41. Kejutan

169 55 19
                                    

Terhitung tiga hari Good Things tidak beroperasi seperti sebelumnya, ternyata terdapat hal baru yang tengah Hana persiapkan. Gadis berambut sebahu tersebut sengaja tidak memberitahukan teman-temannya terlebih dahulu sebagai upaya kejutan.

Tiga hari berlalu sejak insiden kekacauan itu pula, tak ada satu pun dari mereka yang menginjakkan kaki di Good Things, kecuali Hana tentu daja. Selain karena masih mencari jalan terbaik untuk menyelesaikan masalah, mereja juga perlu menata hati yang nyaris menyerah.

Maka dari itu, di hari Minggu pagi, Hana setengah memaksa teman-temannya kembali ke Good Things untuk berjualan. Secara otomatis, mereka mengerutkan dahi skeptis. Tetapi, tidak membantah. Sesuai janji, Isyana, Inggita, Duta, dan Kelvien berkumpul terlebih dahulu di rumah Hana sebelum berangkat menuju stan bersama-sama menggunakan mobil pribadi gadis tersebut.

"Kenapa kita ke sana, Han?" Isyana yang tak kuasa menahan rasa penasaran, akhirnya angkat suara.

"Iya. Ada apa emangnya?" timpal Duta seraya menggaet sehelai tisu dari dashboard mobil.

"Lo udah nemuin solusi buat benerin stan kita, ya?" Kali ini, giliran Inggita yang mengutarakan keingintahuannya.

Sementara Kelvien yang paling tenang di antara mereka berlima, hanya bergeming sambil menatap jalanan luar melalui kaca jendela. Pikirannya berkelana jauh. Memikirkan ucapan papa, keputusannya, dan nasib Good Things setelah dihancurkan oleh seseorang tak bertanggung jawab.

Sebagai tanggapan, Hana hanya menyeringai misterius. Ia menggeleng singkat enggan memberitahukan. "Liat aja ntar di sana. Udah mau nyampe, kok."

Semuanya sontak menghela napas lelah, kecuali Kelvien. Pemuda itu lagi-lagi hanya menopang dagu dengan pandangan mengawasi macetnya jalanan ibukota.

Memakan waktu hingga setengah jam bagi mereka untuk sampai di depan ruko Good Things. Selepas mobil yang dikendarai Pak Pram---supir pribadi Hana---berhenti tepat di lokasi tujuan. Kelima remaja tersebut segera turun sesaat setelah mengucapkan terimakasih. Sejurus kemudian, Pak Pram meninggalkan stan Good Things ketika Hana menganggukkan kepala.

Mereka beranjak menuju stan yang tiba-tiba ditutup pintu tarik besi.

"'Loh? Kok, udah ada pintu tarik besi? Kemarin-kemarin nggak ada, lho. Terbuka kios kita." Isyana yang paling awal menyadari kejanggalan tersebut, refleks angkat suara.

Kelvien membetulkan letak kacamatanya sesaat sebelum menyoal. "Kamu, Han, yang masang?"

Sebagai tanggapan, Hana tersenyum asimetris. Ia lantas merogoh tas selempang untuk menggaet sebuah kunci, memutarnya sejenak ke lubang gembok, lalu menggeser pintu besi tersebut dibantu keempat temannya.
Tatkala kondisi ruangan sepenuhnya tersingkap, Isyana, Inggita, Duta, dan Kelvien sontak membelalakkan mata. Sementara itu, gadis berambut sebahu itu hanya mengulum senyum tipis. Memang inilah rencananya. Kejutan yang telah ia persiapkan kepada Isyana, Inggita, Duta, juga Kelvien.

"Keren, kan?"

Gadis berambut sebahu tersebut menatap desain ruangan terbaru Good Things yang berhasil disulap oleh anak buah papa. Lapak jualan sepetak yang dulunya hanya diisi stan beserta peralatan membuat produk kini dirombak total. Seluruh ruangan dipulas cat warna pastel, ilustrasi boba beserta gelas kaca di tembok menambah kesan enak dipandang. Belum lagi, tulisan Good Things menggunakan huruf timbul dilapisi lampu tumblr yang terpasang di atas pintu masuk kios. Jangan lupakan pula keterangan membeli sekaligus berdonasi yang menjadi ikon utama produk mereka.

"Han...." Isyana tak mampu melanjutkan kalimat. Ia pun menggeleng kuat-kuat. Tampak syok atas perubahan se-drastis ini. Masih terekam jelas di ingatan gadis tersebut bagaimana kondisi ruko ini tiga hari yang lalu sebelum mereka tinggal. Tidak seperti ini. Terlalu mendadak perubahannya. Butuh waktu beberapa menit bagi dirinya untuk mencerna situasi mengejutkan kali ini.

Inggita meneguk ludah, tak menyangka. "Lo ... nggak papa, Han,  biayain ini semua?"

