Tepat seperti dugaan Duta, masalah besar akan menanti setibanya ia di sekolah.
Pemuda jangkung berahang tegas itu disambut pelototan tajam dari Bu Ayu selaku WAKA Kesiswaan STM 05. Mereka yang terlibat tawuran dengan SMA Tarumanegara digiring menuju ruang BK untuk dimintai keterangan.
Lantaran hal tersebut pula, sepucuk surat panggilan orangtua sekarang telah berada di genggamannya. Pemuda itu menatap gusar. Ia meremas kertas tersebut lalu melemparnya ke tempat sampah. Percuma saja guru BK itu memberinya panggilan orangtua. Toh, papanya sudah kembali lagi ke Natuna kemarin malam untuk melaksakan tugas menjaga wilayah perbatasan.
Skorsing tiga hari harus ia terima sebagai risiko. Duta berdecak. Pemuda berahang tegas itu kemudian mengambil tas ranselnya di meja lalu kabur melalui gerbang belakang sekolah.
"Mau ke mana lo, Ta?" tanya Ade menatap teman sebangkunya binggung. Walaupun ia masih dongkol terhadap kecerobohan Duta ketika tawuran, mereka sudah berteman sejak kelas 1 SMP. Jadi, tak mudah melunturkan pertemanan yang sudah berjalan beberapa tahun.
"Nyebat," jawab Duta, asal, seraya melanjutkan langkah tanpa menoleh ke belakang.
Sesampainya di pagar belakang sekolah yang sepi, ia segera melempar tas ransel ke luar pagar, sejurus kemudian mulai memanjat.
Tatkala langkahnya menapak aspal jalanan di luar batas STM 05, pemuda berahang tegas itu berjalan tak tentu arah. Tatapannya kosong. Pikirannya menerawang jauh.Sebenernya, tujuan hidup gue untuk apa, sih?
Pertanyaan itu selalu menghantui pikiran Duta akhir-akhir ini. Dia sendiri juga tidak tahu jawabannya. Selama 17 tahun hidup, Duta tak mengerti sebenarnya dia siapa dan ingin jadi apa. Duta selalu bergantung kepada teman-temannya. Jika teman-temannya memilih A, otomatis Duta akan memilih A juga. Jika teman-temannya mengikuti tawuran, Duta dengan siap siaga akan mengikuti tawuran. Begitulah ia selalu bergantung terhadap pilihan orang lain, bahkan cenderung ikut-ikutan. Hingga ia sendiri sulit sekali mengambil keputusan. Apa juga tujuan hidupnya.
Katakanlah, pemuda bernama lengkap Duta Mahardika itu mengalami krisis identitas pada masa remaja. Ia sedang mencari jati diri dengan mencoba segala hal baru. Merokok, tawuran, bolos, malam minggu ke club, dan sederet hal lain yang membuatnya bahagia meski sesaat.
Namun, saat ini pikiran itu semakin menganggu hidupnya. Seolah mendesaknya untuk segera menentukan pilihan yang berasal dari sendiri. Tanpa campur tangan orang lain.
Tiap hari, gue harus bangun pagi buat ke sekolah. Terus main-main sama temen. Pulang sekolah. Gitu-gitu aja. Apa gue merasa bahagia? Jujur, enggak.
Lama-lama gue bosen. Hidup gue enggak memiliki kebermaknaan sama sekali.
Jadi, sebenernya tujuan hidup gue apa?____
Jam kosong di kelas X IPA 1 dimanfaatkan Inggita dengan tiduran di kelas menggunakan tas Isyana sebagai bantal. Kegiatan rutinnya di malam hari tidak jarang mengganggu aktivitas gadis berambut pendek tersebut. Ia lebih sering menguap bahkan tertidur di sekolah.
Sedangkan sang pemilik tas, menyumpal telinga dengan earphone karena merasa terusik terhadap kericuhan di kelas X IPA 1.
Kepala Isyana bergoyang mengikuti irama musik yang menghentak-hentak. Kakinya mengetuk-ketuk lantai marmer menghitung tempo lagu.Namun, ketenangan Isyana tak bertahan lama ketika pintu kelas didobrak kasar oleh seseorang dari arah luar. Gadis berkucir kuda itu refleks menghentikan alunan musik yang berputar di ponselnnya. Ia mencabut earphone lalu menyimpannya di kolong meja.
"Gita, bangun!" sahut Isyana seraya mengguncang bahu Inggita yang tertidur pulas di pojokan kelas. "Ada guru."
Inggita menggerang malas. Tapi, tak beranjak dari posisinya. Gadis itu masih memejamkan. "Lima menit lagi, deh, Syan. Ntar bangunin gue lagi. Oke?"
KAMU SEDANG MEMBACA
All the Bad Things
Teen Fiction[COMPLETE] Dalam hidup, selalu ada yang namanya jatuh, bangun, bangkit, patah, hilang, luka, tumbuh, kecewa, bahagia, dan gagal. Tiap-tiap insan akan mengalami fase tersebut. Tinggal bagaimana cara mereka untuk tetap bertahan. Sebab, memang begitu m...