Hanya penyesalan mendalam yang tersisa sekarang.
Bukan di sini seharusnya ia berada. Andalas High School memiliki standar terlalu tinggi untuk kapasitas otak udangnya, ia tak mampu mengimbangi kemampuan siswa lain di bidang akademik.
Hana meremas rok abu-abu kotaknya kalut. Batinnya bergejolak keruh. Untuk kesekian kali, kata hatinya mengatakan tak sepantasnya ia menggenakan seragam Andalas High School. Gadis berambut pendek itu hanya akan mempermalukan nama baik almamater, sampah masyarakat, dan tak akan berguna.
Realitanya, terdapat ratusan siswa yang berjuang mati-matian untuk memperebutkan kursi di SMA swasta terbaik se-DKI Jakarta itu. Bahkan, ada pula yang mencoba peruntungan melalui jalur beasiswa serta prestasi non-akademik.Sedangkan dirinya?
Hana hanya duduk diam di rumah. Tak perlu berjuang keras layaknya siswa lain. Tidak usah repot-repot belajar siang-malam demi mendapatkan kursi Andalas High School. Tinggal menelpon mama dan papa, semua beres. Ia bisa diterima di SMA tersebut melalui koneksi orang dalam. Lebih tepatnya, jalur prestasi kekayaan keluarga Risjad.
Masih tergambar jelas di benak Hana, bagaimana bocornya rahasia kelam tatkala dirinya mendaftar ke Andalas High School mampu diketahui banyak orang. Semua berawal ketika dirinya menghentikan seluruh fasilitas yang ia berikan kepada 'teman-tema SMP-nya' secara cuma-cuma satu minggu sebelum masa orientasi.
Akibat tindakan Hana, lantas mereka tak terima. Marah. Lalu, pergi meninggalkan secara perlahan karena merasa tak lagi diuntungkan.Namun, Hana yang terlalu naif, belum menyadari itikad buruk teman-temannya kala itu. Ternyata, mereka masih mencari jalan lain untuk membuat gadis itu menderita. Hancur. Dan, menyesal karena tak mau berteman lagi.
Entah alam semesta yang tidak bisa diajak berkompromi atau Dewa Fortuna yang enggan berpihak kepadanya, tiba-tiba terdapat salah satu teman terdekatnya ketika SMP bernama Athiera yang berhasil mencuri dengar pembicaraan gadis itu dengan mama dan papa melalui skype kala ia tengah berkunjung ke rumah bersama yang lain selepas hari terakhir ujian nasional.

KAMU SEDANG MEMBACA
All the Bad Things
Teen Fiction[COMPLETE] Dalam hidup, selalu ada yang namanya jatuh, bangun, bangkit, patah, hilang, luka, tumbuh, kecewa, bahagia, dan gagal. Tiap-tiap insan akan mengalami fase tersebut. Tinggal bagaimana cara mereka untuk tetap bertahan. Sebab, memang begitu m...