21. Pengabdian

228 65 28
                                    

Detik bergulir menjadi menit, menit bergeser menjelma jam. Selama itu pula, seorang gadis berkucir kuda yang ia nanti-nantikan kehadirannya sejak satu jam yang lalu belum juga menunjukkan batang hidungnya.

Duta mengetuk-ngetuk bangku panjang di samping toserba Hikmah dengan jemarinya untuk membunuh rasa bosan. Sorot matanya menyusuri hamparan jalan raya yang ramai padat dipenuhi lalu lalang kendaraan bermotor, hingga tanpa sadar sorot matanya menangkap seorang gadis berkucir kuda yang sedang berjalam cepat menuju toserba Hikmah. Rambut panjang terikat satu gadis tersebut bergoyang ke sana ke mari mengikuti langkah kakinya. Duta memerhatikan ia dalam diam.

"Oi!"

Tiba-tiba, gadis itu telah berada persis di hadapannya sambil menggibaskan telapak tangan. "Down to earth, euy. Kemasukan setan tau rasa lo."

Duta seketika tersadar dari lamunannya. Pemuda berahang tegas itu melirik Isyana sekilas. Seperti itulah ucapan gadis di hadapannya. Pedas dan kadangkala sedikit .enohok. Lama-lama, ia jadi terbiasa.

"Iya. Lo 'kan setannya?"

Isyana sontak menoyor kepala lawan bicaranya. Duta berpura-pura meringis kesakitan. Tetapi, ia hanya memutar bola mata malas. Lalu, memasuki toserba Hikmah.

"Eh. Mau ke mana lo?"

Isyana mendengus. "Gue baru aja jalan kaki dari SMA Tarumanegara ke toserba yang jaraknya 1 kiloan, terus dengerin lo cerita gitu? Menurut L?" Tanpa memedulikan lagi lawan bicaranya, gadis itu segera menuju freezer tempat es krim favoritnya berada. Ia lalu menggaet satu rasa vanila, sisanya rasa coklat. Sejurus  kemudian, berlalu menuju kasir.

Tatapan Duta berbinar cerah tatkala mendapati Isyana keluar dari toserba sambil menenteng kresek berisi dua buah es krim cup rasa vanila dan coklat.

"Ya Ampun, Syan, lo emang yang paling peka, deh. Padahal juga baru kenal nggak sampe sebulan."

Isyana mencibir. Tangan gadis itu terulur menyodorkan satu cup es krim kesukaan lawan bicaranya. "Heh, gue beliin lo juga sebagai balas budi karena kemarin udah bayarin gue gara-gara uangnya jatoh di jalan."

Duta menerima es krim itu dengan tatapan menyorot riang. "Thanks, Syan."

"Jadi?" pancing Isyana seraya mendaratkan tubuh tepat di sebelah Duta. Tangan gadis itu sibuk membuka penutup es krimnya, sementara ekor matanya melirik pemuda di sampingnya penuh keingintahuan.

"Gue udah nemu, Syan."

"Nemu apa?"

"Tujuan hidup yang selama ini berusaha gue cari."

Isyana serta-merta mengalihkan atensi dari es krim ke wajah pemuda di sebelahnya. "Mengabdikan hidup untuk masyarakat, karena kebermaknaan tertinggi seseorang itu ketika dirinya mampu bermanfaat bagi sesama. Right?"

"Tepat." Duta menjetikkan jemarinya bersemangat.

"Terus?"

"Gue nggak bisa sendiri, Syan. Masyarakat itu luas. Gue butuh bantuan lo. Bukankah lo sendiri juga diem-diem punya misi itu?"

Isyana menggigit bibir bagian bawahnya sejenak, tampak sedang menimang-nimang sebelum memutuskan. "Iya, sih, gue juga kepengen. Tapi, gimana caranya, ya?" Gadis itu mencomot es krim vanilanya lalu balik menyoal kepada Duta.

"Lah, lo sendiri nggak tau caranya? Kenapa dulu pernah bilang kayak gitu ke gue?"

"Jadi gini...." Isyana melemparkan tatapan penuh pada pemuda berahang tegas di sampingnya. Sebelum bercerita, Isyana menghela napas panjang, mempersiapkan diri. "Dulu  gue punya impian besar buat masuk SMAN 8 DKI Jakarta." Ingatannya berputar menciptakan kilas balik pada pengalaman pahit kala itu. Gadis berkucir kuda tersebut tersenyum getir. Matanya mulai berkaca-kaca. Menyingkap luka lama sama dengan merelakan ingatannya bernostalgia bersama kenangan memilukan bernama kegagalan.

All the Bad ThingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang