"Maaf."
Isyana refleks menoleh ke sumber suara. Ketika Hana dan Inggita sibuk menghitung BEP di mini bar serta Duta yang bereksperimen di dapur rumah Hana, celetukkan tulus dari seseorang mengusik indra pendengarannya.
Kelvien menunduk sejenak. Berusaha menyiapkan diri. Dia menghela napas panjang sebelum mulai berujar, "Gue tau suasana mendadak canggung gara-gara gue. Maaf, banget."
Isyana mengigit bibir bagian bawah, kalut. Ia meneguk saliva sesaat setelah beranjak menuju Kelvien di sofa ruang tamu. Gadis berkucir kuda tersebut mendaratkan tubuh di sebelah Kelvien sambil memainkan jemarinya.
"Syan?" sahut Kelvien seraya menepuk lirih telapak tangan Isyana.
Isyana mengerling sekilas. "Lo udah minta maaf berapa kali, sih, Kelv?"
"Gue ngerasa bersalah aja akibat kecerobohan gue bangun kesiangan waktu mau daftar ulang. Harusnya, kan, itu bisa buat lo."
Satu air mata lolos dari benteng pertahanannya. Tetapi, dengan cepat ia menyekanya secara kasar. Luka-lukanya kembali dikoyak. Dia seakan terpaksa menelan sebuah pil pahit kenyataan.
"Udah, deh, Kelv, nggak perlu dibahas. Anggep aja, di antara kita nggak pernah ada kejadian itu. Inget aja yang baik-baik. Semisal tadi, pas gue nanya ke lo tentang parkiran motor Andalas High School."
"Tapi, gue rasa perlu."
Isyana menggigit bibir bagian bawahnya kuat-kuat. "Lo sebenernya nggak salah, Kelv. Gue yang salah. Gue yang belajarnya kurang. Gue yang berdoanya kurang kenceng. Maaf, udah nyalahin lo di hari pertama kali kita ketemu."
Tersenyum tipis, pemuda itu menepuk lembut punggung Isyana seakan memberinya suntikan semangat. "Tetep semangat, Isyan. Lo nggak perlu menyalahkan diri sendiri kayak gitu terus," sahutnya, sendu.
Kelvien tidak tahu harus berkata apa. Minta maaf, sudah. Lantas, apalagi sekarang?
Dalam teamwork, kecanggungan dan perasaan tidak enak satu sama lain akan menghambat keberhasilan usaha. Sehingga, dengan berlapang dada serta penuh ketulusan, Kelvien meminta maaf sekali lagi kepada Isyana.
"Isyan, gue tahu gimana perasaan lo ketika gagal masuk impian favorit. Apalagi secara nggak langsung itu karena gue."
Isyana seketika menengadah. Iris coklat madunya menyorot sepasang netra hitam pekat di balik kacamata minus tebal. Senyum miringnya kontan merekah. "Perih. Lo tau itu." Gadis berkucir kuda itu kemudian membuang pandangan ke sembarang arah.
"Tapi, yang pengen gue bilang ke elo, Syan. Lo, tuh, sebenernya nggak gagal," ujar Kelvien mantap seraya memberikan secercah titik terang. Menatap binar keputusasaan yang berkilat di sorot lawan bicaranya, membuat ia memiliki kewajiban untuk menghilangkan hal tersebut.
Alis Isyana kontan saling bertaut, tampak meminta penjelasaan. "Maksud lo apa?"
"Lo nggak gagal, Isyan. Lo harus tetep semangat."
Isyana menghembuskan napas berat. Bahunya merosot perlahan. Ia menenggelamkan tubuh pada bantal sofa dengan perasaan kecewa. "Nggak, Kelv, nggak. Gue gagal. Gue nggak berhasil mewujudkan impian. Nyokap juga pasti kecewa banget karena gue nggak bisa masuk SMAN 8 atau lolos beasiswa AHS." Gadis berkucir kuda itu memejamkan mata. Menghalau kristal bening yang berdesakan di pelupuk mata.
Sekali lagi, Kelvien menggeleng tegas. "Hei, look at me." Dia berujar, lirih. Melihat Isyana yang menahan tangis sukses membuatnya merasa sangat berdosa jika tidak menghibur gadis berkucir kuda tersebut.
Meski enggan, Isyana tetap menoleh. Terbius suara lembut nan menenangkan Kelvien. Kelvien tiba-tiba menggeser posisi duduknya agar berdekatan nyaris tak ada celah dengan Isyana.
![](https://img.wattpad.com/cover/220589005-288-k276993.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
All the Bad Things
Teen Fiction[COMPLETE] Dalam hidup, selalu ada yang namanya jatuh, bangun, bangkit, patah, hilang, luka, tumbuh, kecewa, bahagia, dan gagal. Tiap-tiap insan akan mengalami fase tersebut. Tinggal bagaimana cara mereka untuk tetap bertahan. Sebab, memang begitu m...