20. Rencana

250 72 26
                                        

Di bawah langit yang sama tetapi di bangunan sekolah yang berbeda, seorang pemuda berambut acak-acakan mendapat kerlingan dingin dari mantan teman-temannya ketika menghabiskan waktu istirahat seorang diri di kantin

Keputusan pemuda tersebut sudah bulat.

Duta ingin mencari tahu siapakah ia sebenernya. Tanpa ikut-ikutan yang lain. Benar-benar seorang diri. Sebab, ia telah lama hilang.
Selama ini, krisis identitas menghantui tidur panjangnya. Menganggu setiap aktivitasnya. Sehingga, bagi Duta inilah waktu yang tepat. Ia telah menemukannya setelah pembicaraan bersama Isyana.

Mungkin, itulah tujuan hidupnya.

Namun, bisakah ia sendiri yang menjalankan hal tersebut?

Hati kecilnya berteriak tidak. Masyarakat itu luas. Ia tak sanggup hanya seorang diri mengabdikan hidup bagi sesama. Ia butuh teman. Ia butuh sebuah teamwork.

Akan tetapk, siapa orang yang tepat?

Duta melirik sekilas penghuni kantin STM 05. Ia pun refleks meneguk salivanya putus asa. Sangat tidak mungkin jika ia mengajak teman-teman STM untuk menyukseskan visi tersebut.

Lalu, pikirannya tebersit pada seorang gadis berkucir kuda yang ia temui pada tawuran pelajar SMA Tarumanegara dengan STM 05.

Dialah Isyana Sarasvati.

Seseorang yang telah membantunya menemukan makna itu. Membimbingnya hingga mampu mengetahui jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang selama ini ia cari. Menolongnya untuk mendapatkan dirinya yang hilang.

Yah, tapi masa cuma berdua. Pemuda tersebut membatin putus asa.

Kemudian, pikirannya kembali berkelana jauh. Seolah melamun tampak lebih menarik bagi Duta dibanding menyantap mie ayamnya yang belum tersentuh sama sekali.

Inggita Liana?

Sebaris nama gadis tomboy itu menelusup di pikirannya.

Tanpa sadar, Duta mengusap pangkal hidungnya, kebiasaan pemuda tersebut ketika sedang berpikir dalam.

Dia temen sekelas gue waktu SMP. Langganan dipanggil guru BK gara-gara cari ribut sama cabe-cabean sekolah. Tapi, baik sebenernya. Tujuannya menyadarkan cabe-cabean itu supaya gak kecentilan dan sok cantik lagi. Caranya aja yang salah.

Duta mengulum senyum tipis.

Ada benarnya juga.

Inggita mampu menjadi kanditat yang nantinya akan ia ajak untuk menyusun rencana bersama Isyana. Kalau cewek itu mau, sih. Tetapi, semoga saja berminat.

Bertiga tidak ada salahnya, kan?

"Dih. Gila lo senyum-senyum sendiri," celetuk Andro sinus ketika melewati Duta di bangku panjang kantin.

Duta seketika menengadah. Matanya mengerjap beberapa kali. Lamunan panjangnya diberhentikan secara paksa.

"Lo ngomong sama gue?" tanya Duta linglung seraya menunjuk dirinya sendiri.

"Sama setan." Andro mendengus, kemudian berlalu cepat dari sana diikuti Ade, Firhan, dan Rezza.

Pemuda itu menghela napas lelah. Ia sdar mereka berempat kecewa berat akibat keputusannya keluar dari lingkaran perteman yang telah dibentuk tiga tahun secara mendadak. Ditambah lagi, sikap cerobohnya ketika tawuran satu minggu yang lalu.

Maka dari itu, Duta berusaha memahami posisi mereka.

Lagipula, ia akan baik-baik saja jika tidak mempunyai teman. Ia tidak keberatan juga istirahat ke kantin hanya seorang diri.

All the Bad ThingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang