13. Kelvien

273 77 52
                                    

Ingatan Isyana bekerja untuk mengenali sebaris nama tersebut.

Besar kemungkinan, ia pernah melihat nama Kelvien Alderianno sebelum ini.

Tapi, di mana, ya?

"Kita pernah ketemu nggak, sih?" tanya Isyana sambil menyeka air mata secara kasar. Untuk sesaat, rasa penasaran yang membludak membuat dirinya meninggalkan segala kekecewaan.

Gadis berkucir kuda tersebut menengadah. Menautkan pandangan dengan lawan bicaranya. Seorang pemuda jangkung berkulit putih pucat, memiliki netra hitam pekat dibingkai kacamata minus tebal, menggunakan seragam kotak-kotak abu tua milik Andalas High School, sedang balik menatapnya dengan alis terangkat sebelah.

"Hah? Maksudnya?" Ia justru kembali menyoal.

"Gue nggak asing sama nama lo...," gumam Isyana, masih berusaha mengumpulkan kepingan memori.

Tiba-tiba, potongan kejadian di hari terakhir PPDB DKI Jakarta 2017 tebersit di ingatannya. Keberadaan Kelvien Alderianno mendepak posisi Isyana Sarasvati di detik-detik terakhir sebelum penutupan pendaftaran resmi pukul 00.00. Padahal, nyaris saja ia diterima di SMAN 8 jika Kelvien Alderianno tidak mendaftar.

Namun, ada yang janggal dengan Kelvien Alderianno di hadapannya sekarang

Kenapa cowok itu justru menggenakan seragam Andalas High School? Harusnya, kan, seragam SMAN 8?

Sadar, Isyana! Bukankah nama Kelvien Alderianno tidak hanya ada satu di Indonesia? Berapa banyak orang yang memiliki nama serupa?

"Down to earth...." Pemuda berkacamata itu melirik sekilas name tag gadis berkucir kuda tersebut. Senyumannya konstan terkembang. "Isyana Sarasvati," sahutnya melanjutkan kalimat. Terkekeh, ia merasa geli dengan nama gadis di hadapannya.

Isyana menggelengkan kepala kuat-kuat. Berusaha melenyapkan pikiran sok tahunya. "Lo...." Ia menggigit bibir bagian bawah. Menimang-nimang sejenak. "Anak SMA 8?"

Tawa renyah sontak meluncur dari mulut lawan bicaranya. "Lo nggak liat seragam gue AHS?" tanya balik pemuda tersebut seraya memandang tentatif. Dahinya berkerut dalam, tetapi bibirnya mengembangkan seulas senyum asimetris.

Dalam hati, Isyana menghela napas lega.

Ternyata, ia bukan Kelvien Alderianno yang menggesernya dalam PPDB SMAN 8 DKI Jakarta satu bulan yang lalu. Seseorang yang menyebabkan dirinya terdepak dari impian favoritnya tersebut di detik-detik terakhir. Andai saja NEM gadis itu sedikit lebih tinggi, besar kemungkinan dirinya akan menggunakan seragam SMAN 8 sekarang, bukan SMA Tarumanegara.

"Eh, tapi." Pemuda itu tiba-tiba memecah keheningan yang tercipta lumayan panjang. "Nggak salah, sih, yang lo bilang," lanjutnya yang sukses membuat Isyana dirundung tanda tanya.

"Maksudnya?" Alis Isyana kontan naik sebelah. Perasaan buruk menghampiri benaknya. Gadis berkucir kuda tersebut mendadak was-was.

"Gue juga pernah jadi anak SMA 8. Lolos di PPDB doang. Tapi, waktu daftar ulang datengnya kesiangan. Jadi, nggak sempet daftar ulang. Mangkannya, otomatis gagal," terang lawan bicaranya enteng seolah tak memiliki dosa. "Yaudah, deh, gue daftar AHS lewat jalur reguler. Eh, taunya keterima."

Kedua mata Isyana sontak terbelalak sempurna. "NGGAK SALAH LAGI! LO YANG BIKIN GUE KEGESER DARI SMA 8, KAMPRET." Tangisnya pun kembali menyeruak.
______

Kelemahan terbesar Kelvien Alderianno adalah melihat kaum hawa menangis.

Ia mempunyai ibu, kakak, dan sahabat perempuan. Ketiga orang kesayangannya tersebut sebisa mungkin ia lindungi agar tidak menangks. Sehingga, ketika melihat perempuan lain meneteskan air mata--- terlebih di depan matanya---membuat hati nurani Kelvien tergerak untuk mengajak Isyana menepi sejenak di sebuah kafe tak jauh tempat mereka berdiri.

All the Bad ThingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang