26. Bully

204 65 12
                                        

Masalah lantas tidak sepenuhnya selesei ketika Isyana dan Inggita telah menemukan parkiran. Masalah selanjutnya timbul tatkala kedua gadis tersebut celingak-celinguk mencari GOR Andalas High School. Dengan lahan sekolah seluas ini, tentu sangat sulit bagi Inggita dan Isyana menemukan tempat pertandingan futsal.

"Keluasaan lahan, nih, mangkannya jadi susah kayak gini," gerutu Inggita seraya menoleh ke kanan-kiri.

Isyana menimpali, "Bener banget, Git. Kita jadi telat match gara-gara cari tempat parkir. Sekarang ada lagi kendala nyari GOR."

"Akhirnya gue menemukan kelebihan Tarumanegara, Syan."

Alis Isyana kontan naik sebelah. "Apa?"

"Bangunannya sempit, jadi gampang nyari apa aja."

Sebagai respon, gadis berkucir kuda itu refleks memutar bola mata malas. "Bangke lo, Git."

Sedangkan, Inggita hanya menyengir lebar.

"Cari lagi, yuk." Ia mulai menarik langkah memasuki area lapangan Andalas High School. Sementara Inggita mengikuti di belakang. Decak kagum terlontar dari bibir gadis tersebut tatkala melintasi ruangan kolam renang AHS yang dilapisi kaca bening dari luar. Sehingga, memudahkan ia untuk mengintip  bagian dalamnya.

"Wagilasi, Git. Ada kolam renang di sekolah. Pantes aja bayarnya mahal," gumam Isyana, takjub. "Ini sekolah apa rumah gedongan, sih?" komentar gadis itu seraya memerhatikan lebih lanjut setiap fasilitas menakjubkab di Andalas High School.

"Jangan salah, Syan," timpal Inggita sambil melirik lawan bicaranya. "Tarumanegara juga punya kolom, lho."

"Hah? Dimana?" Gadis berkucir kuda itu terperanjat mengetahui fakta mengejutkan dari sekolahnya sendiri.

Inggita menyeringai jahil. "Kolam renang alami. Itu, tuh, di belakang sekolah. Ada empang, kan?"

Bibir Isyana sontak mengerucut. Inggita hanya terkekeh geli.

"Eh, Syan, daripada kita ikutan jadi costplay bolu pandan, mending keliling AHS, yuk? Kapan lagi kita bisa keliling sekolah ini secara cuma-cuma kalau nggak ada event?"

Usulan dari Inggita refleks menciptakan seulas senyum cerah di bibir Isyana. Ide bagus. Demi mengobati rasa sakit hatinya gagal masuk ke sekolah ini, tidak ada salahnya bukan menjelajah setiap sudut Andalas High School? Hitung-hitung, berlagak seolah salah satu murid di sekolah swasta terbaik tersebut.

"Menarik," imbuh Isyana sambil menjetikkan jemari di udara. "Kapan lagi kita bisa masuk ke sekolah gedongan anak horang kaya?"

"Nah. Tunggu apalagi?" seru Inggita bersemangat seraya menarik lengan Isyana untuk sedikit berlari.

Kedua anak manusia itu lantas saling tertawa di sepanjang koridor Andalas High School sembari melihat-melihat fasilitas sekolah anak sultan.

______

Sementara itu, di sudut paling belakang Andalas High School, seorang gadis berambut sebahu meringkuk di pojok dinding dengan kristal bening berderai deras. Bibirnya komat-kamit merapal berbagai doa penuh harap. Badannya gemetar hebat karena ketakutan.

"Caper lo jadi cewek!" bentak seorang gadis berambut ikal sembari maju selangkah. Seringai iblis merekah lebar sesaat setelah mengetahui korbannya tampak tak berdaya.

Sekali lagi, guyuran air comberan itu membasahi pakaiannya.

Gadis di depannya itu tertawa puas diikuti kedua komplotannya. Tatapan mata mereka menyorot hina.

"Denger, ya, Hana, jangan sekali-kali lo ngadu ke Kelvien." Rambutnya tiba-tiba ditarik kuat oleh seseorang. Mau tak mau, ia jadi menengadah tatkala kulit kepalanya terasa pedih, menyebabkan beberapa helai rambutnya rontok berjatuhan.

All the Bad ThingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang