Penat. Satu kata yang mampu menggambarkan kondisi kelima remaja tersebut. Saat ini, sepulang dari stan Good Things, mereka lekas beristirahat sejenak di ruang tamu rumah Hana untuk melepas lelah sebelum kembali ke rumah masing-masing
"Gue nggak nyangka banget Good Things bakal selaris tadi. Di luar ekspetasi. Sampe kehabisan bahan-bahan kita gila." Duta angkat suara, tetapi tangannya bergerak membuka risleting pouch Isyana yang digunakan untuk menyimpan uang hasil jualan.
"Kayak keajaiban," gumam Kelvien seraya menaikkan kacamatanya yang sedikit melorot. Ia pun kemudian mengarahkan atensi kepada Duta yang mengeluarkan uang hasil berjualan.
"Sini, deh, deketan. Kita bagi-bagi uang sekarang aja kali, ya."
Tanpa diperintah dua kali, Isyana, Inggita, dan Hana segera menggeser posisinya agar lebih dekat dengan Duta yang sedang menghitung uang.
"Bantuin, geh. Gue kumpulin pecahan sepuluh ribuan, Isyan lima ribuan, Hana dua ribuan, Kelvien dua puluh ribuan. Gita yang receh-receh."
Inggita mendengus, ia menyikut lirih perut Duta seraya mencibir. "Giliran gue yang receh-receh."
Sebagai tanggapan, Duta hanya terkekeh geli dengan tatapan jenaka.
Mereka berlima kemudian mulai menghitung uang sesuai bagiannya masing-masing dalam diam. Setelah memastikan tidak ada lagi rupiah yang tercecar, kelimanya lantas menggabungkan hasil tersebut menjadi satu bagian seusai dihitung dengan mesin kalkulator.
"Alhamdulillah, banyak juga, ya," sahut Inggita, takjub. "Beneran nggak sia-sia usaha kita walau pernah sepi pengunjung tujuh hari dan stan dirusak sama mantan temen-temennya Duta."
Hana refleks merangkul bahu Inggita yang ada di sebelahnya. "Kamu kan jadi ada uang buat nambahin perawatan mama kamu ke ruang VIP."
Inggita terkekeh kecil, ia balas merangkul Hana. "Asli, gue sebenernya nggak se-melankonis ini, Hana." Ia pun melirik Isyana seakan memberikan kode terselubung. Isyana sontak terbahak. Tetapi, tak membalas maksud yang disiratkan Inggita, ia justru balik memeluk kedua sahabat perempuannya tersebut.
"Eh. Ini 50% kita donasikan ke sekolah terbuka buat anak-anak jalanan buta huruf aja, gimana?" usul Kelvien, teringat pemandangan miris yang ia jumpai di daerah perkampungan kumuh para pemulung. "Nanti, next time uangnya dibagiin buat anak panti, berikutnya lagi buat anak-anak jalanan, atau apa gitu pokoknya kita donasikan."
Senyum simpul merekah di bibir kelima remaja tersebut. Akhirnya, tujuan utama Good Things tercapai. Kebermaknaan itu makin terasa ketika dilakukan bersama orang-orang yang memiliki visi serupa.
Setelah menyisakan 50% untuk didonasikan, Duta membagi hasilnya sama rata kepada sahabat-sahabatnya.
Tetapi, berpegang pada pendiriannya, Hana menolak secara halus uluran uang tersebut. Ia menggeleng perlahan seraya tersenyum tulus.
"Lo nggak papa, Han?" Alis Isyana sontak terangkat sebelah, skeptis. "Lo udah menanggung beban modal sendirian sebanyak itu, lho. Belum lagi biaya renovasi stan yang enggak murah setelah ada kekacauan."
Inggita mendesah panjang. "Udahlah, Han. Terima aja, ya?" Gadis berambut pendek itu menyorot tidak enak hati.
Hana menggeleng, keputusannya sudah final. "Enggak, nggak usak, beneran. Jatah gue masukin ke uang donasi aja semuanya."
"Serius lo?"
Untuk kesekian kali, Hana mangut-mangut tanpa merasa keberatan. Ia tersenyum kecil lalu segera mengalihkan topik pembicaraan.
"Jadi, kapan kita mau nyerahin uang hasil donasi ini ke tempat yang diusulin Kelvien?"
Semuanya sontak membisu. Tampak larut dengan pikiran masing-masing. Menentukan hari dan jadwal terbaik untuk menyerahkan uang bantuan tersebut.
![](https://img.wattpad.com/cover/220589005-288-k276993.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
All the Bad Things
Novela Juvenil[COMPLETE] Dalam hidup, selalu ada yang namanya jatuh, bangun, bangkit, patah, hilang, luka, tumbuh, kecewa, bahagia, dan gagal. Tiap-tiap insan akan mengalami fase tersebut. Tinggal bagaimana cara mereka untuk tetap bertahan. Sebab, memang begitu m...