Tersenyum meyakinkan, Hana berujar, "Bukan gue yang mau. Tapi, bokap. Beliau yang mendukung penuh usaha ini waktu gue ceritain dari awal sampai akhir. Mangkannya, waktu tau stan ini dirusak, bokap nggak tinggal diam," dusta Hana sambil menatap netra temannya satu persatu.

"Beneran nggak papa, Han?" tanya Duta, memastikan. Biaya untuk merenovasi ruko ini tidaklah murah. Ditambah lagi, sebelumnya Hana juga yang telah menyumbangkan dana terbesar untuk membiayai modal awal Good Things.

"Nggak papa, kalian tenang aja. Pokoknya, mulai hari ini kita bisa jualan lagi."

Perasaan bahagia menyeruak di benak kelima remaja tersebut, mereka sekilas memandang Hana penuh haru. Lalu, tersenyum lebar beralih menatap lapak Good Things yang berbeda seratus delapan puluh derajat.

Mereka tidak tahu saja bagaimana misteriusnya cara kerja alam semesta.

Sebab, mulai dari sini masalah besar akan menimpa keberlangsungan Good Things akibat kebohongan kecil Hana.

______

Semesta itu misterius. Penuh kejutan yang tak terduga. Seolah menyimpan sejuta teka-teki rumit untuk dipecahkan. Hal tersebut pula yang dirasakan kelima remaja tersebut begitu membuka lapak Good Things setelah insiden kekacauan tiga hari yang lalu.

Tidak sampai lima menit mereka berada di sana, seorang ibu hamil bersama seorang anaknya tiba-tiba datang mengunjungi stan. Senyum cerah menghiasi wajah mereka. Duta yang bertugas melayani pelanggan---karena hanya dia yang mengetahui resep membuat boba milk tea ala Good Things---segera bangkit mendekati ibu tersebut.

Senyumannya terkembang hangat. Dengan sopan, ia bertanya ramah. "Pesan yang mana, Bu."

Berpikir sejenak, ibu tersebut menunjuk salah satu menu diikuti anak tersebut.

Duta mengangguk, lalu segera membuatkan pesanannya.

Keempat remaja lain yang berada di bawah stan berseru tertahan. Wajah berseri mereka menyiratkan gurat kebahagiaan. Senyum-senyum lebar hingga memperlihatkan sederet gigi putih itu mengisi kekosongan di hati Hana yang selama ini selalu kesepian. Diam-diam, tanpa sepengatahuan sahabat-sahabatnya, ia mengulas senyum asimetris.

Baru saja ibu hamil itu beranjak setelah menerima pesanan, hadir kembali pelanggan kedua seorang bapak-bapak renta. Lalu, muncul tiga orang anak SMP yang mengantri di belakang bapak tersebut. Tak berhenti sampai di situ, datang lagi pelanggan baru hingga antrian panjang tercipta di sepanjang lahan parkiran Good Things.

Isyana, Inggita, Hana, dan Kelvien bersorak bahagia. Mereka berempat berpelukan di bawah stan. Satu menit setelahnya, Inggita dan Kelvien bangkit untuk membantu Duta yang tampak kerepotan. Sementara itu, Isyana memilih mengeluarkan ponselnya di saku kemeja. Mulai mengabadikan momen Good Things yang ramai pengunjung.

Benaknya dibanjiri perasaan bahagia. Melihat antrian sepanjang ini padahal sudah satu minggu selalu sepi pengunjung, membuatnya setengah tidak percaya. Senyum lebar gadis berkucir kuda tersebut tidak kunjung memudar. Ponselnya ia arahkan ke arah keramaian pengunjung untuk hari ini.

Hana tiba-tiba memeluk Isyana dari belakang. Ia kemudian berbisik, "Aku seneng banget, Syan."

Satu air mata lolos dari benteng pertahanannya. Tetapi, segera Hana seka dengan telapak tangan.

Isyana mengangguk, membenarkan.
"Sama, gue bahagia banget Good Things bisa serame ini."

"Kayak keajaiban ya, Syan?"

"Bener banget." Gadis berkucir kuda itu melayangkan tatapan sekilas ke arah Hana. "Kenapa bisa mendadak rame gini, ya?"

Hana meneguk salivanya. Bola matanya bergerak ke sembarang arah memikirkan sesuatu terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan Isyana. "Eum ... mungkin, karena desain-nya yang menarik. Nggak kayak kemarin."

Isyana mangut-mangut percaya begitu saja. "Eh, gue lanjut ngerekam lagi, ya."

Sebagai tanggapan, Hana mengacungkan ibu jarinya. Setelah dirasa Isyana tidak lagi terlihat dan teman-teman yang lain tidak memerhatikannya, ia segera mengeluarkan ponsel. Sejurus kemudian, mengetikkan pesan singkat kepada seseorang.

Hana Risjad
Makasi Papa. Sahabat-sahabat Hana pada seneng :)

_________

All the Bad ThingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang